LOGINCahaya terakhir matahari telah memudar di balik punggung gurun yang kejam, digantikan oleh selimut malam yang dingin. Tim Jae-won akhirnya tiba di ambang batas Hutan Jaya, sebuah oase hijau yang menjanjikan perlindungan dari mata-mata Federasi dan bayang-bayang masa lalu mereka. Namun, memasuki hutan di malam hari bukanlah pilihan bijak, terutama dengan kendaraan pengangkut yang rusak dan Min-seo yang Soldierid-nya masih pincang. Mereka memutuskan untuk berkemah di tepi gurun, tepat di garis demarkasi antara kekosongan pasir dan rimbunnya pohon-pohon kuno.
Ji-hoon dengan cekatan menekan panel di samping kendaraan yang berasap, mengeluarkan sebuah kompartemen penyimpanan otomatis. Di dalamnya, tersusun rapi berbagai peralatan kemah futuristik. "Setidaknya, kita tidak perlu mengkhawatirkan tempat tidur yang nyaman," ujarnya, seringai kecil muncul di bibirnya. Dari kompartemen itu, ia mengeluarkan empat buah kapsul tenda auto-deploy yang seukuran telapak tangan. Hanya dengan satu sentuhan tombol, kapsul-kapsul itu melayang di udara, memindai area di sekitarnya, lalu mendarat dengan lembut dan mengembang menjadi tenda-tenda berbentuk kubah transparan yang memantulkan cahaya bintang. Dindingnya terbuat dari nano-fiber yang ringan namun kuat, mampu menahan badai pasir dan suhu ekstrem, sekaligus memberikan privasi parsial. Di dalamnya, kasur gel-foam yang menyesuaikan bentuk tubuh langsung mengembang, siap menyambut mereka. "Wah, ini baru kemah," komentar Min-seo, meregangkan tubuhnya setelah berjam-jam tegang di kokpit. "Tidak seperti pelatihan survival di Federasi dulu yang cuma pakai kantong tidur tipis." Hyun-woo, yang baru saja selesai memasang jaring sensor perimeter menggunakan drone stealth mini, menyahut tanpa menoleh. "Aku yakin Hyeong-jun akan senang kalau tahu kita tidur di bawah bintang. Menghemat amunisinya." Jae-won, yang duduk di atas sebuah batu besar sambil membersihkan pistol plasmanya, tersenyum tipis. "Biarkan saja. Malam ini, kita adalah orang bebas. Nikmati saja." Ji-hoon kemudian mengeluarkan kompor induksi portabel dari kompartemen lain. Bentuknya pipih dan ringkas, memancarkan cahaya biru redup saat diaktifkan. Di atasnya, ia menaruh panci self-heating titanium yang berisi blok makanan beku. "Malam ini menunya... Makanan ransum standar Federasi. Tapi setidaknya ini edisi 'pedas ekstra'." Min-seo menghela napas. "Makanan ransum lagi? Aku rindu daging panggang. Daging sungguhan, bukan protein synthesis block." "Kita akan sampai di Kota Perbatasan Kerajaan Harimau Merah besok," kata Jae-won. "Di sana, kau bisa makan sepuasnya. Kalau punya uang." "Uang? Bukankah kita punya semacam... dana rahasia mantan Panglima?" tanya Min-seo, matanya berbinar. Jae-won mendengus. "Dana rahasia itu sudah disita, Kapten. Kita sekarang ini buronan dengan nol kredit di rekening." "Oh, jadi kita akan jadi buronan kelaparan?" Min-seo pura-pura cemberut. "Hebat sekali rencana pelarianmu ini, Panglima." "Hei, setidaknya kita masih hidup, kan?" balas Ji-hoon, mengaduk makanan di panci dengan spatula magnetic. "Dan punya tempat tidur empuk. Terima kasih kepada... entah siapa yang menaruh peralatan ini di kendaraan lama Federasi ini." Ia melirik Jae-won dengan curiga. Jae-won hanya mengangkat bahu, berpura-pura tidak tahu. Padahal, ia tahu persis siapa yang menyelinapkan peralatan mewah ini ke dalam kendaraan tua itu—sebuah "hadiah perpisahan" dari beberapa anak buahnya yang setia sebelum kudeta. "Dan kau, Hyun-woo," Min-seo berpaling pada stealth master itu. "Apa kau juga hanya akan makan ransum? Atau kau punya persediaan tersembunyi, ransum unit infiltrasi yang cuma bisa dimakan para Mayor bersembunyi?" Hyun-woo, yang kini duduk di samping Jae-won, mengambil satu blok ransum dan mulai memakannya tanpa ekspresi. "Kami infiltrator, bukan hoarder," katanya singkat. "Semua ransum sama. Hanya saja, aku tidak perlu banyak." "Oh, ayolah. Pasti ada rahasia di balik ketenanganmu itu," goda Min-seo. "Mungkin kau bisa bertahan hidup cuma dengan embun pagi dan meditasi." "Tentu saja," balas Hyun-woo, dengan nada datar yang membuat candaan itu semakin lucu. "Tapi kadang-kadang, kalori juga diperlukan untuk mempertahankan kemampuan stealth optimal." Mereka tertawa kecil. Atmosfer yang tadinya penuh ketegangan perlahan mencair, digantikan oleh kehangatan persahaban di bawah langit Astarhea yang bertabur bintang. Bintang-bintang itu bersinar begitu terang di gurun yang jauh dari polusi cahaya kota. Jae-won menatap ke atas, membiarkan pikirannya sejenak melayang dari intrik Federasi, Kekaisaran, dan misteri kuno. Malam ini, mereka hanya empat orang yang berusaha bertahan hidup, mencari tempat perlindungan di dunia yang bergejolak. Makanan ransum pedas ekstra ternyata cukup untuk menghangatkan tubuh mereka. Ji-hoon mengeluarkan sebuah dispenser minuman portabel yang bisa menyeduh kopi atau teh dari kapsul padat. Aroma kopi sintetis memenuhi udara gurun. "Ini lebih baik daripada air kran di kamp," ucap Min-seo, menyeruput kopi panasnya. "Kurasa petualangan ini ada sisi baiknya juga." "Sisi baiknya adalah kita masih bernapas," timpal Jae-won, matanya kembali menatap reruntuhan di kejauhan. Bayangan Kageyama, ninja dari Kekaisaran, masih melekat di benaknya. Sosok misterius itu, dengan peringatan tentang "keseimbangan" dan "kebangkitan yang lebih besar," terasa seperti beban baru di pundaknya. "Panglima, kau terlihat cemas," kata Ji-hoon, melihat ekspresi serius Jae-won. "Hanya memikirkan masa depan," jawab Jae-won, jujur. "Kageyama itu... peringatannya bukan omong kosong. Sesuatu yang besar sedang bergerak. Dan Modul Kompensator Inti yang dicuri Republik itu, aku yakin itu kuncinya." "Tapi kita punya satu malam yang tenang ini, Panglima," kata Min-seo, mencoba menghibur. "Besok, kita akan menghadapi segalanya lagi. Sekarang, mari kita nikmati bintang-bintang." Dan memang, di atas mereka, Bima Sakti membentang megah, sebuah sungai bintang yang tak terbatas, mengingatkan mereka akan luasnya alam semesta dan betapa kecilnya masalah mereka di dalamnya—namun, juga betapa berharganya kehidupan yang mereka perjuangkan. Api kecil dari kompor induksi memantul di wajah mereka, menciptakan siluet yang menari-nari di kegelapan. Mereka berbicara tentang kenangan lama di Federasi, tentang impian mereka sebelum kudeta. Hyun-woo bahkan berbagi cerita lucu tentang misi stealth yang salah jalur, sesuatu yang jarang ia lakukan. Ji-hoon bercerita tentang ambisinya untuk membuka bengkel mekanik setelah perang usai. Min-seo bermimpi untuk terbang melintasi seluruh Astarhea, tanpa perlu izin militer. Jae-won mendengarkan, senyum kecil tak pernah lepas dari bibirnya. Untuk malam ini, mereka bukan lagi Panglima dan bawahannya, bukan buronan atau pahlawan. Mereka adalah teman, berbagi kehangatan di tengah gurun yang dingin. Ketika malam semakin larut, satu per satu mereka masuk ke dalam tenda auto-deploy mereka. Jae-won adalah yang terakhir. Ia menatap ke arah Hutan Jaya yang gelap. Di baliknya, terletak Kota Perbatasan Kerajaan Harimau Merah, sebuah tempat baru yang menjanjikan sekutu dan tantangan baru. Dan di luar semua itu, menunggu sebuah kebenaran kuno yang siap terungkap. Namun, untuk saat ini, di bawah bintang-bintang Astarhea yang bergemerlapan, Jae-won menemukan kedamaian yang langka. Ia memasuki tendanya, berbaring di kasur gel-foam yang nyaman. Dinginnya gurun di luar terasa jauh. Besok adalah hari baru, hari baru dalam pelarian mereka. Tapi malam ini, mereka selamat, bersama. Itu sudah cukup. Di balik semak-semak lebat di ambang Hutan Jaya, hanya beberapa puluh meter dari lokasi kemah mereka, sesosok bayangan samar terlihat. Sosok itu, yang nyaris tak terlihat oleh mata telanjang bahkan oleh sensor Hyun-woo yang paling canggih sekalipun, mengamati tenda-tenda kubah transparan itu. Cahaya bintang dan api redup dari kompor induksi sesekali memantul dari detail kecil pada pakaiannya. Dia tidak bergerak, hanya berdiri di sana, mengawasi. Sebuah senyum tipis, nyaris tak terlihat, terukir di bibirnya, seolah dia menikmati pemandangan kedamaian sesaat para buronan itu, atau mungkin sedang merencanakan langkah selanjutnya. Dia adalah mata yang tak terlihat, penonton dari drama yang baru saja dimulai.Fajar menyingsing dengan lambat di ufuk timur, mengusir dinginnya malam gurun dengan kehangatan lembut. Cahaya keemasan pertama menyelinap masuk melalui dinding transparan tenda-tenda auto-deploy yang ringkas, membangunkan tim Jae-won dari tidur lelap mereka. Mereka berkemah di garis batas Hutan Jaya, yang menjadi batas alami antara Gurun Tandus dan Kerajaan Harimau Merah. Aroma tanah basah dan dedaunan hutan yang masih menyusup masuk, memberikan kontras yang menyegarkan dari bau mesiu dan pasir yang telah mereka hirup berhari-hari. Ji-hoon adalah yang pertama bangkit, menguap lebar, lalu dengan cepat menekan tombol di kapsul tendanya, dan tenda itu pun mengempis, menyisakan tas ringkas di tanah. "Selamat pagi, para buronan," sapanya dengan nada ceria yang mengejutkan, meskipun semalam ia adalah yang paling lelah, "Waktunya melanjutkan perjalanan. Aku sudah perbaiki mesin sebisanya. Sekarang mobil itu seharusnya bisa menempuh beberapa ratus kilometer lagi sebelum benar-benar mogo
Cahaya terakhir matahari telah memudar di balik punggung gurun yang kejam, digantikan oleh selimut malam yang dingin. Tim Jae-won akhirnya tiba di ambang batas Hutan Jaya, sebuah oase hijau yang menjanjikan perlindungan dari mata-mata Federasi dan bayang-bayang masa lalu mereka. Namun, memasuki hutan di malam hari bukanlah pilihan bijak, terutama dengan kendaraan pengangkut yang rusak dan Min-seo yang Soldierid-nya masih pincang. Mereka memutuskan untuk berkemah di tepi gurun, tepat di garis demarkasi antara kekosongan pasir dan rimbunnya pohon-pohon kuno.Ji-hoon dengan cekatan menekan panel di samping kendaraan yang berasap, mengeluarkan sebuah kompartemen penyimpanan otomatis. Di dalamnya, tersusun rapi berbagai peralatan kemah futuristik."Setidaknya, kita tidak perlu mengkhawatirkan tempat tidur yang nyaman," ujarnya, seringai kecil muncul di bibirnya.Dari kompartemen itu, ia mengeluarkan empat buah kapsul tenda auto-deploy yang seukuran telapak tangan. Hanya dengan satu sentu
Matahari Astarhea yang meredup menggantung rendah di cakrawala gurun, mewarnai hamparan batu dan pasir dengan gradasi oranye dan merah darah yang muram. Di bawah langit yang begitu luas dan tak acuh, tim kecil pimpinan Jae-won bergerak maju. Mereka adalah sisa-sisa kesetiaan yang tak tergoyahkan: Jae-won sendiri, sang Panglima yang kini dicap pengkhianat; Kapten Ji-hoon, pengemudi andal dengan kesetiaan membaja; Mayor Hyun-woo, hantu infiltrasi yang bergerak di antara bayang-bayang; dan Kapten Min-seo, pilot Soldierid yang berani. Kendaraan pengangkut lapis baja mereka, yang tua namun telah dimodifikasi dengan susah payah, mendaki jalur kuno yang jarang dilalui—sebuah urat nadi perdagangan dari era lampau, kini sarang bagi bahaya dan ketidakpastian. Setiap derit roda, setiap embusan angin gurun yang dingin, membawa serta ketegangan yang lebih pekat daripada debu yang terangkat. Kesadaran pahit meresap ke dalam tulang mereka: mereka adalah buruan paling dicari di seluruh Olympia, seo
Pintu bunker baja di bawah Markas Satuan Tugas Titan berderit membuka, mengeluarkan hawa dingin ke udara malam. Ini bukan pintu depan menuju koridor markas yang kini dikuasai Faksi Naga Hijau, melainkan jalur evakuasi rahasia yang mengarah langsung ke pegunungan terjal di luar wilayah inti Federasi.Di hadapan Panglima Jae-won, kini seorang buronan, terbentanglah kehancuran yang tak terduga—bukan oleh musuh luar, melainkan oleh bangsanya sendiri.Kapten Ji-hoon, dengan wajah ditutupi hood dan mata yang hanya memancarkan cahaya laser dari senter kecil, memimpin jalan. Mereka mengendarai kendaraan pengangkut lapis baja yang tua dan dimodifikasi, satu-satunya yang berhasil mereka pertahankan dari gudang rahasia. Target mereka: Hutan Jaya, Kerajaan Harimau Merah, aliansi terakhir.Perjalanan di jalur pegunungan terjal itu sunyi dan penuh ketegangan. Mereka berhasil melewati pos-pos terdepan Federasi yang kini telah mengibarkan bendera Faksi Naga Hijau, menyelinap di bawah radar yang sibu
Tuduhan agresi Republik menyebar seperti api di seluruh Dewan Keamanan Astarhea. Dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam setelah insiden Pos Frostfire, Federasi Militer Naga Biru secara politik terasingkan, dipandang sebagai agresor oleh kekuatan global. Tanpa bukti nyata yang dapat membantah rekaman feed palsu Republik, Panglima Jae-won terpojok.Perintah dari Dewan Nasional Federasi, yang ditekan oleh kekuatan global, adalah untuk menahan diri dari pembalasan militer. Namun, itu adalah perintah yang terasa seperti belati yang mengiris hati seorang prajurit.Jae-won, di Markas Satuan Tugas Titan, menahan amarah yang membara di dalam dirinya, sebuah bara yang siap meledak namun terkendali oleh akal sehat yang tajam. Dia tahu betul bahwa menyerang balik Republik hanya akan memainkan skenario yang telah dibuat Wei Shen, sebuah drama yang dirancang untuk membenarkan narasi mereka. Dia harus menahan diri, setidaknya sampai dia bisa mendapatkan kembali Modul Kompensator Inti yang dicu
Di dalam Bunker Snow Fang, suasana kontras dengan salju yang ganas di atasnya. Presiden Wei Shen menatap jam hitung mundur di layar utama.Dr. Jian Li berdiri di sampingnya, pandangannya terarah pada feed video dari Pos Terdepan Frostfire milik mereka sendiri—pos perbatasan yang sebentar lagi akan dihancurkan oleh unit Republik yang menyamar."Operasi ini mengandung risiko politik tertinggi, Jian Li," ujar Wei Shen, suaranya tegang. "Jika Panglima Jae-won menyadari bahwa lencana Naga Biru pada drone penyerang itu palsu, apalagi jika ia mengetahui detail Proyek Nexus Drive, kita tidak hanya akan memulai perang terbuka, kita akan kehilangan semua legitimasi di Astarhea."Jian Li tersenyum dingin. "Jae-won hanyalah Panglima, Tuan Presiden, bukan politisi ulung. Dia akan melihat api di garis perbatasannya, bukan asap di balik layar. Unit kamuflase kita telah memuat signature drone Federasi yang direkayasa sempurna. Mereka akan percaya bahwa Federasi-lah yang melancarkan agresi. Dan seme