Selingkuh?
Darell mengernyitkan keningnya. Dia tidak merasa dirinya selingkuh dengan perempuan lain. Memangnya siapa? Oke, jika dulu saat kuliah dia memiliki pacar tapi dia juga suka jajan di luar. Tapi dengan Elaine berbeda. Dia tidak pernah berniat menduakan Elaine sama sekali.
“Terus aja acting, Rell. Emang gue bego apa?! Gue tuh udah paham betul sekarang sama kelakuan cowok tukang selingkuh.” Elaine menatap Darell dengan tatapan jijik sekarang.
Darell menggeleng. “Nggak, gue nggak pernah selingkuh. Kapan? Lo pernah lihat gue sama cewek lain? Siapa? Sheila? Dia cuman sekretaris gue, wajar kalau gue terus bareng sama dia. Tapi kita nggak ada apa-apa.”
“Udahlah, Rell, nggak ada maling yang mau ngaku. Percuma kalau gue bilang ceweknya siapa. Sampe lebaran monyet lo nggak akan ngaku,” ketus Elaine.
“Kalau gue salah, gue bakal iyain. Tapi kalau gue nggak salah, mana mau gue iyain, Len? Sekarang siapa cewek ya
“Elaine dari mana aja? Kok, telat?”Pertanyaan itu seolah menjadi sambutan untuk Elaine yang baru saja sampai di ruang kerjanya. Fathan, rekan setimnya menanyakan alasan keterlambatan Elaine ke kantor.Awalnya Fathan sudah merasa cemas, karena jika tidak ada Elaine, bagaimana nasibnya ketika nanti presentasi? Sedangkan bahan ada pada rekan kerjanya.“Sorry, Mas. Ada trouble,” ucap Elaine singkat. Dia langsung duduk dan menyalakan komputernya dengan tergesa-gesa.Fathan menghela napas. “Untung aja meeting-nya ditunda beberapa jam. Jadi, kamu masih selamat,” kata Fathan. Laki-laki itu bersandar dikubikel Elaine, sembari menyilangkan kedua tangannya di dada.“Serius di tunda?” Elaine langsung mendongak menatap Fathan.Fathan mengangguk. “Tadi bilang ditunda beberapa jam. Jadi, kita bisa prepare dulu,” ujarnya. Lalu Fathan kini dapat melihat dengan jelas wajah Elaine. “Len, matamu
Elaine membasuh wajahnya, kemudian dia menatap pantulan dirinya di depan cermin. Gadis itu baru saja menyelesaikan rapatnya dan bisa dibilang berhasil. Walau dia masih mendapatkan beberapa catatan yang harus diperhatikan lagi.Ada satu pertanyaan dalam diri Elaine selama rapat tadi. Kenapa Darell bisa setenang itu? Jujur saja, laki-laki itu terlihat seperti tidak ada masalah apa-apa, saat berhadapan dengan Elaine di ruang rapat tadi. Bahkan laki-laki itu mengajukan beberapa pertanyaan pun terlihat tenang dan profesional. Berbeda dengan Elaine yang terlihat sangat tidak bisa menyembunyikan perasaannya.Gadis itu menyandarkan tubuhnya pada tembok toilet. Lalu dia merogoh saku celananya dan mengekuarkan benda pipih dari sana. Dia membuka aplikasi WA dan mencari kontak Darell.Haruskah Elaine membuka blokir kontak laki-laki itu? Apa yang tadi Darell katakan itu benar? Saat ini Elaine semakin ragu dengan ucapan para lelaki. Walau sebenarnya Elaine tahu, dalam k
Suara nada dering dari sebuah ponsel berbunyi nyaring. Elaine yang sedang tertidur pun segera bangun, tangannya kini menyasar ke pinggiran kasur. Mencoba mencari ponselnya yang sedari tadi berdering. Setelah mendapatkan benda pipih itu, dia langsung melihat nama kontak yang tertera pada layar.“Ngapain, sih, Elsa tengah malem video call?” erang Elaine. Padahal dia baru saja tidur beberapa jam, tapi sekarang sudah diganggu oleh kakak kandungnya.Mengusap layar ponselnya ke samping dan menerima panggilan dari sang kakak. Sedetik kemudian layar ponselnya menampilkan keadaan sang penelpon. Di sana Elaine bisa melihat cahaya dari beberapa lilin. Di balik lilin tersebut Elaine bisa melihat seorang peri kecil yang dia kenal, Ariella.“Happy birthday to you. Happy birthday to you. Happy birthday. Happy birthday. Happy birtday to you.” Ariella bernyanyi untuk Elaine yang masih berbaring di atas kasurnya. “Mama cepet nyalain lampunya!”
“Ya ampun, Shan. Ngapain, sih?” tanya Elaine pada sahabatnya.Sudah dari kemarin Shani ada di Jakarta. Memang mereka berencana untuk merayakan ulang tahun Elaine. Padahal Elaine menolak untuk mengadakan acara untuk dirinya. Tapi kedua sahabatnya itu bersikeras untuk merayakannya bersama.“Shan, gue bukan bocah lagi. Nggak usah beginian, deh. Sayang duit,” ucap Elaine.Saat ini Elaine dan Shani sedang berada di salah satu butik pakaian di sebuah mall besar di Jakarta. Shani sedang memilihkan baju untuk dikenakan Elaine malam ini. Karena rencananya mereka bertiga akan mengadakan makan malam spesial.“Emang kita bakal makan-makan di mana, sih? Ngapain pakai dress begini? Udahlah pakai kemejaan aja. Emangnya kita makan malam bakal formal gitu?” cerocos Elaine.Sayang, Shani tak menanggapinya. Dia sibuk memilih dan mencocokkan baju untuk sahabatnya itu.“Shani!” sentak Elaine, karena merasa kesal di
Seorang laki-laki yang mengenakan tuxedo berwarna hitam masuk ke dalam ruangan private tersebut. Salah satu tangannya dia semnunyikan di belakang badannya. Kakinya tegap melangkah, menghanpiri Elaine yang sedang duduk dengan wajah kaku.Laki-laki itu tersenyum manis, sangat manis. Dia sangat senang ketika melihat perempuan yang sedang terduduk itu. Wajah kakunya saja sangat cantik. Kemudian dia berhenti dan berdiri di samping Elaine.Pandangan Elaine terus mengikuti ke mana laki-laki itu berada. Kini dirinya mendongak, memandang laki-laki itu. Elaine menelan salivanya, hanya itu yang bisa dia lakukan sekarang. Karena lidahnya masih terasa kelu, saking terkejutnya dengan kemunculan sosok laki-laki itu.“Selamat ulang tahun,” ucapnya dengan suara bass. Laki-laki itu memberikan satu buket bunga lily putih, yang sedari tadi dia sembunyikan di belakang tubuhnya.Elaine masih terpaku, matanya kini mengarah pada bunga tersebut.“Nggak ma
“Len, gue bener-bener serius. Lo mau jadi temen hidup gue, kan?” tanya Darell.Jika ditanya bagaimana perasaan Darell saat ini. Tentu saja gugup. Ucapannya tadi itu benar-benar tulus dari hatinya. Dia ingin mengajak gadis yang ada di depannya ini untuk menjalani hubungan yang lebih serius.Jantungnya benar-benar berdegup kencang. Netranya menatap dalam manik hitam milik Elaine. Manik itu sangat indah. Badannya sedikit menegang, menunggu jawaban dari Elaine.“Rell,” panggil Elaine, yang matanya kini berkaca.“Ya?” sahut Darell. Menelan salivanya kasar, badannya kini terasa panas. Bukan karena marah, tapi karena gugup.“Ini apa?” tanya Elaine. Gadis itu mempertanyakan benda yang melingkar di jari manis kirinya. Terlihat dia sangat terkejut dengan heran dengan hal itu.“Ini? Ini bukti kalau gue mau serius dan berkomitmen sama lo. Lo mau jadi temen hidup gue, kan?” tanya Darell mengulan
Satu minggu setelah ulang tahun Elaine dan momen penting juga bersejarah bagi Elaine dan Darell. Mereka belum pernah bertemu kembali. Hanya berkomunikasi via telepon atau bahkan chat saja. Hal itu disebabkan karena kesibukan Elaine dan Darell di tempat kerja.Darell yang terus melakuakn pertemuan dan juga rapat dengan beberapa rekan bisnisnya. Sedangkan Elaine masih harus berkutat pelaporan hasil penelitiannya. Akhirnya, setelah beberapa lama Elaine bisa menyelesaikannya. Rencanya hasilnya ini akan di bawa rapat dua hari ke depan.“Ah, selesai!” erangnya. Elaine merentangkan kedua tangannya ke atas. Kemudian ponselnya berdering.Elaine langsung meniliki layar ponsel miliknya. Kemudia matanya membulat ketika mendapati nama Darell di sana. Buru-buru Elaine meraih ponselnya dan menerima telepon tersebut. Elaine beranjak dan berjalan menjauh dari kubikelnya.“Halo,” bisik Elaine. Tangan kirinya kini menutupi mulutnya.“Uda
Tiga hari setelah kejadian menegangkan di tangga darurat itu. Elaine akhirnya memutuskan untuk kembali ke tempat Darell. Keputusan Elaine untuk tinggal bersama dengan Darell sangat disambut dengan baik oleh laki-laki itu. Dalam hati Darell bersorak kegirangan, karena tiba-tiba saja Elaine datang ke apartemennya.“Kamu mau kasih aku surprise?” bisik Darell manja. Kini tangannya melingkar pada perut Elaine. Memeluk Elaine dari belakang.Elaine yang sedang mempersiapkan bahan masakan untuk makan malam, mencoba melepaskan pelukan itu. Lalu dia berbalik, mendongak sedikit, dan menatap wajah Darell. Laki-laki itu memang lebih tinggi beberapa senti darinya.“Kamu nggak lihat aku lagi masak?” tanya Elaine.“Lihat. Tapi, pengin aja gitu meluk kamu dari belakang. Aku kaget, sih, tiba-tiba kamu datang dan memutuskan untuk tinggal,” jawab Darell.Elaine menghela napas. Dia tahu bahwa Darell sangat senang dengan keberadaannya