Share

Empat - Takdir Untuk Bertemu

Angin semilir tengah menemani perjalanan pulang sekolah Tasya dan Rafa. Keduanya sama-sama diam selama diperjalanan sambil menikmati udara, hingga akhirnya tangan Tasya yang tiba-tiba melingkar di pinggang Rafa membuat Rafa sedikit terkejut.

“Kenapa?” tanya Rafa sambil melihat ke spion motornya

Tasya melebarkan senyumannya, “Abang kalau mau kasih apa-apa gak usah lewat orang lain lagi, ya?”

Rafa meneguk salivanya, “I-ya, Sya.” jawabnya sedikit terbata

Mendengar jawaban itu membuat Tasya mempererat pelukannya, dan menyandarkan kepalanya ke bahu Rafa. “Gue sayang lo, Bang.”

Rafa tersenyum, “Lo sesenang itu?”

“Senang banget, Bang. Tapi lo dapat uang dari mana?”

“Gue pintar nabung, gak kayak lo!”

Tasya langsung melepaskan pelukannya, kemudian mengetuk keras helm yang digunakan Rafa, “Enak aja lo!”

Rafa merintih kesakitan, “Sakit, Sya.”

Tasya menampilkan deretan giginya, kemudian tangannya beralih mengusap kepala Rafa yang memakai helm, “Sakit banget ya? Maaf ya, Bang.”

“Dimaafin gak, ya?” Mendengar itu membuat Tasya memasang muka sedih

Ide jail Rafa terlintas dipikirannya, “Sya, Pegangan!” Setelah mengucap itu Rafa langsung mengencangkan gasnya

Tasya tergelonjak kaget, “ABANG!” teriaknya sambil melingkarkan tangannya di pinggang Rafa kembali sedangkan Rafa sudah tertawa geli

….

Salah satu Mall yang sangat terkenal di Jakarta menjadi tempat yang paling sering dikunjungi oleh Gilang. Bukan karena Gilang sering berbelanja, makan, atau menonton, tapi karena untuk menemani mama dan kakaknya. Dan hal yang paling Gilang benci ketika ia dipaksa untuk menemani ke salon untuk perawatan. 

Saat ini Gilang, Arga, dan Rama menaiki eskalator menuju lantai 3. Selama menaiki eskalator, Arga dan Rama tidak henti-hentinya menunjuk beberapa restoran yang menurutnya enak dan tentunya mahal karena kesempatan ini tidak mungkin mereka sia-siakan.

Sesampainya di lantai 3, Gilang langsung memasuki toko handphone berlogo apel diikuti Arga dan Rama. Gilang tidak ambil pusing, ia langsung menyebutkan handphone yang sama persis dengan handphone sebelumnya.

Setelah pesanannya siap, Gilang langsung mengeluarkan black card dari dompetnya dan memberikan kepada kasir. “Terima kasih banyak, semoga puas dan ditunggu kedatangannya lagi.” ucap pegawai kasir seusai transaksi selesai

Gilang mengangguk, “Terima kasih kembali, Kak.”

Gilang membalikan tubuhnya dan mendapati Arga dan Rama dengan cengirannya masing-masing. Gilang menggeleng-gelengkan kepalanya, “Ayo, mau makan apa?”

“Steak!” jawabnya serentak

Tanpa menjawab, Gilang berjalan mendahului keduanya. Arga dan Rama bertos ria, kemudian berjalan mengikuti Gilang.

Sesampainya di depan restoran steak, Gilang langsung memilih kursi yang menurutnya nyaman, “Pesan aja,”

Arga dan Rama mengangkat satu tangannya, memanggil pelayan. Seorang pelayan datang dengan membawa buku menu, “Selamat datang, Kak. Mau pesan apa?” tanyanya sambil memberikan buku menu yang ia bawa

Arga dan Rama mulai membuka menu, keduanya benar-benar tergiur dan tidak sabar untuk memakan semua menu yang tertera di dalam buku menu.

“Lang, ini pesan apa aja boleh?” tanya Rama

Gilang mengangguk, “Boleh,”

Arga dan Gilang saling pandang, hingga akhirnya mereka tersenyum senang.

“Sirloin Wagyu satu,” ucap Arga mulai menyebutkan pesanannya

“Gue juga mau!” sahut Rama

Arga melirik Rama sebentar, “Yaudah dua,”

“Prime Tenderloin satu, Chicken Crispy satu, terus minumnya..” Arga menggantungkan ucapannya saat melihat sederet minuman yang tertera dalam buku menu, “Orange Float.” Lanjutnya mengakhiri pesanannya

Setelah Arga selesai memesan, kini giliran Rama yang menyebutkan pesanannya. “Supreme Tenderloin satu, Grilled Salmon satu, Beef Stew Stroganoff satu, Spaghetti Bolognese satu, dan terakhir minumnya Chocolate Milkshake.”

Arga menendang kaki Rama dari bawah kolong meja, “Banyak banget pesanan lo,” protes Arga dengan sangat pelan

“Lang, gue pesan segitu gak apa-apa, ‘kan?” tanya Rama kepada Gilang

“Santai,”

“Tuh, kata Gilang ‘santai’.” Arga membulatkan kedua matanya mendengar ucapan Rama yang tidak tau diri

“Lang, kalau nanti minumnya kurang boleh nambah?” tanya Rama lagi

“Boleh,” Rama tersenyum lebar membuat Arga menepuk dahinya

Arga menggeser buku menu ke hadapan Gilang, “Lo pesan apa?”

Gilang mulai membuka dan melihat-lihat menu yang terdapat di dalam buku menu tersebut. Hingga pada akhir halaman, Gilang menutup buku menu tersebut. “Ice Cappuccino satu.”

Arga dan Rama saling terkejut dengan pesanan Gilang. Sedari tadi melihat menu tapi hanya memesan satu, itupun tidak makan.

“Yang benar aja Lang, masa lo cuma pesan minum?” tanya Arga diangguki Rama

Gilang hanya menatap datar Arga dan Rama bergantian, “Langsung buatkan pesanannya, Kak.” ucap Gilang kepada pelayan restoran

“Baik, pesanannya saya ulang ya. Sirloin Wagyu dua, Prime Tenderloin satu, Chicken Crispy satu, Supreme Tenderloin satu, Grilled Salmon satu, Beef Stew Stroganoff satu, Spaghetti Bolognese satu. Untuk minumnya, Orange Float satu, Chocolate Milkshake satu, dan Ice Cappuccino satu. Sudah benar pesanannya, Kak?”

Gilang mengangguk.

“Baik, Kak. Kalau begitu mohon ditunggu sebentar ya,” Setelah mendapat persetujuan dari Gilang, Arga, dan Rama, pelayan tersebut melenggang pergi untuk menyiapkan pesanan

Kurang lebih 25 menit menunggu, akhirnya semua pesanan sudah siap diatas meja. “Selamat menikmati,” ucap pelayan restoran tersebut sambil tersenyum

“Terima kasih,” Kompak Gilang, Arga, dan Rama

“Lo serius gak makan, Lang?” tanya Rama sambil menyeruput minumannya

Arga mendorong salah satu pesannya ke Gilang, “Lo mau coba gak?”

Gilang tertawa sambil mendorong kembali piring yang diberikan Arga, “Makan aja, gue masih kenyang. Dua puluh menit dari sekarang untuk kalian habiskan semua makanan ini.”

Arga dan Rama tidak bicara lagi, mereka mulai fokus menghabiskan pesanannya. Percuma saja Gilang tetap tidak akan mau. Sedangkan Gilang mulai mengotak-atik handphone barunya.

…..

Rafa menghentikan motornya saat sampai di parkiran sebuah toko buku. Rafa turun dari motor, dan membiarkan Tasya tetap duduk diatas motor.

“Gue mau beli buku tulis dulu, lo tunggu disini aja ya.” Tasya hanya mengeluarkan dua jempolnya tangannya

Seusai Rafa memasuki toko buku, Tasya mengeluarkan handphone miliknya dari dalam tas. “Akhirnya punya handphone, ternyata Bang Rafa bisa sweet juga.” Monolognya sambil memeluk erat handphone tersebut, “Senang banget, ih!” Lanjutnya gemas

Rafa yang baru saja keluar dari toko buku, dan masih berdiri di depan pintu tanpa sadar tersenyum, “Lihat lo bahagia rasanya adem banget, Sya.” Batinnya bergeming

Rafa mulai melangkah mendekati Tasya, kemudian menepuk bahu Tasya. “Dor!”

Tasya terkejut dan hampir melempar handphonenya, “Abang, ih! Untung handphonenya gak jatuh.”

Rafa tertawa, kemudian memberikan plastik berisi buku tulis ke Tasya. Lalu naik ke motor, matanya melirik sekilas ke spion motor, “Simpan di tas handphonenya, nanti bisa dicuri.”

“Iya, Bang.” ucapnya masih kesal

.....

“Bang, kenapa pelan banget jalannya?”

Rafa menghentikan motornya dipinggir jalan, “Coba lo turun, liat ban yang belakang.”

Tasya menuruti ucapan Rafa, “Yah, bannya bocor.” 

Rafa turun dari motor, lalu melihat ke ban motornya. “Harus di tambal ini,” ucapnya kemudian melihat ke arah sekitar, “Tuh, ada bengkel.” Jari telunjuknya mengarah pada bengkel kecil yang tidak jauh dari tempatnya sekarang

Tasya mengangguk, “Yaudah kita kesana,” Rafa mendorong motornya dengan berjalan kaki, diikuti Tasya yang berjalan dibelakangnya.

Rafa memarkirkan motornya saat sampai di bengkel, “Bang, ban belakang bocor nih. Tolong di tambal ya,”

“Siap, Mas!” ucap seseorang yang sepertinya pemilik bengkel, karena tidak ada pegawai lainnya selain dia

Rafa merangkul bahu Tasya, “Gado-gado mau gak?”

“Mau!” jawab Tasya dengan sangat antusias

Namun siapa sangka kalau ternyata seseorang yang berada di dalam mobil melihat kejadian tersebut. “Kayaknya gue udah lapar.”

Ia tidak menganggap bahwa kejadian semua ini secara tidak sengaja, melainkan takdir untuk bertemu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status