Legenda Dewa Racun

Legenda Dewa Racun

last updateLast Updated : 2025-05-28
By:  MurloxCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
2 ratings. 2 reviews
144Chapters
2.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Du Shen, anak muda dari desa terpencil Yaocun, hidup damai bersama orang tuanya hingga tragedi mengerikan menghancurkan segalanya. Ia mendapati desanya terbakar habis, dan warga, termasuk ayahnya, menjadi korban kekejian para kelompok bandit. Ketidakberdayaan menyaksikan kehancuran itu menanamkan dendam mendalam di hati Du Shen. Sayangnya ia terlalu lemah untuk mencoba menghentika para bandit itu. Tubuh kecilnya menyerah pada kelelahan dan trauma, hingga ia terbangun di tempat asing, dirawat oleh seorang lelaki tua misterius. Lelaki itu menawarkan bimbingan untuk menjadikan Du Shen lebih kuat. Di bawah pelatihan keras sang guru, Du Shen menempa dirinya, bertekad menuntut balas dan melampaui batasnya. Namun, perjalanan menuju balas dendam ini dipenuhi tantangan dan misteri yang akan menguji tekadnya. Inilah awal dari kisah epik seorang anak muda yang kelak dikenal sebagai "Dewa Racun."

View More

Chapter 1

Bab 1 - Dendam Atas Kematian

Du Shen, seorang anak muda berusia sepuluh tahun, terlahir di sebuah tempat yang disebut desa Yaocun, desa terpencil di bagian timur Benua Yin.

Desa yang dihuni oleh kebanyakan petani dan pengrajin, tempat yang begitu tenang, jauh dari hiruk-pikuk kehidupan kota besar.

Du Shen adalah anak yang penuh semangat dan cerdas, meskipun usianya masih muda. Ia tinggal bersama kedua orang tuanya, Du Liong dan Mei Hua, di sebuah rumah kayu sederhana.

Kehidupan mereka dipenuhi dengan rutinitas sehari-hari yang damai—berkebun, memelihara ternak, dan sesekali berburu di hutan untuk mencari bahan makanan.

Suatu pagi yang cerah, Du Shen pergi ke hutan untuk mengambil kayu bakar atas perintah ibunya. Langkahnya ringan, disertai rasa bahagia karena hari itu cuaca begitu cerah nan indah.

Pikirannya melayang, membayangkan sore nanti ia bisa duduk bersama orang tuanya di teras rumah sambil menikmati makanan ringan buatan ibunya dan menikmati secangkir teh hangat. Namun, kebahagiaan itu segera berubah menjadi mimpi buruk, situasi yang tak pernah Du Shen bayangkan seumur hidupnya.

Saat Du Shen tiba di tepi hutan, suara angin mendadak terasa berbeda. Ada rasa gelisah yang merayapi dirinya. Ia menoleh ke arah desa Yaocun yang terlihat dari kejauhan.

Di sana, ia melihat asap tebal membubung tinggi ke langit. Hatinya berdebar kencang. Ia segera menjatuhkan kayu bakar yang baru saja dipotong dan berlari secepat mungkin.

Semakin dekat dengan desa, perasaan khawatir berubah menjadi ketakutan. Du Shen melihat sesuatu yang tak bisa ia percayai. Desa yang selama ini damai dan tenang, kini dilalap api.

Rumah-rumah yang sebelumnya berdiri kokoh, kini hancur menjadi abu. Asap hitam pekat menggelayuti langit, dan suara ledakan api terdengar menggema di telinganya.

"Ayah! Ibu!" Du Shen berteriak sekuat tenaga. Ia berlari menuju rumahnya, namun hatinya sudah dipenuhi oleh firasat buruk.

Sesampainya di rumah, ia mendapati rumahnya hanya tinggal puing-puing hitam gosong. Bara api masih berkobar di beberapa tempat, namun tak ada tanda kehidupan.

Du Shen merosot ke tanah, tubuhnya lemas. Ia memanggil nama kedua orang tuanya lagi, namun tak ada jawaban.

Ia berlari ke setiap sudut desa, mencoba mencari mereka, berharap bisa menemukan satu jejak yang menunjukkan bahwa mereka masih hidup. Namun, usahanya sia-sia. Desa itu kosong. Tidak ada siapapun.

Air mata Du Shen mulai mengalir, namun ia mencoba menepisnya. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa kedua orang tuanya masih selamat. 'Mungkin mereka sedang bersembunyi di suatu tempat,' batinnya.

"Aku harus mencari lagi. Ayah, ibu, dimana kalian?" panggilnya dengan nada khawatir dan gelisah.

Dengan langkah yang gemetaran, Du Shen berkeliaran di sekitar desa Yaocun yang dilalap api. Ia telah berjalan beberapa waktu, tapi tak satupun penduduk terlihat di matanya.

Namun, kenyataan itu terlalu berat untuk diterima. Di tengah hancurnya desa dan kehancuran hatinya, Du Shen mendengar suara jeritan yang berasal dari hutan di belakang desa.

Suara itu mengerikan, penuh dengan rasa sakit dan ketakutan. Du Shen bergegas menuju hutan, jantungnya berdegup kencang. Berharap tak terjadi sesuatu yang buruk pada orang tuanya dan penduduk desa.

Dengan langkah ragu Du Shen tiba, ia mengintip dari balik pepohonan. Apa yang ia saksikan membuat seluruh tubuhnya membeku.

Sekelompok bandit berkuda tengah bersenang-senang di sekitar tumpukan tubuh warga desa Yaocun yang tak berdaya. Tawa mereka terdengar mengerikan, semakin memekakkan telinga Du Shen.

Suara jeritan memecah keheningan. Du Shen bisa mendengar dengan jelas, suara ayahnya, Du Liong, yang terdengar tercekik oleh penderitaan. "Ayah!" Du Shen berteriak—dalam hati. "Tidak, ini tidak mungkin!"

Matanya yang besar terbeliak. Dalam kebisuan hutan, ia menyaksikan ayahnya dipukuli tanpa ampun oleh para bandit.

Mereka tidak hanya menyiksanya, tetapi juga mempermainkan nyawanya dengan sangat kejam. Du Shen merasa tubuhnya gemetar hebat, seolah otot-ototnya tak mampu lagi menahan rasa sakit emosional yang mendera batinnya.

"Tidak! Tidak!" Du Shen hampir berteriak, namun tubuhnya seolah tak bisa digerakkan, mulutnya seakan disumbat. Ia hanya bisa diam, mematung, menyaksikan sosok ayahnya yang tercinta diperlakukan seperti itu. Air mata mengalir deras, namun ia tetap tidak bisa berbuat apa-apa...

"Ugh!" rintih Du Liong, "t-tolong... ampuni kami." katanya lirih, rasa sakit yang luar biasa menyengat seluruh tubuhnya.

"Hah? Orang ini cukup tahan pukul. Tapi, ini jadi semakin menyenangkan!" seru seorang bandit di hadapan Du Liong.

Tangan bandit itu terkepal erat, dilapisi sebuah rantai besi yang membuat pukulannya semakin mengerikan.

"Rasakan ini! Lagi! Lagi! Lagi!" serunya sambil melancarkan pukulan bertubi-tibi ke sekujur tubuh pria paruh baya itu.

Jeritan keras memekik di dalam hutan, cukup menghibur bagi komplotan para bandit Kapak Merah.

Dengan setiap jeritan ayahnya yang menggemuruh di telinga, tubuh Du Shen semakin lemah. Hatinya penuh dengan kebencian yang mendera. Tiba-tiba, tubuh ayahnya terjatuh, tak bernyawa lagi. Du Shen melihat dengan jelas, menyadari betapa kejamnya dunia ini, dan betapa lemahnya dirinya.

Ia ingin berlari, berteriak, melawan para bandit itu. Namun, tubuhnya tetap tidak bisa bergerak. Seakan-akan, dunia ini menjadi sangat sempit, penuh dengan kegelapan yang menenggelamkan dirinya.

'Kenapa aku tidak bisa berbuat apa-apa?' ucapnya dalam hati, air matanya terus mengalir. 'Kenapa aku tidak bisa menyelamatkan mereka?'

Dengan satu jeritan dalam hati, Du Shen berlutut di balik pohon, tubuhnya rapuh, tergeletak di tanah.

Kebencian yang mendalam mulai tumbuh dalam dirinya. Ia tidak tahu bagaimana, tetapi ia berjanji dalam hati—suatu saat, ia akan membalas perbuatan para bandit itu.

Dengan kekuatan yang lebih besar, ia akan membuat mereka merasakan penderitaan yang lebih buruk dari yang ia rasakan saat ini.

"Aku akan membunuh kalian semua!" gumam Du Shen dengan penuh kebencian. "Aku akan membuat kalian merasakan apa yang aku rasakan. Aku akan membalas kalian seribu kali lebih menyakitkan!"

Ketika kebencian itu merasuk ke dalam jiwanya, tubuh Du Shen akhirnya tidak bisa lagi menahan beban mental dan fisiknya. Ia jatuh pingsan di tempat, tubuhnya terkulai lemah, sementara dunia sekitarnya tetap dalam kesunyian yang menyakitkan.

***

Beberapa waktu berlalu, Du Shen perlahan membuka matanya. Sensasi yang dirasakannya begitu asing. Ia berada di sebuah ruangan yang gelap dan kasar. Tak ada suara, hanya ketenangan yang menekan.

Tiba-tiba, sosok tua muncul di sampingnya. Seorang pria berjenggot putih lebat dengan mata yang tampak penuh kebijaksanaan. Dia tersenyum lemah, namun ada sesuatu yang dalam dari tatapannya.

"Bangunlah, nak. Kau tak bisa terus-terusan tidur," kata sosok tua itu dengan suara yang dalam namun penuh kasih.

Du Shen menatap sosok itu dengan bingung. "Siapa... siapa kau?" tanyanya, suara seraknya nyaris tak terdengar.

"Aku hanya kakek tua yang tak sengaja menemukan berlian di tumpukan kerikil," jawab sosok itu, senyum lemah lembut tetap terukir di wajahnya.

Du Shen menatap sosok itu, dan dalam hatinya yang hancur, ia merasakan bahwa sosok tua itu tak berbahaya sedikitpun, walaupun ia merasa agak sedikit bingung dengan ucapannya.

"Dimana... aku, kek?" tanya Du Shen setelah mencoba untuk duduk.

Si kakek tua yang tampak lemah itu tersenyum lagi, wajahnya yang keriput menunjukkan belas kasih yang dalam.

"Ini tempat tinggalku," balasnya.

Tiba-tiba, Du Shen teringat akan kejadiian terakhir yang menyulut kebenciannya.

Wajah Du Shen mengeras seketika, jauh dalam hatinya ia mengutuk dengan benci atas perlakukan para badit itu pada keluarganya.

Sosok kakek tua yang duduk tak jauh darinya memperhatikan perubahan ekspresi Du Shen.

"Siapa namamu, nak?" tanya sang kakek.

Du Shen buru-buru menenangkan diri, lalu menoleh ke arah lelaki tua itu. "Saya Du... Du Shen, kek." ucapnya.

"Aku mengerti perasaanmu, nak. Jangan biarkan kebencian menguasai dirimu, kau harus mengendalikannya sebaik mungkin... Karena jika itu terjadi, kau tak hanya akan kehilangan sesuatu yang berharga, tetapi juga segala hal yang kau miliki... termasuk hidupmu." ucap sang kakek menenangkan Du Shen.

Anak muda itu sendiri merasa terkejut, ia tak pernah mengira jikalau kakek tua itu mengetahui perasaan yang tumbuh jauh di dalam lubuk hatinya.

"T-tapi, kek. Apa yang harus kulakukan, mereka semua, para bandit itu telah merenggut nyawa orang tuaku! Aku jelas tidak bisa mengampuni mereka!" ujar Du Shen, terlihat jelas amarah di wajahnya.

"Nak, tak ada yang melarangmu untuk balas dendam. Tapi, kau haru tahu, kebencian hanya akan menghambat jalanmu sendiri." ucapnya, "kalau kau mau, jadilah muridku. Aku melihat potensi besar dalam dirimu, dan sepertinya kita memang telah ditakdirkan bertemu." senyum sang kakek.

Du Shen menatap dengan mata bulatnya, ia perlahan mengerti ucapan kakek tua itu dan perlahan melangkah bangun dari tempat tidur yang terbuat dari tumpukan jerami.

"Mulai saat ini, aku, Du Shen. Akan menjadi muridmu, kek. Aku bersedia melakukan apapun asal aku bisa menjadi kuat dan membalaskan dendam itu." seru Du Shen sambil berlutut di atas tanah gua.

"Ya, begitulah seharusnya, muridku." balas sang kakek dengan senyum hangat.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Murlox
Baca juga novel "Rainkarnasi Jiwa Pengembara: Kehidupan setelah 10000 tahun" Menceritakan sosok jiwa pengembara dari bumi yang telah hidup ribuan tahun lamanya di dunia kultivasi sebagai sosok roh gentayangan. Sampai akhirnya waktunya untuk hidup kembali pun tiba....
2025-04-07 15:03:22
2
user avatar
Murlox
Terimakasih banyak untuk yang udah mampir.... ˙˚ʚ(´◡`)ɞ˚˙
2025-02-14 12:14:07
2
144 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status