Ch.6 Lembah Siluman
Tubuh Lengkukup yang digendong Kencana Emas nyaris terbelah menjadi dua bagian, Kencana Emas tidak pernah menduga jika serangan semacam itu dapat berbalik arahnya. Gamya dan Xue dapat melihat dengan jelas Kencana dan Lengkukup bersimbah darah, mereka menduga jika salah satunya terkena serangan maka dijamin tidak akan selamat.
Lengkukup terluka sangat parah, nafasnya hampir tidak bisa dikendalikan luka pada bagian tubuhnya cukup dalam, Kencana menebak setidaknya ada ratusan urat yang putus. Kencana tidak menoleh kebelakan dan berusaha lari sejauh mungkin dari pandangan, sambil berlari Kencana menotok jalan nadi Lengkukup. Usaha yang cukup jitu dari Kencana sehingga Lengkukup masih dapat bernafas tetapi darah tetap keluar.
Kencana Emas tidak ada pilihan lain, kini dia harus menemukan tempat yang aman secepat mungkin. Di perjalanan tiba-tiba Kencana tehenti seketika mendapati jalan buntu didepannya, rumor yang dikatakan jika diarah selatan tepatnya di ujung hutan, disanalah Curup 7 Kenangan berada. Kencana tidak pernah menduga jika dirinya akan sampai ketempat yang selama ini dicarinya.
Tempat yang menyimpan sejuta misteri, bahkan dikabarkan Kitab Surgawi berada didalam Curup 7 Kenangan ini. Kencana tidak punya waktu untuk berfikir apa lagi untuk memilih, terlebih lagi dia harus mengobati Lengkukup secepat mungkin, “Aku harus cepat jika tidak nyawa anak ini bisa melayang…” batin Kencana.
Kencana memutuskan dirinya akan mempertaruhkan nyawa dan bertaruh keberuntungan. Tiga detik sebelum Kencana Emas melompat kedalam Curup 7 Kenangan, Kencana Emas mengaliri tubuhnya dengan seluruh tenaga dalam yang dia miliki. Dari arah utara Kencana dikejutkan dengan kedatangan Gamya dan Xue yang beberapa waktu lalu tertinggal dibelakang kini berhasil mengejar, Kencana tidak menduga jika mereka bisa mengejarnya secepat ini.
Rupanya mereka mengikuti darah yang tercecer dari tubuh Lengkukup, Xue menunjuk kearah Kencana Emas seakan memberi tau gurunya. Kencana menarik nafasnya dalam lalu melompat tanpa pertimbangan yang cukup.
Disisi lain Gamya dan Xue baru saja tiba ditepian Curup 7 Kenangan mereka sadar jika mereka telah terlambat, “ Guru aku rasa kita telah kehilangan Pusaka Langit…” ucap Xue kepada Gamya seraya menunjuk kebawah tepat kearah Kencana melompat. “Aku rasa juga demikian, tapi yang lebih penting Kencana akhirnya bisa tewas. Tidak ada yang berhasil kembali jika sudah masuk kedalam Curup 7 Kenangan ini.”
Gamya memutuskan untuk pergi ketika tidak memiliki pilihan selain melepas Pusaka Langit dari incarannya. Xue sebenarnya tidak ingin cepat berlalu terlebih dirinya belum smepat membalas luka yang diderita akibat Lengkukup. Sesekali Xue menoleh kebelakang tetapi langkahnya tetap megikuti Gamya gurunya.
“Semudah itukah Kencana tewas? mungkin tidak…”
Beberapa menit berlalu Kencana Emas tidak sedikitpun berkedip ketika angin menerpa, tangannya memeluk erat Lengkukup, berusaha menyeimbangkan tubuh namun Kencana Emas belum menemukan dasarnya, Kencana menduga jika dasarnya akan segera terlihat tetapi hampir 1 jam lamanya Kencana belum juga ada tanda dirinya akan menyentuh tanah.
Kencana semakin panik ketika melihat Lengkukup hampir tidak bernafas. Hampir tidak ada harapan bagi Kencana, ketika tubuhnya mulai tidak bisa mempertahankan keseimbangan, bahkan tenaga dalam yang dia miliki hampir habis, “Aku rasa kali ini aku tidak beruntung…” batin Kencana kembali berbisik.
“Benarkah kali ini tidak ada keberuntungan atau akan datang keajaiban?”
Ketika tubuhnya terombang ambing, bak seonggok daun yang diterbangkan angin Kencana merasa dirinya akan segera menemui ajal. Namun Kencana dikejutkan oleh kantong kulit yang disimpannya menyala kemerahan, cahaya itu semakin lama semakin membesar. Rupanya Pusaka Langit bereaksi ketika darah yang mengucur deras dari tubuh Lengkukup membasahinya. Kencana memperhatikan jelas cahaya merah itu semakin membesar tetapi Kencana tidak kuasa melihat cahaya itu sehingga dirinya menutup mata dan tiba-tiba tampak pepohonan sudah dekat dengan dirinya ketika cahaya itu ikut menghilang.
Angin bertiup sangat kencang, Kencana Emas hampir kehilangan keseimbangannya, dengan cepat Kencana berputar beberapa kali dan dengan ilmu meringankan tubuh miliknya, Kencana Emas menginjak pepohonan seolah itu adalah tempat bermain, dirinya berlari diatas dedaunan. Dengan sekejap mata akhirnya Kencana berhasil sampai disebuah Lembah anta beranta.
Kencana Emas memutar otak tidak mengerti apa yang telah terjadi,dirinya sedang berfikir tetapi tidak menemukan jawaban. Melihat tubuh Lengkukup sudah sangat pucat bahkan terasa kaku, Kencana menduga lengkukup sudah tidak bisa diselamatkan. “Maafkan aku…” gumam Kencana dirinya berniat meninggalkan Lengkukup tetapi Kencana ingin memastikan terlebih dahulu. Kencana lantas memeriksa nadi Lengkukup, bagai sebuah keajaiban jantung Lengkukup masih berdetak meski tidak terlalu kuat.
Kencana Emas terdiam sesaat, sebelum kembali memutar otaknya. Sebuah ide terpintas oleh Kencana supaya bisa memberikan sedikit tenaga kepada Lengkukup. Hal pertama yang Kencana lakukan ialah merobek pakaiannya lalu membalut luka Lengkukup sebisanya, karena luka itu cukup besar robekan pakaian Kencana tidak cukup untuk menutupi semuanya.
Hal kedua yaitu mencari Permata Siluman, Kencana beranggapan dirinya berhasil tiba di Lembah Siluman meski tidak begitu yakin. Di dunia persilatan Permata Siluman merupakan sesuatu yang sangat berharga bahkan tidak jarang orang akan membelinya dengan harga yang sangat tinggi tergantung seberapa besar Permata Siluman yang dimiliki.
Hasiat yang luar biasa dari Permata Siluman yang bisa meningkatkan tenaga dalam secara cepat membuatnya sering diburu dan diperjual belikan. Kencana sedikit merasa beruntung karena bisa mencari Permata Siluman untuk mengobati Lengkukup tetapi jika tebakannya itu benar. Kencana sedikit menoleh kekanan dan membiarkan Lengkukup terbaring ditanah begitu saja, tampak dari kejauhan ada sosok tinggi besar sedang berjalan kearahnya, sosok itu mengeluarkan suara yang menggelegar.
“Kebetulan sekali aku sudah sangat lapar, terlebih aku juga bisa mendapatkan Permatanya…” Ucap Kencana sambil tersenyum seraya menyusul sosok yang dilihatnya tetapi Kencana sedikit terkejut ketika sosok itu ikut bereaksi ketika Kencana menimbulkan gerakan. Tak sedikitpun Kencana memperlambat gerakan seraya mencabut Pedang Pusaka miliknya. Jarak mereka sudah semakin dekat, Kencana melihat tampak gigi dari sosok itu begitu besar dirinya menduga itu adalah sosok Siluman yang berumur hampir puluhan tahun.
Ketika jarak Kencana dan Siluman itu tidak kurang dari 10 meter dirinya menebaskan Pedang Pusaka seraya berkata, “Tebasan tujuh bintang…” serangan yang begitu dahsyat dari Kencana menciptakan 7 pedang angin sekaligus tetapi serangan itu hampir menguras seluruh tenaga dalamnya. Serangan dari Kencana begitu cepat membuat retakan tanah dijalurnya bahkan siluman itu tidak menyadari jika tubuhnya sudah terbelah menjadi 7 bagian.
“Tunggu sebentar, aku rasa akan sedikit sulit!” Gumam Kencana Emas sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kencana menarik nafas panjang, dirinya merasa beruntung karena dapat dengan mudah mengalahkan sosok Siluman yang tampaknya sangat kuat. Kencana lalu segera mencari Permata Siluman dari tubuh Siluman yang barusan dia bunuh untuk segera mengobati Lengkukup.
Ling terdiam dalam keheningan, tatapannya masih terpaku pada tempat di mana sosok berjubah putih itu menghilang. Lengkukup dan En Jio berdiri di sisinya, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Namun, pertanyaan yang menggantung di udara tidak segera menemukan jawaban."Siapa dia?" En Jio akhirnya memecah kesunyian, suaranya bergetar lemah. "Penjaga Kuil Tianlong? Aku tidak pernah mendengar tentang sosok seperti itu..."Lengkukup, yang biasanya tenang dan penuh perhitungan, hanya menggelengkan kepala. "Dia muncul tepat saat kita membutuhkannya. Entah siapa atau apa tujuannya, kita sebaiknya bersyukur."Ling menghela napas panjang, tubuhnya masih lelah setelah serangan besar yang hampir menghabisi kekuatannya. "Kita harus segera pergi dari sini. Tempat ini penuh dengan kegelapan, dan aku merasakan sesuatu yang tidak beres."Mereka bertiga mengangkat diri, meskipun tubuh mereka masih t
Sima Yan berdiri tegak di hadapan Ling, Lengkukup, dan En Jio. Aura kegelapan yang memancar dari tubuhnya membuat udara di sekitar mereka terasa berat. Pedangnya yang besar dan hitam berkilauan dengan cahaya merah yang jahat, menandakan kekuatan yang luar biasa.Ling mengepalkan tangannya lebih kuat di sekitar gagang pedangnya. Napasnya terasa berat, dan dadanya bergemuruh dengan adrenalin. Dia tahu ini bukan hanya pertarungan melawan seorang musuh yang kuat, tapi juga perjuangan untuk tetap hidup."Kita tidak bisa membiarkan dia menang!" desis Ling dengan penuh semangat, meski dia tahu dalam hatinya bahwa mereka mungkin tidak akan bertahan dari pertarungan ini.Lengkukup berdiri di sampingnya, menatap dingin ke arah Sima Yan. "Kita bertarung sampai napas terakhir. Tidak ada pilihan lain."En Jio, yang masih terluka, mengangguk dengan susah payah. Meskipun kondisinya jauh dari ideal, dia tahu tidak ada waktu untuk mundur.
Ketika mereka keluar dari gua, lembah yang dulunya gelap sekarang diterangi cahaya redup matahari yang mulai tenggelam. Udara terasa lebih berat, seolah sesuatu yang jahat menyelimuti mereka dari kejauhan. Langit di atas Gunung Tianfeng mulai berubah menjadi merah darah, pertanda bahwa bahaya semakin dekat.
Suasana di dalam ruangan besar itu mendadak tegang. Pria berjubah hitam yang berdiri di hadapan mereka tampak mengintimidasi, dengan senyum penuh kebencian yang menyiratkan keyakinan mutlak pada kekuatannya. Cahaya dari kristal elemen hijau memantul di zirah hitamnya, mempertegas aura kegelapan yang menyelimuti tubuhnya."Aku adalah pengawal elemen ini," ucap pria itu dengan suara rendah yang bergetar. "Namaku Hei Long, dan kalian tak akan bisa melewati gerbang kehidupan ini."Ling menatap pria itu dengan tajam, mempersiapkan diri. "Kalau begitu, kita tak punya pilihan lain selain melawanmu."Lengkukup dan En Jio mengambil posisi di sebelah Ling. Meskipun mereka tahu bahwa Hei Long adalah lawan yang kuat, mereka tidak punya waktu untuk ragu. Kristal elemen hijau itu adalah kunci untuk melengkapi kekuatan Kitab Dewa Naga, dan mereka harus mendapatkannya, apa pun risikonya."Serahkan saja elemen itu
Malam mulai menyelimuti perbukitan, namun Ling, Lengkukup, dan En Jio terus melangkah. Suasana semakin mencekam saat kabut tipis mulai muncul, menyelimuti jalanan setapak yang semakin sempit. Hutan lebat di kiri dan kanan mereka seolah menjadi dinding kegelapan yang tak tertembus. Hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar di tengah keheningan itu."Kita semakin dekat," kata Lengkukup, matanya terus mengawasi setiap gerakan di sekitar. "Aku bisa merasakan kehadiran sesuatu yang tidak biasa di sini."Ling mengangguk setuju. Dari kitab Dewa Naga yang berada dalam genggamannya, ia bisa merasakan energi yang semakin kuat. "Lembah itu tak jauh lagi. Energi dari elemen berikutnya sangat jelas terpancar dari sana."En Jio, yang biasanya penuh semangat, kali ini tampak lebih tenang. "Apa kalian sudah siap? Kalau pasukan hitam benar-benar menunggu di sana, ini akan menjadi pertempuran yang sulit."
Setelah berhasil mengalahkan Pengawal Bayangan dan mengamankan elemen es, Ling, Lengkukup, dan En Jio melanjutkan perjalanan mereka menuju perbukitan yang lebih rendah, meninggalkan puncak es yang mencekam di belakang. Udara di sini lebih hangat, tapi suasana tegang masih melingkupi mereka. Masing-masing terdiam, merenungkan pertempuran yang baru saja mereka lalui.“Kita sekarang memiliki dua elemen,” kata Lengkukup, memecah keheningan. “Tapi musuh kita pasti semakin sadar dengan keberadaan kita.”Ling mengangguk. “Kita harus bergerak cepat. Mereka tidak akan tinggal diam dan membiarkan kita mengambil semua elemen begitu saja.”En Jio, yang biasanya ceria, kali ini terlihat lebih serius. “Kalau mereka sudah mengirim Pengawal Bayangan, berarti kekuatan besar sedang memantau kita. Kita harus siap menghadapi mereka, kapan pun mereka menyerang.”