MasukBumi hanya seorang freelance editor dengan penghasilan tak menentu. Atap rumahnya bocor, gas dan beras habis sering tak terbeli. Di mata mertuanya, ia adalah menantu gagal—tak layak mendampingi putri mereka, Tari. “Tiga tahun pernikahan! Kita sudah terlalu lama memberi kesempatan,” kata Ayah Tari tegas. “Dan apa hasilnya? Tari hidup kekurangan. Lebih baik dia hidup bersama Ayah dan Ibu saja." Tari pun memilih pergi. Meninggalkan Bumi demi kenyamanan. Demi status. Demi harapan yang lebih pasti. Tapi hidup tak berhenti di titik terendah. Setelah perceraian itu, Bumi malah mendapat tawaran pekerjaan yang mengubah statusnya. Kini, ia bekerja di kota terbesar di dunia. Ia tak lagi dihina. Ia dihormati. Saat Tari melihat Bumi yang dulu ia tinggalkan ... Apakah penyesalan bisa mengubah masa lalu?
Lihat lebih banyakRadit awalnya mengabaikan pesan WhatsApp dari nomor tak dikenal itu. Namun begitu membaca nama pengirim—Reno, keponakan jauh dari sepupu ibunya—ia menghela napas dan akhirnya membuka pesan tersebut:> "Om Radit, maaf mengganggu. Saya mau tanya sesuatu… Om bersedia nggak jadi investor film pendek indie? Teman-teman kampus saya lagi bikin proyek akhir. Kami butuh dana 75–100 juta."Radit memijit kening. Sudah terlalu sering ia menerima pesan serupa, dan biasanya berakhir pada permintaan pinjaman uang. Ia hampir menutup chat ketika pesan berikut menyusul:> "Filmnya horor, Om. Judulnya Tolong. Durasi 30 menit. Konsepnya festival, bukan komersial. Jadi kami nggak bisa janji balik modal. Tapi… kalau Om bersedia, nama Om masuk di credit title sebagai Executive Producer."Kali ini Radit berhenti. Dua kata itu seperti mengetuk bagian dirinya yang jarang tersentuh: Executive Producer. Ia bahkan tak sepenuhnya paham a
Sita dan Bumi saling melirik, siaga.“Jadi…” William menarik napas, “Emmet… wants to make a film.”Sepersekian detik ruang menjadi hening. Mahasiswa yang tadinya hanya mendengar sambil lalu, kini merunduk mendekat tanpa sadar.“Film apa?” tanya Sita, meski firasatnya mulai menebak arah pembicaraan.William menatap Kirana sekejap, kemudian kembali ke layar. “Sita… Emmet wants to adapt Stories from Earth into a movie.”Sita terpaku.Bumi bahkan kehilangan kedipan, menatap layar seperti tak yakin mendengar benar.“Wait—apanya?” Bumi memastikan. “Stories from Earth-nya Sita? Novel yang itu?”Sita menghela napas pelan, dada naik turun.William mengangguk mantap. “He thinks it’s brilliant. The themes, the arcs, the visual world… he sees something powerful in it. Powerful enough to pitch to a studio.”S
Kirana mulai menjadi sorotan publik di Amerika. Bukan hanya karena reputasinya sebagai aktris internasional, tetapi juga sebagai istri dari William Lewis—sinematografer muda yang tengah naik daun. Media hiburan kerap memotret mereka diam-diam, lalu membubuhkan narasi manis atau sensasional.Foto Kirana menyuapi William saat sang suami sibuk menatap monitor kamera tersebar di media sosial; video William merapikan kerah kemeja Kirana di parkiran sebelum mereka masuk ke sebuah toko kecil menjadi perbincangan hangat. Bahkan, wajah dan kulit Kirana yang dianggap “eksotis” oleh publik Amerika pun ikut menjadi bahan tulisan.Di kampus, Kirana tak kalah ramai dikelilingi mahasiswa setiap selesai mengajar. Banyak dari mereka berharap Kirana dapat membuka jalan agar mereka bisa terlibat dalam film berikutnya yang mungkin ia bintangi. Kirana selalu menceritakannya kepada William dengan tawa yang tak bisa ia tahan.“Fiuh…,” William menjat
Pandu bersiul pelan, menegakkan tubuh, lalu menyandarkan diri ke sofa sambil menyilangkan tangan di dada—seolah siap memberi komentar kelas dunia. “Apa yang harus kukatakan…” Ia menoleh dramatis ke Sita dan William. “Hollywood wife? Tidak.” Ia menunjuk Kirana dan William bergantian. “Kau meninggalkan kampus prestisius di Paris untuk mengajar di kampus Amerika. Kau aktris; dia sinematografer Hollywood. Kalian itu…” Pandu mengangkat dagu, menatap mereka seolah sedang mempresentasikan poster film. “…power couple.”William menepuk dada bangga—pura-pura seperti bintang film Marvel yang baru keluar red carpet. “You hear that?” katanya pada Kirana, mencondongkan bahu. “Power couple. I like that.”Kirana terkekeh kecil, tetapi matanya sedikit berkilat—ada haru yang ditahan. Ia menatap wajah-wajah di hadapannya satu per satu. Wajah-wajah yang menjadi kotak harta karunnya selama ini—rumah yang selalu ia pulang, meskipun jarak memisahkan.






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Ulasan-ulasan