Hari sudah berganti gelap. Lampu-lampu di dalam kelas dipadamkan, berganti lampu-lampu koridor yang dinyalakan. Ditutupnya loker tempat ia menyimpan barang-barangnya. Aland mengecek ponselnya kembali, ada beberapa pesan yang tak terbaca. Mengetahui belum ada balasan apa pun baik dari pihak Romeo maupun Joo, ia menghela napas kemudian. Ke mana perginya semua teman-temannya? Mengapa mereka semua tiba-tiba menghilang tanpa kabar?
Berbalik badan, Aland menyandarkan punggungnya pada loker. Menatap langit-langit dengan pikiran yang kacau, lalu beralih menekan layar ponselnya sebanyak dua kali. Terlihatlah gambar dua anak-anak dengan perbedaan tinggi yang cukup signifikan. Seorang anak laki-laki tersenyum lebar yang menunjukkan gigi ompongnya, dan anak perempuan yang lebih tinggi darinya menunjukkan wajah datarnya pada kamera. Tanpa sadar, Aland tersenyum, ia ingat foto ini diambil bertahun-tahun yang lalu.
Sebuah suara menyadarkan Aland dari dunianya. Samar-samar ia mendengar ketukan sepatu tengah mendekat ke tempat dia berada. Aland bersembunyi di sisi kiri loker, karena ia pikir itu adalah petugas penjaga yang akan memeriksa dan menangkap jika masih ada mahasiswa yang berkeliaran di sekitar kampus di jam-jam seperti ini.
Ternyata dugaannya salah. Meskipun lampu di dalam ruangan loker dipadamkan, dan cahaya remang-remang, Aland bisa melihat dengan jelas orang yang tengah menyimpan sesuatu di lokernya. Bukankah itu Fluke? Apa yang dilakukannya di sini malam-malam begini? Fluke hampir melihat ke arahnya kalau saja Aland tidak segera bersembunyi di balik lemari loker. Aland sampai menahan napasnya beberapa saat, karena khawatir Fluke akan melihatnya. Namun, laki-laki itu segera pergi usai menyimpan sesuatu di sebuah loker.
Aland keluar dari persembunyiannya. Karena penasaran, Aland ingin mengecek apa yang tengah disimpan oleh keponakan rektor seperti Fluke di loker mahasiswa. Karena meskipun Aland adalah mahasiswa baru, ia tahu banyak mengenai kampus ini dari teman-temannya. Termasuk Fluke yang merupakan keponakan rektor, tak mungkin menyimpan barang-barangnya di loker umum yang tergabung dengan mahasiswa lainnya. Apalagi sikapnya yang seenaknya dan merasa paling tinggi dari yang lain. Aland yakin betul loker itu bukanlah milik Fluke.
Lalu milik siapa? Apakah Fluke sedang mengerjai seseorang? Sayangnya loker itu terkunci, Aland tidak bisa membukanya. Lalu, jika loker ini bukan milik Fluke, bagaimana laki-laki itu mendapatkan kuncinya? Apakah Fluke ada hubungannya dengan Tor? Pertanyaan-pertanyaan itu hanya berputar-putar di kepala Aland.
Karena merasa curiga dengan gerak-gerik Fluke yang mencurigakan, Aland memutuskan keluar ruangan untuk mengikuti Fluke. Sayangnya, Aland sudah kehilangan jejak Fluke saat ia sampai di tangga koridor yang menuju lobi utama. Namun, sebagai gantinya, Aland tak sengaja melihat segerombolan orang-orang bertopeng itu lagi, kali ini lebih banyak jumlahnya yang dia temui pagi tadi.
Aland melihat mereka berlarian dari arah barat menuju timur, alangkah terkejutnya ketika Aland melihat beberapa di antara mereka menuju tangga koridor tempat ia bersembunyi. Seolah tak bisa bergerak, Aland mematung di tempat, suara hentakan sepatu itu semakin terdengar mendekat dan membuatnya berkeringat dingin. Lebih terkejut lagi, ketika tiba-tiba seseorang membekap mulutnya dan menariknya masuk ke dalam kelas. Aland membelalak menatapnya.
"Ssttt. Ini aku, tenanglah." Kate menaruh telunjuk di depan bibirnya. Aland membuang napas antara tak percaya dan merasa lega karena Kate datang menolongnya di waktu yang tepat.
Aland dan Kate terduduk di dalam kelas, bersembunyi di balik kursi-kursi mahasiswa ketika gerombolan orang bertopeng itu berlari melewati kelas di mana mereka bersembunyi. Kate berdiri untuk mengintip melalui jendela, memastikan bahwa orang-orang itu sudah pergi dari sana. Ia menghembuskan napas lega.
"Mereka sudah pergi." Kate menyandarkan punggungnya di dinding, gadis itu mengatur napasnya yang tersengal-sengal.
"Dari mana saja kau? Aku mencarimu dari tadi, aku cari di ruang kesehatan ternyata kau tidak ada," cerca Kate pada Aland. Seharian ia tak melihat Aland, padahal tadi pagi Romeo berkata akan membawa Aland ke ruang kesehatan. Nyatanya, saat ia menjenguknya, Aland tidak ada di sana.
Aland menggaruk pelipisnya. "Kau ... mencariku? Aku lupa meninggalkan ponselku saat mengisi daya, ini baru kuambil dari ruang loker. Aku menunggu balasan pesan dari Romeo dan Joo, tapi sepertinya aku kehabisan pulsa."
Kate mengembuskan napas pelan. Memaklumi tindakan Aland kali ini, karena Kate merasa Aland adalah mahasiswa baru yang masih butuh diarahkan. Kate jadi teringat pada orang-orang bertopeng itu.
"Jadi ... orang bertopeng yang kau lihat pagi tadi, sama seperti orang-orang itu?" tanya Kate memastikan.
"Kau sudah tau?" tanya Aland, karena seingatnya ia baru bercerita pada Jane dan Romeo.
Kate lantas mengangguk. "Aku mendengarnya dari Jane. Maka dari itu, aku langsung mencarimu."
Aland ikut menyandarkan punggung dan kepalanya di dinding, persis seperti yang dilakukan oleh Kate.
"Selama hampir enam bulan belajar di kampus ini, aku baru melihat mereka kali ini," ungkap Kate. Aland menoleh padanya sesaat.
"Apa mereka begitu berbahaya?" tanya Kate sekali lagi. "Sebenarnya apa tujuan mereka?" tambahnya.
"Kate," panggil Aland, Kate menoleh padanya. "Kita harus menemukan siapa pemimpin di balik orang-orang bertopeng itu. Kita harus mencari tahu apa tujuan mereka sebenarnya. Kita harus membuat kampus ini menjadi aman supaya tidak ada kejadian serupa seperti Tor lagi."
Kate mengangguk. "Kau benar."
Aland mengernyit, ia teringat sesuatu. "Ngomong-ngomong soal Tor, bagaimana dengannya?"
Kate mengerjap beberapa saat, dia termenung mengingat kejadian saat dia, Joo, dan Ken membawa Tor ke Wakil Dewan.
"Itu dia yang ingin aku ceritakan padam," Kate berkata pelan. "Pagi tadi, saat kami membawa Tor ke wakil dewan, ada sedikit kegaduhan di sana. Tor tidak bisa mengendalikan dirinya. Dia terus meronta hingga dia lepas dari pegangan kami. Tor mengamuk dan mengancam semua orang di sana. Sampai akhirnya, para senior penjaga kebetulan datang. Mereka menolong kami membekuk Tor. Bapak rektor sampai turun tangan karena ada yang melapor. Akhirnya, atas perintahnya, Tor dibawa ke rumah sakit."
"Ke rumah sakit? Kenapa?" tanya Aland tak percaya.
"Tor mengalami depresi, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya yang membuatnya tak bisa mengendalikan dirinya sendiri."
Aland mengusap wajahnya frustasi. "Lalu, apa kata rektor? Apa kita tidak bisa menjenguk Tor?"
"Kita tidak diizinkan untuk menjenguk Tor untuk beberapa waktu, hanya anggota keluarganya saja yang diperbolehkan, dikhawatirkan Tor akan mengalami hal-hal seperti itu lagi."
Aland mengacak-acak rambutnya kasar. Raut wajahnya benar-benar lelah sekarang. "Lalu, bagaimana caranya aku mendapatkan informasi darinya, Kate?"
Kate merasa iba pada Aland, ia menyenggol Aland dengan sikunya, berharap laki-laki itu sadar agar lebih tenang dalam bergerak.
"Aku mengerti perasaanmu, Aland. Aku di sini, semua teman-teman kita ada bersamamu. Kita semua telah berjanji akan membantumu. Jangan khawatir, kita hanya perlu mendiskusikan hal ini dengan kepala dingin. Percayalah, kita pasti akan menemukan titik terang," ucap Kate meyakinkan Aland.
Aland termenung sesaat. "Kate," panggilnya kemudian.
"Iya," jawab Kate.
"Besok kita semua harus berkumpul untuk membahas masalah ini," ucap Aland yang diangguki oleh Kate.
Bersambung ...Fluke menyusup ke ruang belakang panggung. Ia melihat seorang pria yang bertugas mengatur lighting serta pergantian background layar sesuai berjalannya penampilan. Fluke diam-diam mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya. Dan membungkam mulut petugas itu dengan sapu tangan yang sudah dilumurinya dengan obat bius. Petugas yang terkejut karena tiba-tiba seseorang membekap mulutnya, sempat merona. Namun, tak butuh waktu lama, keadaannya menjadi lemas dan akhirnya tak sadarkan diri. Dua orang kemudian datang menghampir Fluke, dan seolah sudah mengerti atas perintah Fluke, mereka membawa petugas itu ke tempat yang aman.Fluke kemudian menggantikan petugas itu dengan duduk dan memakai topi dan masker untuk menyamar sebagai petugas di belakang panggung. Ia yang kemudian menatap layar yang menampilkan tampilan drama dansa yang sudah direkam oleh kamera di depan panggung. Sehingga ia dapat melihat jalannya penampilan.Ken sudah memasuki area panggung, sesuai alu
Romeo membawa laptopnya ke balkon gedung tua yang lebarnya hanya satu x satu meter itu. Ia menunggu sinyal Aland yang tak kunjung muncul, di satu sisi saat malam hari seperti ini jaringan internet di gedung lama itu cukup lambat mengakibatkan pekerjaannya jadi terhambat. Padahal ia juga harus melacak digit nomor peneror Tor, karena sejak hari masih sore pun ia belum berhasil melakukannya.“Bagaimana ini, posisi Aland bisa berbahaya jika aku tidak kunjung menyelesaikan pekerjaanku.”Meski tak mengerti betul maksud Aland menyuruhnya melakukan pekerjaan ini karena Aland bercerita apa pun padanya, tetapi Romeo yakin semua pekerjaan yang diserahkan padanya saling berhubungan dengan keselamatan Aland di sana. Maka dari itu ia mengerahkan semua kemampuannya, ia tak ingin pengorbanan temannya itu berakhir sia-sia begitu saja. Usai berpikir berulang kali, akhirnya Romeo memutuskan untuk pergi dari gedung tua itu untuk menyusup ke dalam gedung utama kampus. Tempat pe
“Jane? Bukankah itu kau?” seorang gadis yang merupakan anggota club dansa itu menghampiri Jane dengan tatapan tak percayanya. Jane yang kebingungan dan merasa begitu terkejut dengan apa yang terjadi tak tahu harus berbuat apa.“Aku tidak menyangka sekali Jane kau berbuat seperti itu. Kau face of campus Jane.” Tambah yang lain.Jane merasa semakin bingung dan tertekan kala suara penonton mulai membicarakannya yang tidak-tidak, menyorakinya dengan hal-hal buruk pada hal yang tidak sama sekali ia lakukan. Jane menoleh kembali pada layar besar di belakangnya, berharap mimpi buruk tentang fotonya yang dipertontonkan kepada semua orang itu tidak pernah erjadi. Namun, Jane melihat dengan jelas foto yang menampilkan dirinya itu.Jane menutup telinganya dan memejamkan mata. Merasa frustasi dengan kejadian yang tak pernah diduganya ini. jelas-jelas itu adalah foto Fluke, tetapi wajah laki-laki itu buram. Jane semakin frustasi memikirkan dan m
Orang itu dibuka dan ternyata dia Willy. Willy dirawat di rumah sakit Karen luka parah. The protagonist selebrasi secara diam-diam atas kemengangan mereka, mereka menganggap penderitaan sudah berakhir. Mereka bertemu Jane tetapi tidak ada yang mengajaknya bicara.Tapi ternyata salah, terror masih terjadi di mana-mana dan semakin menjadi di kampus.Poster buronan para protagonist diganti dengan poster gambar Jane yang sangat besar. Makian dan bulyyan terhadap jane dan Ken, usai foto mesra mereka beredar. Mereka diminta untuk turun dari jabata mereka sebagai face of campus. King dan queen kampus.Di kondominiumnya, Jane berdiri di atap dan ingin mengakhiri hidupnya. Fluke datang tepat waktu dan meminta maaf padanya. Menjelaskan bahwa semua yang dia lakukan bukanlah rencananya.tetapi karrena ia di terror oleh GTH untuk menghancurkan persahabatan mereka sampai tak berkumpul lagi..Fluke lalu menemui teman-te
Aland, Joo dan Romeo sudah sampai di bawah untuk melihat siapa sebenarnya pemimpin geng topeng hitam itu. Joo melirik ke sekelilingnya untuk memastikan bahwa tidak ada penjaga yang mengejar mereka. Romeo dan Aland duduk di dekat orang yang diduga kaisar itu. Aland melirik Romeo sesaat, laki-laki itu mengangguk serta mengerti maksud Aland. Aland meraih topeng hitam-puih dan membukanya.Mereka bertiga terkejut melihat wajah sebenarnya pemimpin geng topeng hitam itu.“Willy?” ucap Joo terkejut dan ikut duduk dengan kedua temannya. Mereka benar-benar tak percaya bahwa Will-lah yang sebenarnya selama ini menciptakan kerusuhan secara misterius di dalam kampus.“Dasar munafik.” Umpat Joo tepat saat melihat wajah Willy yang kini bersimpah darah di dahinya. “Dia bersikap sebagai mahasiswa teladan di kampus tetapi dia memiliki hati yang sangat busuk.”Romeo dan Aland kompak melirik Joo ketika laki-laki itu mengatakan itu. Mereka
“Aku juga tidak menyangka.” Joo tersenyum geli membayangkan kedua temannya yang memeiliki sifat unik jika mereka bersama akan seperti apa? Pasti lucu sekali. “Aku tidak bisa membayangkan ghadis tomboy itu rupanya menyukai laki-laki kemayu seperti Ken.”Romeo merasa geli melihat wajah Joo ang sedang membayangkan sesuatu. “Apa yang kau pikirkan? Berhenti berhayal.”Joo mendengus pada Romeo. “Kau tidak pernah tahu rasanya senang melihat temanmu jatuh cinta. Lebih baik cari pasangan sana, supaya kau tahu rasanya jatuh cinta!” ejek Joo pada Romeo.Romeo mendelik pada Joo karena laki-laki itu tiba-tiba menyinggung tentang pasangan. “Apa yang kau maksud? Bercermin dulu sebelum mengolok orang lain. Kau sendiri belum memiliki kekasih.”Joo langsung terdiam mendengarnya. Sementara Aland yang tengah duduk di antara mereka berdua melirik Romeo dan Joo dengan heran. “teman-teman, pertunjukkannya sudah a