Share

07 . More Interested

Aaric duduk di rerumputan taman, terdiam dengan tatapan terkunci pada langit cerah hari ini. Meski masih penasaran dengan maksud ucapan Aaric, Airélle urung bertanya lanjut dan justru mengikuti laki-laki itu duduk di rerumputan.

Anak rambutnya berkibar kecil karena angin sayup-sayup berhembus.

“Kau pangeran, ya?” alih Airélle.

“Ya.”

Bibir Airélle mengerucut mendapati jawaban singkat dari Aaric. Tidak seru diajak mengobrol, pikirnya. Dalam bayangan Airélle, berlatih dengan Aaric nantinya pasti akan sangat membosankan. Bahkan hasilnya akan sia-sia. Sungguh ironis.

Aaric menghela napas. “Aku Aaric Casperion, dari Kerajaan Orion. Salah satu kerajaan yang berdiri di bawah Kerajaan Fantasia.” ralatnya.

“Baiklah, salam kenal.” tanggap Airélle.

“Giliranmu.” Aaric berkata.

Airélle mengernyit. “Aku?” bingungnya, ia menunjuk dirinya sendiri. Kemudian tersadar akan makaud Aaric setelah beberapa sekon. “Aah! Namaku Airélle Panemorfi. Kau tidak akan tahu tempat ini, tapi aku berasal dari Chicago— salah satu kota besar di Amerika Serikat.”

Airélle mengamati mimik wajah Aaric. Sekilas, laki-laki itu tetap berwajah datar dan terkesan tidak peduli. Tetapi jika diperhatikan lagi, keningnya sedikit mengerut, menandakan ia merasa janggal.

“Bagaimana kau bisa ke sini?” pertanyaan itu akhirnya terlontar. Bahkan setelah mengatakannya, Aaric merutuk pada dirinya sendiri. Tidak bisanya, dan bukan sekali dirinya ingin tahu banyak mengenai orang lain seperti ini.

Airélle mengangkat kedua bahunya, tidak tahu. “Awalnya aku pergi ke pantai untuk merayakan ulang tahun sahabatku. Lalu aku pergi sendiri ke sisi lain pantai untuk berswafoto, dan malah mendengar suara kuda dari dalam goa. Dan aku melihat pegasus! Pegasus itu mendorongku masuk ke dalam portal, ah dan tiba-tiba aku berada di negeri ini.” cerita Airélle.

Airélle sempat berpikir untuk menunjukkan bandul kalungnya, tapi ia mengurungkannya. Ia bahkan belum mengenal baik Aaric, dia hanya takut tidak bisa kembali lagi.

“Pegasus?” ulang Aaric.

“Ya, pegasus!” Airélle meyakinkan. “Pernahkah kau melihat hewan itu?”

Aaric mengangguk. “Saat mengunjungi Kerajaan Fantasia, banyak pegasus berwarna putih salju.” ungkapnya, namun tanpa diduga ia melanjutkan. “Seperti rambutmu.”

Airélle menghela napas berat. Ia mengalihkan pandangannya dari Aaric ke gumpalan-gumpalan kapas putih di hamparan langit. “Sebenarnya aku terlahir dengan rambut berwarna hitam. Ah, benar. Sebelumnya beberapa helai rambutku sudah memutih, tapi aku tidak tahu entah kenapa saat sampai di sini warna rambutku berubah seluruhnya.”

Aaric masih memperhatikan Airélle. Baru kali ini ia menemukan banyak kejanggalan dari seseorang. Dan menurutnya, Airélle sudah mencuri perhatiannya saat pertama kali ia melihatnya.

“Sudah waktunya makan siang. Ayo ke kantin.”

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ 。 。 。

Airélle mengatakan akan bergabung dengan dua temannya ketika ia dan Aaric sudah sampai di kantin. Maka Aaric menyetujuinya dan mereka berpisah.

Sebelum itu Aaric mengatakan ia akan memulai latihannya besok setelah semua kelas telah selesai. Meski sudah menolak, Airélle akhirnya setuju. Biarlah Aaric tahu rasa sendiri, dia hanya akan membuang-buang waktu.

“Lihat siapa yang datang,” Kareen berkata dengan nada menggoda. “Bagaimana latihanmu dengan Aaric, Airélle?”

Airélle duduk di kursi yang kosong, kemudian menghela napas lelah. “Tidak ada. Kami hanya berkenalan.”

“Aku mengambilkan pasta itu untukmu. Suka?” alih Amatera, menyodorkan sepiring pasta pada Airélle.

Airélle menerimanya dengan mata berbinar. “Aku suka pasta! Thank you, Ame,” senangnya, Amatera membalasnya dengan anggukan dan kembali melahap pasta miliknya.

“Tadi saat aku ke toilet, beberapa murid perempuan membicarakan tentang Putri Fantasia yang hilang.” Kareen membuka topik baru. “Apa benar menyebutnya hilang? Dengar-dengar, putri itu diasingkan saat penyerangan dari bangsa Hellger.”

“Tapi coba tebak kenapa putri itu tak kunjung kembali? Perbatasan antara Fantasia dan Hellger bahkan sudah diperkuat, dan selama belasan tahun Fantasia tentram saja. Seharusnya putri aman di Fantasia, bukan?” Amatera memasuki topik, mengutarakan isi pikirannya.

Sementara itu, Airélle yang tidak tahu apa-apa hanya menyimak pembicaraan sambil menyantap makan siangnya. Tapi satu persatu pertanyaan mulai bergumul mengisi pikirannya.

“Hellger, aku pernah mendengarnya. Apa itu?” tanya Airélle.

Kareen dan Amatera kontan menoleh padanya.

“Yah, Hellger adalah wilayah bawah yang penuh kegelapan, dihuni oleh bangsa iblis.” Amatera menjelaskan. “Mereka memiliki ambisi untuk menguasai Negeri Fantasia. Setahuku Raja iblis dan kegelapan adalah Elioz Hellrick, tetapi kabarnya ia telah disegel oleh para Dewa dan Dewi. Posisi pemimpin masih diperebutkan oleh bangsa Hellger.”

Airélle membulatkan mulutnya seraya mengangguk-angguk.

“Omong-omong, aku tidak melihat Lyra.”  celetuk Kareen.

Mendengar nama itu disebutkan, Amatera berdecih. “Biarkan saja dia. Aku harap akademi memberinya pelajaran yang bisa membuatnya jera.”

Kareen mengangguk setuju, ketara sekali dari raut wajahnya bahwa ia masih menahan kekesalan dengan si ‘Biru’, Lyra. “Aku yakin 101% ia sengaja menyerang Airélle dengan elemennya.” luapnya. “Sebenarnya, apa masalahnya?”

“Mungkin cemburu.” seloroh Amatera.

Kareen terperangah, menatap Amatera tidak percaya. “Cemburu? Apa maksudmu, Ame?”

Amatera menggeleng-gelengkan kepalanya. “Tidak tahukah kalian kemana arah pandang Aaric selama kelas berlangsung?”

Semuanya tampak baik-baik saja, hingga sumpit dalam genggaman Airélle terlepas dari tangannya.

Tangannya spontan memegang kepalanya yang berdenyut kuat, menyebabkan rasa sakit dan pening luar biasa.

“ARRGH!”

ㅤㅤㅤㅤㅤ〔 TO BE CONTINUE 〕

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status