Carlos, pria berusia 23 tahun itu merupakan anak yatim piatu yang tinggal satu panti asuhan dengan Shikha, istrinya. Kedekatan mereka bermula, ketika Carlos yang tengah duduk sendiri di bangku taman dalam kondisi menangis, Shikha yang waktu itu telah selesai membuat cake coklat bersama ibu panti pun ikut duduk di samping Carlos. Shikha memberikan cake itu pada Carlos, anak perempuan yang sangat cantik, mata bulat hazel, hidungnya yang begitu mancung, serta pipinya yang bulat seperti kue bakpao itu terasa begitu menggemaskan dimata Carlos. Ia mulai menaruh hati pada Shikha, hingga usia mereka telah beranjak remaja, rasa yang muncul dari lubuk hati Carlos semakin membuncah, getaran serta sengatan yang berbeda saat Carlos berada di samping Shikha, semakin menggebu-gebu.
Puncaknya, ketika usia Shikha genap 20 tahun. Carlos pikir itu usia yang tepat untuk melamar Shikha, waktu itu ia mengirim pesan pada Shikha untuk menemui dirinya di taman, taman yang dahulu menjadi tempat Shikha dan dirinya bertemu serta menaruh perasaan pada wanita yang usianya tiga tahun lebih muda darinya.
Ia sungguh tak sabar ingin bertemu gadis pujaannya, sorot matanya menunjukan kebahagiaan yang telah ia tata sedemikian rupa agar terus hidup bersama dengan kekasihnya kelak.
Carlos menatap arloji gold dipergelangan tangan kirinya, jam sudah menunjukkan pukul 5.00 pm, namun kehadiran sosok gadis itu belum ada titik terang. Pesan yang sedari tadi ia kirim pun tak kunjung mendapat balasan dari gadis itu, apa yang terjadi pada dirinya? Shikha bukanlah orang yang ingkar pada janjinya sendiri. Jika ia mampu, maka ia akan berjanji, namun sebaliknya.
"Apa yang terjadi padanya, dia bukanlah gadis yang seperti itu, yang ingkar pada janjinya,"pikir Carlos penuh rasa percaya.
"Mungkin sebaiknya aku pulang saja, dan melihat kondisinya sekarang,"gumam Carlos.
Jarak antara taman dengan panti asuhan hanya beberapa KM saja, mungkin jika ditempuh dengan berjalan kaki, maka akan membutuhkan waktu sekitar 10 menit. Bangunan dengan ornamen klasik itu tampak kukuh, meskipun telah termakan usia, cat berwarna dark silver masih terlihat kilap, taman kecil didepan panti pun masih terawat. Namun, satu yang menarik perhatian Carlos, mobil-mobil mewah yang telah terparkir rapi dihalaman samping. Memang, bukan kali pertama mereka dikunjungi oleh para pengusaha kaya yang datang untuk memberikan donasi mereka kepada pihak panti.
Saat tubuh jangkung itu menelisik kedalam, alangkah terkejutnya dirinya. Terlihat gadis pujaannya yang sedari tadi ia harapkan kehadirannya, kini terlihat cantik memakai gaun pengantin. Hati kecilnya begitu tersayat, batinnya merintih, harapannya hancur, serta mimpi yang telah ia bangun hidup bersama Shikha kini telah sirna.
Ketika tubuhnya ingin memasukki ruangan itu, tangannya lebih dulu dicekal oleh beberapa sosok berseragam hitam dengan tubuh kekarnya, mereka menyeret tubuh Carlos dan membawanya keluar.
"Lepaskan aku, sialan!"tegas Carlos.
Saat tubuhnya dilepaskan oleh pria kekar itu, datanglah sosok lain yang muncul dari belakang pria yang menahan tubuhnya tadi. Garis rahang yang tegas, bulu pada alisnya yang begitu gelap, serta sorot mata tajam menikam milik pemuda itu, semakin membuat kadar ketampanannya di atas rata-rata. Namun, pertanyaannya adalah, siapa pemuda tampan ini? Lantas ada maksud apa dirinya berada disini? Berulangkali pertanyaan akan sosok pria yang ia yakini usianya terpaut lebih muda darinya, terus menggenang dalam pikiran Carlos.
"Siapa kalian? Mengapa aku--"tanpa menunggu kalimat selanjutnya, pria tampan itu menyeret Carlos menuju salah satu mobil berwarna hitam, mobil yang kini membawanya ntah kemana, melaju menembus senja, melewati hutan lebat, dan berhenti di depan bangunan tua, namun sepertinya masih terawat dan sering dikunjungi oleh sipemilik.
Pria yang ia yakini boss para pria kekar berseragam hitam itu, turun lebih dulu. Dan setelahnya diikuti para anak buahnya yang turut serta membawa paksa Carlos.
"Tak perlu basa-basi, aku akan memberimu sejumlah uang. Tapi, dengan syarat kau tak boleh bertemu dengan Shikha selamanya."kata pemuda itu langsung keinti masalah.
Carlos mengerang, siapa ia yang berani memerintah dirinya untuk menjauh dari gadis pujaanya? "Aku tak membutuhkan uangmu, dia gadisku. Jika kau ingin mendapatkannya, maka kau harus melangkahi mayatku!"bentak Carlos dengan rasa emosi yang menggebu.
Pria muda yang tengah duduk dikursi itu tersenyum sinis, bahkan dirinya tak gentar karena ancaman pria bodoh ini. Pria itu memberi kode/tanda kepada para anak buahnya dan setelah itu, para anak buahnya keluar dan mengunci Carlos serta bos di dalam sana.
"Ku dengar...kau adalah pria bijaksana yang ahli memanah," pemuda tampan itu melemper sebuah busur panah serta anak panah ke arah Carlos, dengan respon yang baik, Carlos berhasil menangkapnya.
"Aku ingin tahu, seberapa cepat anak panah itu melesat menusuk jantungku,"kata pemuda itu, tanpa rasa takut sedikitpun, bahkan wajahnya begitu tenang.
"Namun, aku juga akan melempar belati ini tepat pada jantungmu. Tenang saja, aku tidak akan berlaku curang padamu, kita akan saling menyerang dengan waktu dan detik yang sama."Carlos masih memperhatikan pemuda itu dengan serius.
"Bagaimana? Kau menerima tantanganku?"tanya pemuda tampan itu.
"Tentu!"jawab Carlos dengan lantang, membuat pria itu tersenyum penuh kemenangan.
Beberapa detik kemudian, panah serta belati itu sama-sama melesat dengan cepat, menuju target yang semula ditentukan itu. Sepersekian detik suara benda besar yang jatuh kelantai, mengundang rasa khawatir para pria kekar yang sedari tadi masih setia berdiri di depan ruangan itu. Meraka langsung bergegas masuk dan melihat pristiwa apa yang terjadi.
"Mengapa kalian cemas seperti itu?"tanya Aksa, ya tentu saja pria itu adalah Aksa.
"Aku hanya sedang berlatih melempar belati, kalian tahu bukan? Jika aku telah cukup lama tidak bermain-main dengan benda kesayanganku ini?"Aksa berdiri mendekat tubuh Carlos yang telah terkapar dengan belati hitam yang tertancap pada dadanya. Aksa mencabutnya perlahan, hingga membuat Carlos merintih kesakitan.
"Aku telah menawarkanmu itu, namun kau menolak dan mengancamku. Kau pikir aku takut denganmu, huh?"tanyanya Aksa berjongkok untuk mensejajarkan tubuhnya dengan Carlos.
Setelah lelah Carlos menahan rasa sakit itu, kini pria jangkung itu memejamkan mata. Aksa memberi kode pada para anak buahnya untuk membawa Carlos ke rumah sakit milik keluarganya yang jaraknya tidak jauh dari villa ini.
Sejak beberapa bulan silam, kejadian itu masih membekas dalam memori otak Carlos, bahkan kebenciannya semakin menjadi, ketika mendengar dari mata-matanya bahwa wanita pujaannya yang telah diper istri oleh Aksa mendapat perlakuan buruk dari CEO arrogant itu.
Kini, ia datang kembali dengan segala rencana untuk merebut kembali wanitanya itu.
[SKIP SITUATION]
"Kau sudah seperti orang yang kehilangan kewarasan, tertawa serta tersenyum aneh kepada ponsel yang telah kau tatap sejak 2 jam belakangan ini."kata Aksa berdecak kesal, bagaimana bisa ponsel mengalahkannya seperti ini, bahkan benda persegipanjang berbentuk pipih itu berhasil membuat kewarasan istrinya itu terganggu.
"Apa kau cemburu dengan benda mati ini, Tuan Aksa?"tanya Shikha dengan nada jahil. Aksa menggeleng geli, seorang pria tampan sepertinya tak mungkin kalah saing dengan benda mati jelek itu.
"Bagaimana bisa kau berpikir demikian?"tanya Aksa. Shikha meletakkan ponsel canggih itu ke atas meja berlapis cat akrilik berwarna gold, kemudian beralih menatap Aksa begitu intens.
"Karena, aku dapat membaca pikiran seseorang,"pernyataan Shikha berhasil mengundang tawa Aksa pecah, ia begitu keras tertawa sampai matanya kini telah tergenang air.
"Selain bodoh, istriku ini juga pengkhayal yang handal,"kata Aksa kembali tertawa.
Shikha terdiam memberenggut, bibir mungilnya maju beberapa senti, pipinya semakin menggembung layaknya balon. Ini membuat wanita berusia 20 tahun itu begitu menggemaskan, Aksa mendekat kearah Shikha kemudian memegang rahang Shikha. Wajahnya semakin mendekat, jantung Shikha seakan ingin copot ketika ditatap Aksa begitu dekat, mungkin ini bukan kali pertama Shikha merasa getaran ini, namun kali ini rasanya semakin menjadi.
Mata Shikha membulat sempurna, ia merasakan benda menyal menyentuh bibirnya. Aksa melumat habis bibir Shikha dengan mata terpejam. Perutnya kini terasa seperti ada kupu-kupu yang berterbangan, aliran darahnya berdesir. First kiss nya yang telah susah payah ia jaga untuk lelaki yang mencintainya kelak, kini telah direnggut oleh pria arrogant yang telah menyakitinya ini tanpa rasa bersalah. Aksa seakan tersihir oleh rasa manis bibir Shikha, ia begitu terlena akan pesona mata Shikha yang terpejam menikmati lumatan yang diberikan Aksa pada bibirnya.
Setelah hampir 15 menit melumat bibir Shikha, kini Shikha mendorong dada bidang Aksa, membuat pangutan bibir mereka terlepas. Dada mereka naik turun, mengambil pasokan oksigen yang terkuras karena bercumbu tadi. Wajah teduh Shikha memerah, Aksa yakin wanitanya ini begitu malu akan kejadian barusan, jangan salahkan Aksa jika lepas kendali. Aksa hanyalah pria biasa yang mempunyai birahi pada wanita, terlebih pada istrinya yang begitu sexy kali ini.
"K-kau sudah tidak waras, Tuan Aksa."kata Shikha dengan terbata-bata, wanita itu kemudian berlari menuju kamarnya.
Aksa memegang bibirnya, senyum smirk tercetak begitu jelas. "Kau telah berhasil membuatku candu, akan manisnya bibirmu."gumam Aksa.
Wanita itu duduk berpangku pada kedua kakinya yang ia tekuk, ingatan akan kejadian itu semakin menerbang tinggikan dirinya. Shikha menyentuh bibirnya, bibir yang sudah dilumat oleh Aksa, ia menepuknya secara perlahan, namun berulangkali. "Pria dingin itu telah merenggut sesuatu dariku, lihat saja. Jika ayah telah tiba, aku akan mengadukan hal gila Aksa kepada ayah,"gumam Shikha dengan tatapan lurus, namun Shikha menggeleng kuat beberapa saat, seakan teringat sesuatu. "Tidak! Jika ayah tahu, aku akan ditertawai olehnya. Bagaimanapun juga Aksa adalah suami sahku, jadi hal semacam itu sungguh wajar dilakukan bagi pasangan suami-istri seperti kami."kata Shikha seraya menghela nafas, yang telah terjadi hari ini, biaarlah berlalu. Shikha merogoh saku celananya, mencari alat penghubung komunikasi miliknya. Namun, hasilnya nihil, ia tak menemukannya. Ia berdiri, kemudian berusaha mengingat dimana ia meletakkan ponselnya itu. Shikha mengusap kasar wajahnya
Shikha masih membeku dengan mulut yang sedikit ternganga, antara percaya atau tidak yang jelas pria ini benar-benar suaminya, Aksa."Jika kau masih ingin membuka mulutmu seperti itu, aku pastikan akan ada binatang seperti serigala atau burung hantu yang akan tersedot olehmu,"segera saja Shikha tersadar oleh lelucon Aksa dan kembali memalingkan wajahnya."Mengapa mulutmu begitu lentur, jika sudah berurusan dengan yang namanya meledek seseorang?"Aksa mengedikkan bahu acuh, ia membuka pintu mobil milik Shikha kemudian menyeretnya keluar."Siapa yang memperbolehkanmu mengemudikan mobil dimalam hari? Lantas, ada urusan apa sehingga membuatmu melanggar aturan dariku."tanya Aksa runtut, ia menanti respon dari istrinya ini.Wanita itu menggigit bibirnya berdalih untuk menghilangkan rasa gugup, jemari mungil berhias cincin berlian itu meremat jaket berbulu domba dengan gusar, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. Ia sungguh bingung harus mengatakan apa pada
Axell berjalan dengan meraba-raba untuk mencari saklar lampu, ia terhenti ketika tangannya seperti menyentuh sesuatu yang asing. Dengan segera ia mencari ponsel yang berada disaku celananya dan menyalakan flashlight mengarahkan tepat pada tangan kirinya. Alangkah terkejutnya dirinya, ketika apa yang ia sentuh adalah sehelai kain bernoda merah tergantung di atas langit-langit ruangan ini. Semua mata tertuju pada Axell dan kain merah itu, mereka semua masih bergelut dengan pikiran mereka tentang kain apa yang tergantung di atas mereka. Jujur, kain itu begitu tidak wajar, seperti sehelai kain putih yang berubah menjadi kain merah karena bercak darah. Axell mengarahkan flashlight nya lagi untuk menelusuri setiap inci ruangan itu, tangannya terhenti pada satu titik yang fokus pada satu sudut, yaitu ranjang. Terlihat jelas ada sebuah gundukan yang tertutup selimut tebal, mereka semua berusaha mendekat dengan langkah perlahan untuk berjaga-jaga, jika pria ta
Aksa bungkam seribu bahasa, lidahnya begitu getir ingin mengatakan hal yang sebenarnya terjadi pada Shikha. "Aku sudah mendapatkan sebuah kabar dari anak buahku, bahwa–"tiba-tiba saja Aksa menghentikan ucapannya begitu saja, Shikha semakin mendekat. Ia meneliti mimik wajah Aksa yang berubah. "Katakan,"ucap Shikha penuh harap. Aksa sungguh tak tega, memberikan berita ini kepada Shikha. Namun, ia juga tak ingin jika istrinya itu mendapat kabar dari orang lain. Dalam satu tarikan, dengan keyakinan dan segala resiko. Aksa melanjutkan kalimatnya yang tadinya sempat terjeda. "Clay, sahabatmu. Telah tiada,"jantung Shikha berdegup lebih cepat, aliran darahnya berdesir hebat. Kakinya tak mampu lagi berpijar, hingga membuat tubuhnya mencelos ke lantai. "Katakan, jika ini bagian dari leluconmu, Aksa."lirih Shikha, sedetik kemudian bulir putih bening jatuh kepipinya. Aksa bungkam, lidahnya keluh. Ia sungguh membenci wanita itu, tapi ia lebih
Seusai pemakaman Clay dilangsungkan, pagi itu juga Aksa membawa Shikha menuju sebuah tempat yang telah menjadi tujuannya datang. Dia harus bergerak cepat untuk menuntaskan kasus kematian Clay. Aksa segera mengemudikan CRV hitam miliknya menuju tempat tujuan. Shit! Jalanan di hadapannya macet total karena sedang ada perbaikan jalan. Menyebalkan! Dia bisa telat sekarang, pikirnya kesal. Pukul 9 pagi akhirnya mereka berdua tiba di tempat tujuan. Dia segera menemui anak buahnya di ruangan tempat biasa mereka berkumpul untuk menyusun strategi. Hanya Aksa dan anak buahnya'lah yang mengetahui tempat ini. Seluruh mata tertuju pada mereka berdua, wajah pias Shikha dengan mata sembabnya terlihat begitu miris, mereka yakin sekali. Shikha begitu terpukul atas kematian sahabat yang sudah ia anggap sebagai saudara kandungnya sendiri, semasa kecil mereka selalu bermain bersama, banyak sekali kenangan yang mereka pahat begitu indah dalam memori mereka. "Dimana dia?"Tanya Aks
"Ayo kita pulang, Shikha. Aku sudah tak sabar ingin segera 'menyantap'mu. Upss ... Maksudku ingin segera menyantap masakanmu, untuk urusan pria bodoh ini kita bisa tunda hari ini."kata Aksa seraya merangkul bahu Shikha dan segera membawa wanita itu pergi dari ruangan ini."Jika kau berani menyentuhnya lebih jauh, maka kau akan menyesal, Aksa!"peringat Carlos dengan nada tinggi, namun Aksa sengaja menulikan pendengarannya."Aku akan pulang bersama Nona muda, terus awasi pria itu dan jangan sampai lolos dari pantauan kalian atau kalian semua akan menerima akibatnya."ucap Aksa dengan nada penekanan dan tentunya begitu dingin."Oh, ya. Jangan anggap pria polos itu tak berbahaya, dia begitu berbahaya maka berhati-hatilah kalian."peringat Aksa pada anak buahnya itu.Aksa membawa pergi Shikha dengan Mobil CRV hitam miliknya menuju rumah, namun langkah Shikha terhenti, Aksa yang menyadari itu lantas menoleh kebelakang untuk melihat apa yang ingin membuat langkah
"Aku jadi tidak menyesal karena telah menikahkanmu dengan Aksa, Shikha."Suara berat itu berhasil membuat Shikha tertegun dengan bibir bergetar ia perlahan membalik tubuhnya untuk melihat siapa yang baru saja mendengar keluh kesahnya.Tiba-tiba sosok pria itu memeluknya begitu erat, seakan tak mengizinkan siapapun melukai tubuh mungil wanita itu. Padahal, jika di visum terlihat jelas sayatan serta luka lebam yang membalut kulit putih pucat milik Shikha.Shikha masih tak bergerak, bahkan ia tak membalas pelukan pria itu. "Ayah merindukanmu, Shikha."kata Harsa dengan suara seraknya. Seketika Shikha langsung membalas pelukan Harsa, nahas. Yang terjadi ia malah ingin tersungkur ke lantai, ternyata itu semua hanyalah khayalan Shikha semata. Sebegitu ia merindukan sosok ayahnya yang telah lama pergi meninggalkan dirinya.Shikha mengela air mata yang lolos seiring dengan kedatangan Aksa baru saja."Hey! Aku menyuruhmu untuk memasak, bukan melamun seperti ini."kat
Aksa yang telah mengetahui kode itu, tak tinggal diam. Ia melepas kaitan pada bra hitam milik Shikha, hingga membuat payudaranya terekspos begitu jelas dan sangat indah."Apa yang kalian lakukan!"suara bariton itu berhasil membuat aktifitas Aksa terhenti, dengan cepat ia memeluk tubuh Shikha dan berusaha menutupi tubuh bagian atas Shikha yang terekspos."Peluk erat tubuhku atau kau lebih memilih tubuhmu dilihat oleh Papi mertuamu."bisik Aksa, tangan Shikha memeluk tubuh Aksa dengan erat, ia menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Aksa, rasanya ia ingin sekali lenyap saja dari muka bumi ini.Pria bertubuh tinggi, rahang tegas, serta mata sedikit tajam itu perlahan berjalan mendekati mereka."Harusnya kalian melakukan itu di dalam kamar, bukan di dapur seperti ini."kata Ganendra_Papi Aksa kepada anak dan menantu perempuannya.Aksa berdecak, ia amat tahu jika sekarang papi nya ini tengah menggodanya. "Papi, bisakah datang setelah kami menyelesaikan i