Share

Bab 7

"Ada sesuatu yang ingin ku katakan padamu,"Shikha mengernyit dahi, menunggu kalimat selanjutnya.

"Aku ingin kau berpura-pura menjadi adik perempuanku, di depan para klien asal Turkey besok,"sontak perkataan itu menuai kecaman dari Shikha, apa maksud pria bodoh ini? Ia kan istrinya, mengapa harus berpura-pura menjadi adik perempuannya? 

"Apa maksudmu? Kau menyuruhku untuk berpura-pura? Bahkan, menjadi adik perempuanmu!? Apa kau sudah tidak waras?"Tanya Shikha dengan nada yang sedikit meninggi.

Aksa menampilkan wajah dinginnya, ia bergerak semakin mendekati Shikha. "Aku masih waras, tidak sepertimu bahkan seperti ayahmu itu. Ck ck! Kasihan sekali,"katanya dengan wajah pura-pura prihatin.

Jika dirinya dihina oleh Aksa itu tidaklah mengapa, namun jika Aksa berani menghina ayahnya. Sungguh, jangan salahkan Shikha jika ia lepas kendali dan bisa saja melukai Aksa.

"Kau!! Aku hanya diam selama ini, ketika kau terus menghinaku, namun kali ini aku tak akan tinggal diam karena kau telah menghina ayahku!"bentak Shikha, ia menodongkan jarinya tepat pada wajah Aksa yang begitu dingin.

Jantung Shikha seakan ingin melompat dari tempatnya, ketika merasakan jemari besar Aksa mendarat tepat di bibir mungilnya.

"Jangan berteriak padaku, aku tak suka seorang wanita meneriakiku seperti ini."lirih Aksa.

"Ikuti apa kataku, ini tender besar. Aturan keluarga Dwiken telah turun menurun, menjadikan istri mereka sebagai adik perempuan, ketika berada dalam acara pertemuan college asal negara Turkey."jelas Aksa, fakta baru yang belum pernah Shikha ketahui kini telah dijelaskan oleh Aksa.

"Setelah pertemuan itu berakhir, aku berjanji akan mentraktir eskrim untukmu. Kau suka makanan manis 'kan?"tanya Aksa dengan wajah penuh keseriusan.

"Aku tidak suka hal yang manis, aku lebih suka uang."kata Shikha, sungguh! Jika bukan karena rencananya, Aksa tak ingin bersikap lembut pada Shikha. Uang baginya hanyalah sebuah kertas, tidaklah begitu penting sekali, jadi jika Shikha menginginkan sesuatu ia pasti akan menurutinya segera.

"Mmm ... Baiklah sebutkan berapa nilai yang kau mau?"dari raut wajah Aksa begitu yakin bahwa pria itu sungguh serius.

"Nanti akan ku beritahu, kau sudah selesai makan?"tanya Shikha seraya melirik sekilas ke arah bekal kotak makan siang yang dipegang oleh Aksa.

"Belum, satu suap lagi. Tapi, aku sudah kenyang, kau habiskan saja."katanya seraya menyodorkan bekal itu pada Shikha.

Shikha masih dalam posisi cengo, ia masih mencerna seluruh perkataan Aksa barusan.

"Habisin, mubazir."kata Aksa, ia meraih sendok dan mengarahkannya tepat di depan mulut Shikha yang terkulum.

"Kau kira aku ini ku--"ucapannya terhenti, kala sendok itu telah masuk lebih dulu kemulut Shikha yang terbuka tadi saat dirinya mengomel pada Aksa.

Shikha mengunyahnya dengan sangat tidak ikhlas, seraya melirik kesal pada wajah Aksa yang tertawa begitu renyah.

Semakin dikunyah, rasa pada makananya semakin tidak asing dan begitu familiar bagi lidahnya. Ini masakan yang ia buat tadi pagi, jadi pria arrogant ini begitu gengsi mengakui bahwa dirinya telah memakan masakan Shikha.

"Mengapa kau tersenyum aneh seperti itu? Apa kau sudah gila?"tanya Aksa saat mendapati Shikha tersenyum.

Shikha mengangkat satu alisnya. "Dalam pasal berapa, disebutkan bahwa manusia tidak diizinkan untuk tersenyum?"tanya Shikha.

Aksa mengedikkan bahu. "Ntahlah, aku tak peduli. Tapi, jika saat bersamaku, kau jangan pernah tersenyum."

Wanita berusia 20 tahun itu menggeleng seraya tertawa kecil. "Kau benar-benar seorang pria yang manipulatif, Tuan Aksa."

Tawa Aksa pecah, perutnya kini mulai keram karena tertawa. Lelucon Shikha benar-benar membuat Aksa kehilangan kesadaran akan dirinya, Shikha menatap horor Aksa. Apakah kepala pria ini benar-benar telah terbentur benda? Atau dirinya kemasukan roh penghuni ruang kerjanya? Sungguh! Ini membuat Shikha tak dapat mencerna situasi sekarang, ini Kali pertama Shikha melihat dan mendengar tawa lepas Aksa selama ia hidup bersama Aksa.

Shikha mengangkat tangannya, kemudian menempelkan punggung tangannya pada kening Aksa, wajah Shikha terpahat begitu serius.

"Kau sedang sakit, Aksa."kata Shikha seraya mengelus dagunya, memberi penjelasan seakan dirinya seorang dokter yang sedang memeriksa keadaan pasiennya.

Aksa mengetuk kepala Shikha dengan keras, hingga membuat wanita itu mengadu kesakitan.

"Aku sehat dan aku baik-baik saja, jangan berpikir bahwa aku tertawa karena senang. Tapi, aku tertawa karena ulah kebodohanmu selama ini."kata Aksa.

"Bagaimana bisa kau baru menyadari bahwa diriku begitu manipulatif?"lanjutnya seraya bersedekap dada.

"Aku menyadarinya saat pertama kali bertemu denganmu,"kata Shikha datar.

Alis hitam tebal milik Aksa naik keatas, ia begitu penasaran akan fakta yang ingin diungkap Shikha nantinya.

"Kau pria yang begitu arrogant, manipulatif, cerdik, tentunya kejam."kata Shikha menekan setiap kata yang ia ucapkan.

"Lalu? Kau juga wanita yang sangat bodoh, pembawa sial, jelek, dan tentunya polos."hina Aksa tak ingin kalah.

"Ya terserah apa katamu, aku tak peduli."ujar Shikha, ia berdiri kemudian melangkah pergi dari ruangan Aksa. Namun, tangan kekar itu mencegahnya.

"Aku belum memerintahkanmu untuk pergi dari ruanganku, kau ingin mencari masalah lagi denganku, huh?"Aksa melangkah semakin mendekati Shikha. Hingga membuat Shikha semakin terpojok ke dinding, wanita itu begitu takut akan tatapan yang dilayangkan Aksa pada dirinya.

Aksa meraih dagunya dan mengangkatnya untuk menatap dirinya. "Aku tak suka wajahmu tertunduk,"kata Aksa seraya menyelipkan anak rambut Shikha pada daun telinganya yang lebar.

"Karena kau telah sering bahkan sangat mudah mengangkat wajahmu untuk menentangku, Shikha."lanjut Aksa, satu tangannya mengangkat kedua tangan Shikha ke atas dan mengunci pergerakan Shikha.

"Aku sungguh jijik berada diposisi ini bersama dengan seorang pria yang arrogant sepertimu,"kata Shikha, ia masih terus berusaha melepaskan diri dari kungkungan tubuh Aksa yang begitu proposional. Namun, semakin ia berusaha melarikan diri, semakin kuat pula cengkraman tangan Aksa padanya.

"Oh...benarkah? Aku sungguh terkesan atas keberanianmu untuk menentangku dan akan ku beritahu satu hal tentang fakta diriku,"Aksa memberi jeda pada kalimatnya, ia mengusap sensual pipi Shikha membuat sang empunya mengerang dalam atas sentuhan jemari Aksa yang begitu sensitif.

Aksa tersenyum sinis, ia menggeleng Karena respon Shikha atas sentuhannya.

"Aku tak suka basa-basi dalam hal apapun dan aku telah mengetahui semua rencanamu untuk menggagalkan rencanaku,"Shikha sedikit panik, bagaimana bisa Aksa mengetahui tentang rencannya menyelidiki rencana Aksa yang ingin menggagalkan kepulangan ayahnya lusa, namun Shikha berusaha untuk tetap tenang.

Pria itu mengernyit, bukan ini respon yang ingin ia dapatkan dari Shikha. Ini begitu jauh di luar ekspetasinya.

"Maksudmu?"tanya Shikha setelah lama bungkam.

"Kau telah mengenalku, bahkan kau sungguh mengerti akan sifatku selama ini yang begitu membenci dirimu. Jadi, garis besarnya kau telah dapat membaca situasi bahkan mimik wajahku ketika menyampaikan berita tentang kepulangan ayahmu,"ucap Aksa.

Shikha tertawa renyah, ia menggeleng. "Pikiranmu begitu kuno, Tuan Aksa. Bahkan, kau masih mempercayai hal yang tak mungkin terjadi pada kehidupan nyata,"

Aksa mengerang kesal. "Baiklah, kau ingin memulai ini. Jadi, jika pikiranku masih kuno karena mempercayai hal semacam itu, maka aku akan membawamu kedunia fiksi agar seluruh pikiran kuno ku tersampaikan."katanya seraya tersenyum pada satu sudut bibirnya saja. Nafas Shikha tercekat, rasanya pembuluh darah yang bertugas memompa darah kejantung seakan berhenti bekerja untuknya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status