เข้าสู่ระบบEwan mau pergi ke ibu kota?Logan terkejut sejenak. Seolah-olah mengerti sesuatu, pandangannya tertuju ke arah Tandi.Tandi melangkah cepat, berdiri di depan Ewan. "Urusan markas belum selesai diselidiki, kamu nggak boleh pergi untuk sementara waktu. Kalau pergi sekarang, itu namanya nggak bertanggung jawab," ucapnya dengan serius."Aku mau pergi, apa yang bisa kamu lakukan?" timpal Ewan dengan nada tidak sopan."Kamu ...." Tandi marah dan panik, tidak tahu harus berkata apa."Kapan kamu tahu soal pernikahan Neva?" Ewan langsung bertanya.Tandi tahu rahasia itu tak bisa disembunyikan lama, jadi dia menjawab, "Kakek memberi tahu tadi lewat telepon.""Kenapa kamu sembunyikan dariku?" Ewan marah. "Kamu nggak anggap aku saudara?"Tandi buru-buru menjelaskan, "Bukan maksudku menyembunyikan, itu perintah Kakek. Dia nggak ingin kamu kenapa-napa. Dewa Perang juga memerintahkanku agar jangan memberitahumu untuk sekarang. Ewan, karena kamu saudaraku, aku nggak ingin melihatmu ke ibu kota."Ewan
"Eh?" Aruna menatap dengan ekspresi tak percaya. "Kok Neva tiba-tiba mau nikah? Dia nikah sama siapa? Apa Neva menyukainya?"Lisa menghela napas pelan. "Entah Neva suka atau nggak, dia tetap harus menikah. Orang yang lahir di keluarga seperti itu nggak bisa memutuskan sendiri soal pernikahan.""Kalau begitu, Ewan tahu soal ini?" tanya Aruna."Aku belum tahu. Aku akan telepon dia sekarang." Lisa segera menekan nomor Ewan.....Di barat laut, di aula markas pasukan khusus.Ewan berdiri di depan dinding, menunjuk ke arah foto peringatan dan karangan bunga bela sungkawa. "Cepat singkirkan semua ini. Dilihat saja sudah bikin aku kesal. Terus kenapa ada boneka jerami segala? Maksud kalian apa? Kalian kira aku orang bodoh?"Logan tertawa kecil dan menjelaskan, "Bukan begitu. Kami nggak bisa menemukanmu waktu itu. Kami kira kamu sudah nggak akan kembali, jadi kami buat ini untuk mengenangmu."Ewan mendengus kesal. "Jangan banyak omong! Singkirkan semuanya dari pandanganku sekarang juga atau ja
Di Papandaya, di rumah Ewan.Lisa sedang berbaring santai di sofa sambil menonton televisi. Penampilannya tampak malas. Bulu matanya yang lentik bergetar lembut setiap kali dia berkedip. Rambutnya yang hitam dan halus terurai di sisi telinga, menambah kesan menggoda.Saat ini dia sudah melepas pakaian kantornya. Blus sutra yang melekat di tubuhnya memperlihatkan lekukan tubuhnya yang memikat, terutama beberapa kancing di bagian atas yang seolah-olah bisa terlepas kapan saja ....Pinggangnya ramping, kakinya jenjang dan putih mulus, gerakan tubuhnya lembut dan anggun.Setiap bagiannya nyaris sempurna.Siapa pun lelaki yang melihat pemandangan ini pasti akan mimisan. Pesonanya terlalu mematikan!"Lisa, ayo makan dulu!" Suara Aruna terdengar dari dapur. Dia keluar sambil tersenyum, membawa hidangan yang mengepulkan aroma sedap.Lisa segera bangkit dan tersenyum. "Bibi, terima kasih sudah repot-repot.""Hais, kita 'kan satu keluarga. Untuk apa basa-basi? Ayo makan."Keduanya duduk di meja
"Apa yang kamu bilang? Ulangi sekali lagi." Suara Dewa Perang mendadak meninggi. Meskipun dia berusaha mengendalikan emosinya, Tandi masih bisa merasakan getaran kegembiraan dari nada suaranya."Aku bilang, Ewan masih hidup," jawab Tandi. "Bukan cuma hidup, dia kembali dalam keadaan utuh, sama sekali nggak terluka.""Bagus! Bagus! Bagus sekali!" seru Dewa Perang berturut-turut."Dewa Perang, tadi Kakek meneleponku. Katanya, Neva dan Sufian akan mengadakan pernikahan lusa. Aku khawatir kalau Ewan tahu soal ini, dia pasti akan pergi ke ibu kota."Belum sempat Tandi menyelesaikan kalimatnya, Dewa Perang langsung memberi perintah tegas. "Untuk sementara, jangan beri tahu Ewan soal ini. Sembunyikan darinya."Dewa Perang berkata, "Ewan itu orang yang sangat setia. Hubungannya dengan Neva nggak biasa. Begitu dia tahu Neva akan menikah, dia pasti berangkat ke ibu kota.""Tapi kekuatannya sekarang masih kurang. Dia belum cukup kuat untuk menandingi Keluarga Polin dan Keluarga Wibowo. Jadi, dia
"Apa?" Tandi terkejut dan bertanya, "Kok bisa mereka menikah secepat ini? Sebelumnya sama sekali nggak ada kabar, 'kan?""Aku juga baru saja menerima undangannya," kata Traco. "Aku sudah tanya ke beberapa teman lama, mereka juga baru menerima undangan hari ini. Sepertinya Keluarga Polin dan Keluarga Wibowo memang sudah menyiapkannya sejak lama, cuma baru sekarang undangannya dikirim.""Oh ya, Tandi, kamu mau pulang nggak? Kalau kamu pulang, aku akan ajak kamu ke pernikahan mereka.""Aku pulang," jawab Tandi pelan sambil melirik Ewan yang sedang dikerumuni para prajurit. Ewan sedang tertawa dan bercanda di tengah mereka. Kemudian, dia menurunkan suaranya, "Kakek, sepertinya Ewan juga akan ke ibu kota.""Ewan?" Traco terdengar heran. "Bukannya dia sudah gugur?"Tandi menjawab, "Bukan cuma nggak gugur, dia bahkan sama sekali nggak terluka. Begitu dia tahu Neva mau menikah dengan Sufian, dia pasti akan berangkat ke ibu kota.""Tandi," ujar Traco dengan nada serius. "Menurutku, sebaiknya un
"Dia itu hantu! Dia menipu kita!""Saudara-saudara, ikut aku! Tembak! Hancurkan dia ....""Berhenti!" Seorang prajurit baru saja hendak menembak ketika Tandi berteriak menghentikannya. Dia menatap tajam ke arah Ewan dan bertanya, "Kamu ... benar-benar Ewan?"Ewan memarahi dengan jengkel, "Aku ini Ewan atau bukan, masa kamu nggak tahu?"Tandi menahan diri dan bertanya dengan serius, "Maksudku, kamu benar-benar masih hidup?""Kenapa? Kamu berharap aku mati?" Ewan menggerutu, "Untung aku masih punya nasib baik, bisa selamat di saat genting. Kalau nggak, hamparan pasir itu sudah jadi kuburanku!""Kamu benar-benar masih hidup?" Tandi masih belum sepenuhnya percaya. Dia melangkah maju, meraba wajah Ewan, lalu bahunya, dadanya, tangannya, bahkan terus turun ....Plak! Ewan langsung menepis tangannya. "Minggir! Aku nggak doyan laki-laki!"Belum sempat dia lanjut berbicara, Tandi sudah langsung memeluknya erat."Kamu mau ngapain ...." Ewan baru hendak mendorongnya, tetapi Tandi sudah berkata de







