Pada akhirnya Gianjoyo harus mati dengan penuh penyesalan karena tidak bisa melindungi keluarganya. Rasa penyesalan itu terlihat dari air mata Gianjoyo yang keluar tanpa bisa dikendalikan, pemandangan terakhir Gianjoyo adalah Kirana yang ditarik rambutnya oleh Xue.
Melihat Gianjoyo sudah tidak berdaya Kirana ingin menangis tetapi tidak bisa karena rambutnya sedang ditarik oleh Xue. Kirana menyesal karena selama ini tidak pernah belajar beladiri, kini dia mendapatkan bukti jika dunia persilatan itu sangat kejam.
Kirana tidak bisa menahan air mata yang sejak tadi terbendung dikelopak matanya. Butiran air mata membasahi wajah Kirana mengharap belas kasih Xue yang saat ini menjilati bibirnya.“Ampuni kami tuan, setidaknya biarkan anakku pergi dari sini” Ucap Kirana sambil menangis tidak dapat berbuat apa-apa.
Genggaman rambut Kirana tiba-tiba dilepaskan, harapannya seolah menjadi kenyataan Kirana lantas berlari menuju Gianjoyo tetapi belum sempat Kirana mencapai Gianjoyo kakinya ditangkap oleh Xue dan mengangkat tubuh Kirana. Tubuh Kirana terombang ambing saat diangkat oleh Xue dan menyingkapkan sebagian pakaiannya.
Saat ini Xue seolah menjadi dewa kematian, tubuh Kirana kemudian dihempaskan begitu saja yang membuat Kirana hampir kehilangan kesadaran. Tidak ada suara yang keluar dari mulut Kirana melainkan hanya suara nafas yang sesak diiringi darah segar mengalir keluar dari tepi bibirnya, pandangan Kirana tepat tertuju kepada Gianjoyo yang telah tewas ditangan Xue.
Wajah cantik Kirana seolah tidak hilang walau sudah berlumuran darah dirinya menutup mata, sesaat baju yang dikenakannya dirobek paksa oleh Xue. Kirana ingin menolak nafsu bejat Xue namun jangankan untuk meronta bahkan untuk menggerakan jari saja hampir tidak bisa.
Sekujur tubuh Kirana hampir tidak bisa digerakkan, dirinya menduga ada 10 tidak, mungkin 15 atau lebih tulang yang patah. Beberapa menit berlalu Xue baru saja menikmati tubuhnya, Kirana hanya bisa pasrah dengan nasibnya. Sementara Lengkukup hanya bisa mematung ketika ayahnya terbunuh, sedangkan untuk menolong ibunya Lengkukup sedikitpun tidak siap terlebih Xue sudah menunjukkan kemampuannya yang begitu mengerikan.
Dengan sisa tenaga, Kirana berusaha untuk bicara, “Lari,, lah…” belum sempat Kirana menyelesaikan kalimatnya. Sebuah golok menebas leher Kirana yang membuat pandangan Kirana menjadi gelap seketika.
Melihat ibunya terbunuh dengan cara yang mengenaskan Lengkukup hampir tidak sadarkan diri, dirinya sedikit terhuyung lalu berusaha untuk kabur lewat pintu yang sudah terbuka lebar. Xue menyadari anak Gianjoyo yang berusaha kabur itu tetapi dirinya belum puas untuk menyiksa, sehingga ingin melihat terlebih dulu penderitaan Lengkukup sebelum membunuhnya.
“Benarkah Lengkukup sepengecut itu? bukanya dia adalah anak berbakat dari sekte Aur Duri.”
Dengan kaki yang sedikit gemetar Lengkukup mencoba untuk berlari tetapi tidak untuk kabur, Lengkukup berniat mati bersama kedua orang tuanya. Lengkukup menuju ayahnya yang masih memegan pedang, Xue menyadari hal itu tetapi dia membiarkan Lengkukup mengambil pedang itu karena tau perbuatan Lengkukup adalah tindakan yang sia-sia.
Disisi lain Gamya tidak tinggal diam, ketika mengetahui Kencana Emas melarikan diri dia menyusul muridnya Xue. Beberapa menit berlalu ketika dia dapat dengan mudah menemukan jejak muridnya, Xue meninggalkan tanda berupa merah disetiap jalan yang dilewatinya tentu hanya kelompok aliran hitam yang mengerti tanda itu.
“Kuakui kau memang haus darah, tetapi aku hanya menyuruh kau, menangkapnya bukan membunuhnya” Ucap Gamya ketika memasuki rumah Gianjoyo yang sudah amis darah.
“Tapi guru, dia berusaha melawan saat aku ingin menangkapnya” Xue berusaha menepis kenyataan.
Dilain sisi Lengkukup yang sudah mendapatkan pedang ayahnya berniat menyerang Xue. Tampak Xue tidak sedikitpun ingin menghindari serangan yang akan Lengkukup berikan, karena setiap serangan yang menyentuh tubuhnya akan berbalik arah. Namun Xue sudah salah menduga, rupanya Lengkukup tidak menyerang secara langsung tetapi melemparkan pedangnya.
Pedang itu melesat tidak begitu cepat tetapi karena serangan yang Lengkukup lakukan membuat Xue tidak siap dengan serangan dari Lengkukup. Pedang itu menembus salah satu matanya, Xue tidak berusaha menahan sakit, terlihat dirinya meronta sambil mencabut pedang itu dari matanya yang sudah bersimbah darah.
“Berengsek mati kau…” Xue Jiang mengutuk Lengkukup dan berusaha membunuhnya dengan pedang yang berhasil dicabut dari matanya. Rupanya Xue dapat terkena serangan jika tidak menyentuhnya secara langsung, Lengkukup menyadari hal itu ketika ayahnya dapat dengan mudah terbunuh olehnya.
“Aku akan menyusul kalian, ayah, ibu…” ucap Lengkukup pasrah, tetapi belum sempat pedang itu menebas Lengkukup Gamya menangkapnya dan berniat menjadikan Lengkukup sebagai sandera.
“Mau kau apakan anak ini?” Gamya bertanya kepada Xue Jiang yang langsung menundukkan kepala. Xue ingin membantah tetapi tidak ada satupun kalimat keluar dari mulutnya.
“Kita apakan dia Guru?” Xue lantas bertanya kepada gurunya yang masih memegangi Lengkukup.
Lengkukup tidak tinggal diam melihat kesempatan dirinya meronta sebisa mungkin demi ayah dan ibunya yang terbunuh. Lengkukup sangat murka dan mengutuk kedua orang yang ada didepannya, terlebih Xue sebagai pelaku utama. “Aku masih memiliki kesempatan, tetapi bagaiman caranya…” batin Lengkukup.
Melihat Lengkukup dengan sebelah matanya Xue ingin sekali merobek Lengkukup menjadi 2 bagian. Xue yang tidak pernah kalah kini harus menghapus sejarahnya sebagai pendekar aliran hitam yang tidak pernah terluka karena saat ini Lengkukup membuktikan jika Xue dapat terluka.
Lengkukup menarik nafasnya dalam, berbekal pengetahuan yang dia pelajari selama ini, Lengkukup menebak jika orang akan melepaskan genggaman ketika mereka terkejut. Hampir 1 menit Lengkukup menahan nafas dan berharap datang keajaiban, dengan sekuat tenaga Lengkukup menginjak kaki Gamya serta menendang Buah Gintama Gamya.
Serangan Lengkukup begitu mendadak sehingga genggaman pada tangannya terlepas, Lengkukup tidak menyianyiakan kesempatan. Dia mencoba berlari sejauh mungkin, Xue yang melihat Lengkukup terlepas langsung mengejar tanpa perduli dengan keadaan gurunya.
Gamya yang mendapatkan serangan telak disegitiga bermudanya tidak bisa menahan rasa sakit begitu saja. Meskipun seorang pendekar itu hebat tetapi jika serangan pada titik vital akan berdampak besar dan membuatnya jatuh juga, begitulah informasi yang Lengkukup dapat.”Kau akan menerima ganjarannya…” Gamya berdiri dengan sedikit menopang tubuh diantar kedua lututnya.
Dilain sisi Lengkukup berusaha mencari pertolongan dengan penduduk desa, beberapa yang mendengar langsung memberikan pertolongan kepada Lengkukup dengan menghadang Xue tetapi mereka seperti debu bagi Xue. Saat mereka menghadang sebuah kilatan kecil muncul dari tangan Xue, dari kilatan itu muncul sebuah benang tipis namun memiliki ketajaman melebihi pedang.
Benang itu menebas kepala setiap orang yang berusaha menghadangnya, tiba saat Lengkukup terpojok tepat diantara rumah penduduk. Mereka yang melihat tidak ada yang berani memberikan pertolongan kepada Lengkukup melihat kemampuan Xue yang begitu mengerikan. Disalah satu rumah seseorang terlihat ingin sekali menolong Lengkukup tetapi Xue tidak begitu menghiraukannya dan tetap tertuju kepada Lengkukup.
“Menyerahlah maka aku akan memberikan kematian yang cepat…”
Beberapa waktu lalu Kencana Emas yang melesat kedalam hutan, rupanya berusaha menyelinap kembali kedesa untuk mengambil Pedang Pusaka yang tertinggal dirumahnya. Tidak butuh waktu lama Kencana Emas sudah berada tepat didepan pintu rumahnya tetapi belum sempat hendak melangkah, Kencana Emas dikejutkan oleh seseorang yang datang. Kencana Emas bertanya-tanya ada perlu apa sepuh tua ini datang kepadanya malam-malam begini, Kencana hanya menduga-duga sebelum sepuh itu mulai berbicara.” Maaf menggangumu, tetapi ada sesuatu yang harus aku sampaikan mengenai Gianjoyo kau tau kan?” Kencana Emas tidak langsung menjawab tetapi membiarkan sepuh itu menyelesaikan kata-katanya, Kencana juga bingung dirinya tidak punya urusan dengan keluarga Gianjoyo tetapi Kencana menduga jika kedatangan sepuh tua adalah untuk meminta tolong. “Ah sudahlah, mereka sedang dalam masalah, kau harus membantunya…” Sepuh itu kembali melanjutkan kalimat
Ch.6 Lembah Siluman Tubuh Lengkukup yang digendong Kencana Emas nyaris terbelah menjadi dua bagian, Kencana Emas tidak pernah menduga jika serangan semacam itu dapat berbalik arahnya. Gamya dan Xue dapat melihat dengan jelas Kencana dan Lengkukup bersimbah darah, mereka menduga jika salah satunya terkena serangan maka dijamin tidak akan selamat. Lengkukup terluka sangat parah, nafasnya hampir tidak bisa dikendalikan luka pada bagian tubuhnya cukup dalam, Kencana menebak setidaknya ada ratusan urat yang putus. Kencana tidak menoleh kebelakan dan berusaha lari sejauh mungkin dari pandangan, sambil berlari Kencana menotok jalan nadi Lengkukup. Usaha yang cukup jitu dari Kencana sehingga Lengkukup masih dapat bernafas tetapi darah tetap keluar. Kencana Emas tidak ada pilihan lain, kini dia harus menemukan tempat yang aman secepat mungkin. Di perjalanan tiba-tiba Kencana tehenti seketika mendapati jalan buntu didepannya, rumor y
Kencana Emas sedikit tertegun melihat Permata Siluman yang baru saja ditemukan dari potongan tubuh siluman yang sudah tidak berbentuk didepannya. Terlihat permata siluman itu sedikit berbeda dari biasa, warna merah menyala menunjukkan jika itu merupakan permata siluman yang sangat langka tidak seperti permata yang biasa dia jumpai. Pandangan Kencana luas menelisik keberadaan Lembah Siluman, kini dirinya sedikit merasa yakin jika tempat ini merupakan tempat yang ingin dijumpainya. Mimpi Kencana Emas seolah menjadi kenyataan ketika berhasil menginjak tanah Lembah Siluman. Hampir 1 tidak, mungkin 2 menit Kencana terdiam sambil memegangi permata siluman ditanganya. Kencana seakan lupa tentang keberadaan Lengkukup seolah ingin membiarkan Lengkukup mati begitu saja dan melanjutkan perjalanan seorang diri. “Apakah Lengkukup akan mati begitu saja? Tentu saja tidak.” Kencana beberapa kali berfikir sambil menggelengk
Kencana menyadari jika tepat disamping mereka terdapat sebuah Gua, dirinya berniat memasuki Gua yang tampak terlihat sangat menyeramkan. Kencana segera menggendong Lengkukup untuk mengobatinya kembali didalam Gua, akan tetapi baru bebarapa langkah Kencana Emas menuju Gua itu, tampak beberapa tulang belulang yang cukup besar berserakan. Kencana Emas menduga jika didalam Gua itu ada sesuatu yang bernyawa, Kencana Emas berteriak dengan keras seolah memanggil penghuni Gua itu keluar, seketika itu teriakkan Kencana Emas mendapat tanggapan dari penghuni Gua. Suara raungan menggema didalam Gua diiringi sesosok yang menyeramkan menampakkan kaki kakinya yang begitu besar, mata yang mengeluarkan cahaya kemerahan, seketika melotot kearah Kencana Emas tetapi Kencana Emas membalas dengan tatapan dingin sorot mata itu tanpa bergeming sedikitpun. Sosok itu rupanya siluman lumut yang hampir berumur 100 tahun, keberadaanya sudah se
Kencana menjadi satu dari sedikit orang yang selamat dari desanya, karena selama ini Kencana pergi bersama sang guru sebagai pengembara, dengan niat membalaskan dendam Kencana menghabiskan hampir seluruh waktu, untuk berlatih tenaga dalam dan seni bela diri. Hingga dia berhasil mengumpulkan 50 lingkaran tenaga dalam hanya dalam waktu 20 tahun, pada akhirnya Kencana tidak pernah merasakan hal yang dianggap mudah oleh kebanyakan orang seperti cinta. Kencana Emas tidak ingin jika Langkukup bernasib sama dengannya, tanpa menunggu lagi Kencana membuka kantong kulit yang masih terikat. Kencana sedikit merasa aneh, terlihat kantong kulit yang sebelumnya basah oleh darah dari tubuh Lengkukup kini sudah kering bahkan tidak ada noda sedikitpun. Perlahan Kencana memegangnya, terbesit dipikiran Kencana untuk memakainya sendiri supaya bisa membalaskan dendam pribadinya. Akan tetapi tentu Kencana tidak ingin Lengkukup mati karen
Sosok itu kembali berkata yang membuat Kencana sedikit merasa ketakutan, karena telah membangkitkan salah satu iblis kemuka bumi. Namun Kencana masih sedikit tenang, mengetahui jika hati iblis itu dapat dikendalikan dengan Kitab Surgawi yang kini berada disekitar Lembah Siluman. Kencana hanya butuh waktu sampai Lengkukup berusia 20 tahun, sementara Lengkukup sekarang masih berumur 7 tahun, Kencana menebak jika dirinya harus mendapatkan Kitab Surgawi paling lambat 12 tahun lagi karena 1 tahunnya pasti digunakan untuk persiapan. Kini hati iblis yang sudah bangkit itu sangat menyesal karena telah mendapat wadah yang salah dan terjebak didalam tubuh Lengkukup. “Kau pasti penyebabnya? Kau harus membayar semua ini!” Tiba-tiba sosok yang mengambil alih tubuh Lengkukup kemudian menyerang Kencana Emas tanpa perhitungan. Gerakkannya sangat lincah, dan memilki pola yang aneh, Kencana Emas hampir t
Kencana sangat terkejut mendapati Lengkukup sudah sadar bahkan kondisinya jauh lebih baik, dan yang lebih mengejutkan bagi Kencana adalah kekuatan dari Lengkukup. Kencana menebak jika hati iblis telah menyatu dengan Lengkukup sehingga Lengkukup mempunyai kekuatan yang sangat besar, mata Kencana berkaca-kaca mendapati hal itu, tidak pernah diduganya Lengkukup akan sembuh dengan sangat cepat. Kencana ingin bertanya kepada Lengkukup tetapi belum sempat Kencana membuka mulut puluhan siluman yang tersisa menyerang mereka berdua secara bersamaan. “Biar aku atasi sendiri paman..!” ucap Lengkukup sangat percaya diri seraya menyambut siluman yang datang. Beberapa siluman yang menyerang sempat merasa ragu menghadapi Lengkukup, tetapi mereka tetap menyerang karena rekan mereka sudah terlalu banyak yang tewas ditangan Kencana Emas. Mendapati hal itu Kencana tidak ingin berdiam diri, terlebih deng
Kencana tiba dihadapan Lengkukup yang telah terjatuh sebelumnya, nafas Lengkukup sangat memburu tetapi perlahan membaik, dirinya membuka mata dan mendapati Kencana Emas tengah memeriksa dirinya. Lengkukup tidak begitu peduli dengan kehadirian Kencana yang mungkin sedang berhati-hati dengannya, yang Lengkukup rasakan sekarang ialah nyeri disekujur tubuhnya. Bahkan tangan Kencana sempat ditepis hanya karena Kencana membantu Lengkukup sekedar untuk duduk saja. Kencana ingin membantu, karena merasa iba dengan keadaan yang tengah dirasakan oleh Lengkukup. “Leng, biarkan paman sedikit membantu!” ucap Kencana lirih. “Tidak usah paman, aku masih bisa berdiri…” sahut Lengkukup dengan tertatih menguatkan kakinya seraya berdiri. “Leng, jika kau merasa susah paman selalu ada untukmu. Paman berjanji demi dewa kayangan!” Batin Lengkukup bergejolak setelah Kencana berkata demikian, tiba-tiba