Share

Bab 8

Ia masih terus berusaha melepaskan diri dengan sisa tenaganya dari tubuh Aksa yang mengunci tubuhnya. Namun, semakin Shikha mencoba akan sia-sia pula usahanya.

"Semakin kau mencobanya, maka semakin sia-sia pula usahamu."kata Aksa, ia kembali mengusap wajah Shikha dengan sensual, membuat Shikha bergerak gelisah karena mendapat sentuhan jemari Aksa.

"Jangan sentuh aku, Tuan Aksa!"pekik Shikha terus memberontak dalam kungkungan Aksa, sapuan jemari Aksa pada leher jenjangnya semakin menjadi-jadi. Teriakan wanita itu sama sekali tak didengar Aksa, menurutnya itu hanyalah sebuah perintah untuk terus menyentuh seluruh tubuh Shikha.

"Mengapa aku tak boleh menyentuhmu seperti ini? Aku ini suami sah-Mu secara agama maupun negara,"kata Aksa, kenyataan itu benar adanya, meskipun Shikha berusaha keras membantahnya.

"Bagian ini,"Aksa menyentuh kening Shikha.

"Adalah milikku seorang,"katanya senang.

"Bagian ini pula,"jemari telunjuk Aksa bergerak menyentuh kedua mata hazel milik Shikha secara bergantian.

"Milikku, meskipun ia selalu melihatku dengan tatapan penuh kebencian yang kentara."kata Aksa miris, nyatanya itu benar terjadi. Meskipun mata hazel itu sangat teduh, namun bagi Aksa ia melihat sisi lain dari tatapan mata hazel itu.

"Ini, ini, ini, ini, dan ini."jemari Aksa bergerak menyentuh, kedua pipi Shikha, hidung, dagu dan yang terakhir berhenti tepat di atas bibir berwarna pink milik Shikha, Aksa mengusap bibir Shikha penuh sensual.

"Ini milikku, yang selalu menghinaku, meneriakiku serta menilaiku dari satu sudut pandang saja,"lirih Aksa, wajahnya semakin mendekat kearah wajah Shikha yang pias.

"Aku suka semua yang menjadi milikku,"Aksa menurunkan cekalan tangannya yang mencengkram tangan Shikha di atas kepala, lalu mengecupnya sekilas.

Aksa kembali menengadah, tatapannya jatuh pada mata hazel yang sayu itu. "Tapi, disisi lain aku begitu membencimu. Wanita angkuh, lugu, serta dingin sepertimu itu sungguh mengganggu kehidupanku,"kata Aksa tertawa begitu sumbang, wajah dengan garis rahang yang tegas serta tatapan mata tajam, namun tetap teduh itu begitu bahagia. Ia berhasil menerbang tinggikan Shikha, lalu menjatuhkannya begitu dalam.

Aksa menaikkan dagu Shikha dengan jemari telunjuknya, ia mengeluarkan senyum sinisnya.

"Tapi, aku sungguh terkesan akan keberanianmu, Baby."kata Aksa menekan kata 'keberanian' dan di akhiri helaan nafas panjang, aroma nafas mint yang memenuhi rongga pernafasan Shikha, jarak mereka memang sangat dekat, bahkan Aksa dapat merasakan detak jantung Shikha yang berpacu begitu cepat. Pahatan wajah wanita berusia 20 tahun itu begitu indah, alis dengan garis hitam yang begitu tebal serta tegas, bibir berwarna peach miliknya yang begitu seksi, ah...rasanya Aksa ingin sekali mencicipi bibir seksi istrinya itu.

Namun, bayangan angan terlintas begitu saja, pahit dan kelamnya sekarang ini semua karena ulah wanita ini. 

"Pergilah,"kata Aksa, ia telah mengurai lingkungannya. 

Shikha mengambil begitu banyak pasokan udara yang kurang dalam rongga pernafasannya, terjebak dalam kungkungan Aksa? Sungguh! Shikha tak Ingin itu kembali terulang.

Shikha berjalan cepat keluar dari ruangan Aksa, pria dingin itu masih menatap punggung Shikha yang perlahan jauh dari pandangannya. Ia sungguh gemas akan sikap wanitanya itu, tunggu! Aksa bahkan belum menyentuh seluruh tubuh Shikha, bagaimana bisa ia mengklaim Shikha adalah wanitanya? Ah...rasanya Aksa ingin sekali menelan utuh-utuh, tubuh mungil istrinya itu.

Ponsel yang berada disaku jas miliknya bergetar, sebuah panggilan yang sama sekali tak ia kenali nomornya.

Aksa menekan tombol berwarna hijau, namun ia masih diam, menunggu suara si pemanggil.

"Kau pasti mengenalku, Tuan muda Areyd. Katakan, dimana Shikha berada!?"kata sosok pria diujung Sana dengan suara lantang. Aksa menarik satu sudut bibirnya, ia sungguh mengenal suara sosok ini. Bahkan, ia begitu senang akan kabar mengenai pria ini.

"Apa kau kini telah menjadi pria bisu, Areyd!? Jawab pertanyaanku, sekarang!"sentak pria itu, ketika semua perkataannya tak mendapatakan respon dari Aksa.

"Don't be a cheapskate,"kata Aksa dingin.

"Aku tau kau menghubungiku karena kau sedang membutuhkan uang, bukan?"Damn! Bagaimana Aksa dapat mengetahui maksud dan tujuannya menghubungi Aksa siang menjelang sore hari ini.

"Mengapa kau diam, Carlos? Apakah tebakanku kali ini meleset?"sulit ditepis, Aksa bukanlah pria yang sangat mudah tertipu akan tipu muslihat musuhnya. Bahkan, tebakannya kali ini sangat tepat.

"Aku telah mengetahui seluruh rencanamu untuk menggagalkan kepulangan ayah mertuamu, Tuan Areyd."kata Carlos, terdengar tawanya bernada meremehkan.

Aksa telah mengetahui rencana busuk Carlos, ia sengaja memancing emosinya, lalu ketika Aksa telah tersulut emosi. Ia akan bertindak sebagai pahlawan yang dengan senang hati membantu Aksa menjalankan rencana, bodoh sekali. Ini begitu mudah ditebak oleh akal cerdik Aksa.

"Stay out of it, Carlos."peringat Aksa, namun tawa Carlos semakin pecah. Ia begitu senang menghasut CEO yang terkenal cerdik dan tentunya sangat manipulatif ini. Putra tunggal pewaris tahta kerajaan bisnis Dwi'ken Company, pahatan sempurna wajahnya serta kecerdasan pola pikirnya, begitu melekat pada jati diri seorang Aksa.

Sedari kecil kecerdasannya telah dibentuk, ketegasaan sang Papi mendidik Aksa tak perlu diragukan, bahkan Aksa adalah duplicate dari sang Papi. Dari sifat serta tingkah lakunya begitu mirip dengan Papinya, namun sedikit perbedaan mereka dari mereka adalah sifat Aksa yang begitu kasar pada semua orang, tanpa terkecuali.

"Don't procrastinate! Aku tak punya waktu dengan semua omong kosongmu!"sentak Aksa, bahkan aura dingin sampai menjalar keseluruh tubuh Carlos, meskipun hanya mendengar melalui ponsel saja.

"Aku mencintai wanitamu, Tuan Areyd. Lusa, akan kupastikan aku dapat menggenggam wanitamu, kemudian membawanya kedalam dekapanku untuk selamanya."Aksa tertawa renyah, omong kosong yang keluar dari mulut Carlos begitu memuakkan bagi Aksa.

"Aku bersungguh-sungguh, Areyd!"bentak Carlos tak terima atas hinaan Aksa.

"Coba saja, aku ingin melihat sejauh mana kemampuanmu dalam merebut Shikha dari genggamannya."ujar Aksa, ia sama sekali tak takut akan ancaman Carlos.

"Baiklah, kau menginginkan perang. Maka, kita akan bertarung mulai sekarang."Carlos berdecih, ia sungguh tak sabar ingin melihat wajah Aksa yang dingin berubah menjadi pias, ketika kekalahannya terjadi.

"Kau mungkin tak cukup sakit tertusuk belatiku tepat di atas jantungmu, maka dari itu kau ingin menambah koleksi luka yang baru ditempat yang berbeda pula."bagaimana bisa Carlos melupakan peristiwa itu, ketika Aksa menikamnya dengan menggunakan belati putih kesayangannya dua bulan silam, tepat di malam itu ia melangsungkan pernikahannya dengan seorang wanita yang sangat ia cintai, hingga sekarang ini perasaannya kepada Shikha tak pernah berubah.

"Kau pikir, uang yang kau berikan untuk menutup mulutku akan kebusukan rencanamu itu akan membuatku bungkam, Tuan Areyd?"

"Tidak, uang itu telah ku kembalikan kepada anak buahmu tanpa sepengetahuanmu."Darah Aksa mendidih, buku-buku jemarinya memutih. Seorang penghianat baru saja muncul disekitarnya, ini tak bisa dibiarkan. Aksa menyeringai besar, tanpa menunggu perkataan selanjutnya, Aksa menutup panggilan lalu memblokir nomor Carlos secara sepihak. Ia membanting kasar ponselnya, hingga ponsel itu tak berbentuk lagi.

"Aku membenci seorang penghianat. Akan ku pastikan, tubuhnya akan diberada dalam perut hiu milikku,"jika tak menepati janjinya, itu bukanlah seorang Aksa. Berani mengibarkan bendera perang, maka harus berani menerima kekalahan telak dari Aksa.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status