"Apa kamu harus selalu meninggalkanku setiap kita selesai bercinta?" Nara yang sedang memakai baju malamnya menoleh pada pemilik mata ash yang seharusnya tidur.
Hari sudah pagi meski matahari belum nampak, "tapi Joe akan terkejut jika ia bangun aku tak ada disampingnya." Jawab Nara meraih baju hangat dari lantai.
"Apa kamu terbangun saat mengingat putra nakalku?" Nara mengangguk dan membiarkan lelaki yang masih belum menggunakan pakaian dibalik selimut itu menariknya jatuh ke atas ranjang berantakan bahkan saat terkejut wajah Nara tak berubah sedikitpun dan hanya menatapi Alan, "dan lagi, aku harus menata pakaianku sendiri hari ini."
"Ok, apa kamu sedang meminta bantuanku, Nona Larson?" Nara mengernyitkan dahi pada tanyanya, rasanya Alan jadi bisa melihat banyak wajah dari wanita dingin minim ekspresi dibawahnya ini.
"Aku tak yakin bisa merapikan bajuku Serapi Iori. Tapi, aku tak se-desperete itu sampai harus meminta bantuanmu, Tuan Sulivan." <
"Onty?" Nara yang jadi diam menatap Joe. Mata bulat nan jernih bocah berpipi gembil yang enak digenggam ini ngenatapinya khawatir. "Apa kamu sudah lapar?"Joe mengangguk dan tersenyum saat Nara mengusap perut kecilnya. "Let's get your lunch than." Bocah kecil yang langsung bangun sambil membawa pesawat kertasnya itu minta digendong.Disepanjang langkah Nara, Joe terus berceloteh sementara Nara yang mendengarkan jadi diam menatapi Alan yang duduk dalam bisu. Saat pandangan mereka bertemu seolah ada tembok yang begitu tipis namun sulit ditembus sekedar untuk memulai percakapan. "Daddy, I am Hungry."Alan tersenyum dan menarik kursi Joe agar putra nakalnya bisa duduk, sementara Nara duduk dihadapan Alan. Banyak kata yang rasanya tercipta namun tak ada sepatah kalimatpun keluar dari mulut Nara. Sementara Alan menyiapkan makanan untuk bocah nakal yang masih memainkan pesawat kertasnya."
Clekk!!Bocah lelaki kecil yang sedang bermain sendiri dibawah pengawasan Dokter Carter itu menoleh pada suara pintu yang terbuka, ia langsung berdiri saat mendengar suara wanita dingin yang membuatnya berjalan cepat mengintip pintu yang sudah ditutup pelayan tua yang menerima jas hangat sang majikan yang menyadari kepala kecilnya yang menyembul."Apa kau sudah menata puzzle-mu?"Rei hanya mengangguk, lalu menerima uluran tangan wanita dingin yang menggandeng tangan kecilnya.Carter tak sekalipun melepas tatapannya dari bocah kecil yang sudah mulai membuka hati meski hanya pada wanita dingin yang mengusap kepalanya juga pada Iori. Pelayan tua yang tersenyum dengan anggukan menyapa yang ia balas."Anda mau minum teh, Dokter Carter?""Tidak perlu, Iori, saya sudah menyamankan diri sejak tadi," jawab Carter membuat Iori menatap dua kaleng minuman isotonik yang Carter keluarkan dari kulkas.Dengan tangan masih membawa tas kerja
"Tuan kecil Rei, apa anda mau makan sesuatu?" Flight attendan yang senyumnya begitu ramah itu ditatapi Rei. Ditangannya sudah tersedia bermacam menu untuk Rei pilih. Tapi, bocah kecil yang terus menutup mulutnya ini menoleh keluar lagi tak menanggapi, menatapi awan bergumpal-gumpal yang biasanya ia lihat dari bawah.Apa Rei suka naik pesawat terbang? Entahlah. Karena anak kecil ini hanya diam menatapi awan di pesawat yang hanya pernah ia lihat ditelevisi. Itupun saat ia diajak Cyntia keluar."Mommy," Pelan bibir Rei berucap tapi telinganya sendiri bahkan tak mendengar suaranya sendiri."Buatkan saja Rei coklat hangat, Maria." Wanita yang namanya dipanggil itu menoleh pada wanita dingin yang sama sekali tak mengalihkan pandangannya dari laptop, "yes, Ma'am, apa anda ingin tambah teh lagi?""Beri saja aku kopi." Ucap Nara masih menatapi layar leptop yang akan lama menyala. Maria yang hafal kebiasaan Nara hanya mengangguk.Kopi artinya Nona Larson aka
Tok...tok!Ketukan pelan itu membuat wajah Nara beralih dari layar laptop, "ada apa, Rei?"Meski bukan Rei yang mengetuk pintu. Nara menatapi bocah kecil yang berdiri diambang pintu sementara pelayan tua-nya menahan daun pintu agar lebar terbuka. Rei tampak ragu tapi, saat wanita dingin itu menutup laptopnya langkah Rei terdengar dan langsung menarik tangan Nara. "Kamu ingin menunjukan sesuatu padaku?"Rei mengangguk dan menggenggam erat tangan Nara yang berdiri mengikuti bocah kecil yang berjalan dengan langkah ringan, melewati Iori yang hanya tersenyum lalu menutup pintu ruang kerja Nara kemudian mengikuti keduanya.Setelah berjalan menyusuri lorong luas dengan lantai mengkilap yang bahkan tak meninggalkan debu sebutir pun, Iori berhenti dan hanya memperhatikan bocah kecil yang menunjuk kotak besar dengan bungkus yang membuat Nara mengangguk. "Apa keretamu sudah datang?"Rei menatap Iori yang mengangguk membenarkan kalau kotak besar dengan gambar
Malam peresmian gedung baru tuan Smith ahirnya tiba, mata-mata tamu undangan dengan tabungan tanpa seri pun dibuat takjub dengan dekorasi serba gold juga rangkaian bunga mawar yang menjadi primadona. Mereka masih tak percaya gedung Smith ahirnya berdiri setelah sang pemilik tersandung masalah pajak bahkan diberitakan masif di lini masa. Ia seoalah berubah jadi musuh banyak orang hanya dalam waktu singkat. Melihat situasi Smith banyak orang yang tak percaya gedung pusat kebugaran yang aroma catnya tersamarkan dengan harum bunga dan makanan ini ahirnya berdiri."Hei, look there.""At what--Oh my, did they get back together?""Who?" "Tapi kenapa mereka berpisah?""Mungkinkah Sulivan sadar bahwa istrinya yang terbaik?""An ex-wife, Darling.""Tapi, kenapa mereka berpisah ditempat pertama kalau mereka terlihat serasi seperti itu?""Oh, come on. Mau berpetualang seperti apapun lelaki akan kembali pada istrinya.""An ex-wife, Darling."
Di bawah langit malam dan diantara cuaca dingin yang menyelimuti, Alan menggenggam erat jemari Nara yang hanya mengikuti. Berlari diantara klakson juga rutukan tak sabar yang tak mereka perdulikan.Bahkan duda beranak satu itu senyumnya mengembang disepanjang langkah tak perduli pada kepulan putih yang keluar dari bibir dan hidungnya dan makin mengeratkan genggaman jemari Nara yang tak memakai sarung tangan. Sampai keduanya berhenti dipinggir jalan raya yang kendaraanya bersliweran.Nara menatapi sepeda motor yang ada dihadapannya, kuda besi yang tak lagi berbentuk rongsokan seperti saat terakhir ia lihat. Sungguh, Iori tak pernah setengah-setengah dalam melakukan sesuatu.Srrrrrttt! Wanita dingin yang mendengar suara robek itu menunduk dan udara dingin langsung menyapa kakinya berkat tangan Alan menyobek gaun malam yang ia kenakan dibawah jaket hangat yang bulu-bulunya begitu halus, "apa yang kamu lakukan, Tuan Su
"kita sudah sampai, Nona."Nara yang menutup mata menatap pemilik suara yang tersenyum, pintu mobil terbuka begitu Nara bangun dari jok hangat yang membuatnya hampir terlelap saat memejamkan mata."Selamat datang kembali, Nona," sapa Iori pada wanita dingin yang mengangguk."Apa Rei tidur di kamarnya?""Indid, Ma'am. Tuan kecil menunggu anda pulang sampai tertidur di depan keretanya."Nara hanya diam menatap kereta mainan yang masih menyala, "anda ingin minum teh, Nona?"Iori hanya menunggu jawaban dari wanita dingin yang terus menatapi laju kereta dalam diam, "siapakan saja di kamar, setelah itu beristirahatlah.""Baik, Nona." Iori berjalan meninggalkan Nara yang menatap sekali lagi laju kereta sebelum masuk ke dalam kamar tempat Rei tidur. Bocah kecil yang jiwanya terluka itu tidur dengan posisi miring, wajah polosnya terlih
Wanita berambut pirang yang keluar dari kamar mandi itu langsung masuk ke walk in closet kamar lelaki bermata ash yang mengizinkan dirinya menginap. Matanya menatapi jajaran pakaian rapi tergantung dengan tangan merabai satu persatu sampai pilihannya jatuh pada kemeja Alan yang langsung ia kenakan tanpa dalaman bahkan panty.Ditatapnya pantulan diri yang menggoda bahkan untuk matanya sendiri. Kemeja putih Alan yang terasa begitu besar hanya menutupi sebagian pahanya bahkan ia sengaja tak mengancingkan dua mata kancing bagian atas yang membuat belahan dadanya terlihat. Rambut pirangnya yang hanya basah dibagian pinggir ia Cepol agar leher jenjangnya terlihat. Sejumput rambut pirang yang terawat pun menjuntai didepan telinga.Beberapa kali Sofia memutar tubuh melihat adakah yang kiranya kurang dari dirinya-tidak! Tidak ada yang kurang, bahkan ia sendiri merasa tergoda.Setelah berkutat sekali lagi menatapi pantulan diri, Sofia keluar dari walk in