Share

Lima - Drama Gado-Gado

Rafa menarik salah satu kursi plastik, lalu memberi aba-aba agar Tasya duduk di kursi tersebut. “Abang gak duduk?”

“Kursinya penuh, lo tunggu sini gue pesan dulu ya.”

Tasya mengangguk, “Oke! Pesan yang pedas ya, Bang.” Rafa mengeluarkan satu jempolnya kemudian menghampiri gerobak gado-gado yang ada di depannya

“Gado-gadonya satu ya, cabainya dikit aja.” ucap Rafa memesan gado-gado yang tidak sesuai dengan pesanan Tasya

Penjual gado-gado tersebut mengangguk, “Dibungkus atau makan disini, Mas?”

“Makan disini,”

“Nunggu sekitar sepuluh menit gak apa-apa, Mas? Soalnya masih buatin pesanan yang lain,”

Rafa menoleh ke belakang, melihat beberapa orang yang duduk sambil menunggu pesanannya. “Gak apa-apa, Pak. Saya disana ya, sama perempuan yang pakai seragam sekolah.” Jari telunjuk Rafa menunjuk posisi duduk Tasya

“Baik, Mas.”

“Saya pesan satu, makan disini.” Rafa sontak menoleh ke suara ada di sampingnya

“Baik, Mas. Nunggu dulu gak apa-apa?”

“Gak apa-apa.”

Rafa menatap seseorang yang di depannya seolah tidak nyata. Satu tangan yang baru saja menyentuh di bahunya membuat Rafa yakin bahwa sunggu nyata.

“Woi, ngapain natap gue gitu?”

“Lo gak salah tujuan?” tanya Rafa balik

“Semua orang bebas makan disini, ‘kan?”

Rafa diam. Benar, siapapun berhak makan apa dan dimana. “Ya, terserah lo.” jawab Rafa kemudian melenggang pergi menghampiri Tasya

Dua orang yang baru saja datang dan menyaksikan dari atas motor makin dibuat heran dengan temannya. Merasa ada yang janggal, keduanya akhirnya memarkirkan motor di belakang mobil milik temannya, kemudian turun dari motor masing-masing.

“Gilang!”

Gilang menoleh ke belakang, “Kalian kok ada disini?”

“Lo makan disini?” Bukannya menjawab, Arga malah bertanya balik dan diangguki oleh Gilang. Tidak bertanya apapun lagi, Arga dan Rama malah tertarik dengan gaya penjual gado-gado yang sangat cepat dalam menyajikan banyak pesanan.

Gilang menggeleng-geleng melihat kelakuan kedua temannya, “Jangan disitu, ngalangin yang mau beli.” Arga dan Rama akhirnya menurut dan mencari-cari kursi yang masih kosong. Bukan kursi yang mereka temui, tapi temannya.

“Rafa, lo beli gado-gado?” tanya Rama

Rafa menatapnya datar, “Menurut lo?”

“Gado-gado,” jawab Rama polos

Arga merasa malu dengan temannya, ia langsung mengalihkan pembicaraan. “Eh ada Tasya, lo sama Rafa keliatan romantis banget, padahal kalian baru jadian.” ucap Arga diakhiri senyumannya saat melihat tangan Rafa yang menggenggam tangan Tasya

Tasya menaikan satu alisnya, “Romantis gimana, Kak? Kita itu saudara kandung.”

Kali ini Arga merasa malu karena ucapannya sendiri, bisa-bisanya ia kira Tasya dan Rafa berpacaran. “Sorry, anu.. gue gak tau.” ucapnya sambil menggaruk pelipisnya yang tidak gatal

Tasya tersenyum, “Gak apa-apa kok,”

Rama melangkah maju lebih dekat, matanya melihat Tasya dan Rafa bergantian. “Lo berdua kakak beradik?” Tasya dan Rafa mengangguk bersamaan

Rama tiba-tiba mengeluarkan deretan giginya, “Berarti bisa dong kalau gue dan lo..” Rama menunjuk dirinya dan Tasya bergantian

“Gak bisa!” ketus Rafa sebelum Rama melanjutkan ucapannya

Rama menekuk wajahnya, “Abangnya galak banget,”

“Bodo, awas aja lo!”

Gilang menarik tangan Rama agar sedikit mundur, “Jangan berulah,” bisiknya pelan kepada Rama

Rama menghembuskan nafasnya pelan, “Belum nyatain udah ditolak.”

…..

Setelah beberapa menit menunggu antrian, akhirnya gado-gado pesanan Rafa sudah ia terima. “Nih, makan.” ucap Rafa sambil memberikan sepiring gado-gado ke Tasya

“Kok cuma satu, Bang?”

“Iya, gue masih kenyang tadi makan bekal.” jawab Rafa

Tasya tidak berbicara lagi, ia mulai mengaduk gado-gado miliknya hingga tercampur rata dengan bumbunya.

Tidak lama dari itu, pesanan Gilang juga sudah siap. Melihat Tasya mengaduk gado-gadonya, Gilang mengikuti hal yang dilakukan Tasya. Hingga Tasya berhenti mengaduk, Gilang melakukan hal yang sama lagi.

Tasya menyadari Gilang memperhatikan sekaligus mengikuti pergerakannya, ia langsung menoleh ke Gilang. Gilang yang mengetahui bahwa Tasya sudah sadar jika diikuti, dengan buru-buru ia langsung menyuapkan sesendok gado-gado ke dalam mulutnya.

“Gila, enak banget!”

Arga dan Rama yang sedang sibuk bermain game langsung menoleh serentak, “Lo bilang apa tadi?” tanya Arga

“Enak banget,” jawab Gilang disela-sela kunyahannya

Tanpa ijin, Rama menyendok gado-gado milik Gilang, lalu menyicipnya. Kedua matanya terbuka lebar, lalu menyuapkan kembali ke dalam mulutnya.

“Enak aja asal makan, punya gue ini!” Kesal Gilang

Arga melangkah mendekati gerobak gado-gado, “Bang, saya pesan satu.”

“Saya juga!” sahut Rama

…..

Rafa memperhatikan Tasya yang sejak tadi masih mengaduk gado-gado, sedangkan Gilang sudah hampir selesai makan.

“Sya, kenapa gak dimakan? Lo gak suka?” Tasya menoleh sebentar, lalu kembali mangaduk makanannya.

“Abang?”

“Iya?”

“Kita makan berdua, ya?”

Rafa menatap Tasya heran, “Jangan, Sya.”

“Abang serius udah kenyang?” tanya Tasya merasa tidak tega

Rafa tertawa pelan, lalu mengusap pelan rambut Tasya. “Lo habiskan, gue beneran udah kenyang.”

Tasya mengangguk dan tersenyum. Ia mulai menyendok gado-gado, namun belum sempat ia memasukan ke dalam mulutnya, ia melihat seseorang yang sedang mengayuh sepeda di pinggir jalan.

“Bang, itu ada Bapak.” ucap Tasya mengagetkan Rafa

Tasya berdiri, lalu melambaikan satu tangannya, “Bapak!”

Doni menoleh ke arah suara saat merasa dirinya terpanggil. Ia tersenyum, lalu menghampiri Tasya dan Rafa.

“Wah, pada makan ya?” tanya Doni saat sampai di hadapan Tasya dan Rafa

“Tasya aja yang makan, Abang gak mau.” jawab Tasya sedikit kesal

“Kenapa?”

Rafa terkekeh, “Masih kenyang, Pak. Bapak tunggu dulu, biar Rafa pesan gado-gado untuk Bapak. Nanti kita pulang sama-sama.”

Doni menggeleng, “Jangan, Bapak makan dirumah aja sama Ibu.”

“Yaudah kalau gitu, ini gado-gadonya kita bungkus aja. Biar kita bisa makan sama-sama, belum aku makan sedikitpun kok. Abang ambil motor di bengkel sana, Bapak tunggu disini sebentar ya,” Tasya melenggang pergi menghampiri penjual gado-gado untuk membungkuskan makanannya

Kejadian itu tidak luput dari pandangan Gilang. Gilang menepuk bahu Arga dan Rama bergantian, “Buruan makannya,” Setelah mengucap itu Gilang beralih untuk membayar makanannya

“Punya saya sama teman saya jadi berapa, Pak?” tanya Gilang sambil mengeluarkan dompetnya

“Tiga puluh ribu, Mas.”

Gilang menyodorkan selembar uang berwarna merah, “Punya dia sekalian sama saya aja ya,” ucap Gilang sambil menoleh ke Tasya yang ada di sampingnya

Tasya sontak menoleh, “Gak usah, ini uangnya.” Bukan Tasya yang mengucap, tapi Rafa yang baru saja datang

“Udah selesai bungkusnya, Bang?” tanya Rafa sambil menaruh selembar uang berwarna ungu didekat penjual tersebut

“Udah, Mas. Terima kasih ya,” jawabnya sambil menyodorkan plastik berisi gado-gado ke Rafa

Rafa mengangguk, “Terima kasih juga,” Rafa memegang pergelangan tangan Tasya, “Ayo, Sya!”

“Ini kembaliannya ya, Mas.” ucap penjual tersebut sambil menyodorkan selembar uang berwarna biru, dan selembar uang berwarna hijau

“Gak usah, Bang. Ambil aja,”

“Serius, Mas?” Gilang mengangguk

“Terima kasih banyak, Mas.” Gilang mengangguk lagi lalu melenggang pergi

“Rafa!” teriak Gilang sambil berjalan dengan cepat

“Kenapa?”

“Gue boleh mampir ke rumah lo gak?” tanya Gilang to the point

“Ngapain?”

“Kebetulan nyokap gue lagi ikut bokap gue keluar kota, jadi gak ada yang masak. Gue boleh ikut makan malam di rumah lo gak?”

“Kita ikut!” sahut Arga dan Rama yang baru saja selesai makan

Gilang membulatkan kedua matanya, seolah memberi kode agar Arga dan Rama tidak ikut. “Mata lo kenapa, Lang?” tanya Rama membuat Gilang menepuk dahinya

“Tempat makan banyak, gak perlu ke rumah gue.” ketus Rafa

Tasya mencubit tangan Rafa, “Ih, gak boleh gitu, Bang!”

“Yaudah, gak apa-apa kok. Sorry ya kalau ngerepotin,” Pasrah Gilang kemudian membalikan tubuhnya ingin pergi

Doni turun dari sepedanya lalu berjalan mendekati Tasya dan Rafa sambil memanggil Gilang, “Nak, tunggu!”

Gilang membalikan tubuhnya lagi hingga menghadap ke suara yang memanggilnya, “Iya, Om?”

Doni tertawa kecil, “Panggil aja Bapak,”

Gilang tersenyum, “Iya, Pak. Ada apa ya?”

“Kamu boleh makan malam bersama kami, masakan istri saya enak sekali, pasti kamu suka.”

Gilang menatap tidak percaya, “Pasti, terima kasih banyak, Pak.”

Doni mengangguk, “Kalian berdua juga ikut ya,” Arga dan Rama tersenyum senang

“Kalau gitu, Bapak bareng saya aja naik mobil, nanti sepedanya dimasukin ke dalam bagasi.” Saran Gilang membuat Doni menggeleng, “Jangan, Nak. Sepeda saya kotor,”

Gilang tersenyum, “Gak jadi masalah kok, Pak.” ucapnya lalu membuka bagasi mobilnya dan memasukan sepeda Doni dibantu Arga dan Rama

Setelah beres, Gilang kembali menghampiri Tasya, Rafa dan Doni. “Mari masuk, Pak.”

Seusai mendapat persetujuan dari Tasya dan Rafa, akhirnya Doni masuk ke dalam mobil di bantu Rafa yang membukakan pintu mobil. Gilang menatap Tasya yang sedang tersenyum, entah apa yang membuatnya seperti ini, Gilang mengakui bahwa senyuman Tasya seperti memberi bahagia untuk dirinya.

Tasya menoleh, lalu memegang pergelangan tangan kiri Gilang, “Kak Gilang, makasih ya udah buat Bapak bisa ngerasain naik mobil.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status