Du Shen, anak muda dari desa terpencil Yaocun, hidup damai bersama orang tuanya hingga tragedi mengerikan menghancurkan segalanya. Ia mendapati desanya terbakar habis, dan warga, termasuk ayahnya, menjadi korban kekejian para kelompok bandit. Ketidakberdayaan menyaksikan kehancuran itu menanamkan dendam mendalam di hati Du Shen. Sayangnya ia terlalu lemah untuk mencoba menghentika para bandit itu. Tubuh kecilnya menyerah pada kelelahan dan trauma, hingga ia terbangun di tempat asing, dirawat oleh seorang lelaki tua misterius. Lelaki itu menawarkan bimbingan untuk menjadikan Du Shen lebih kuat. Di bawah pelatihan keras sang guru, Du Shen menempa dirinya, bertekad menuntut balas dan melampaui batasnya. Namun, perjalanan menuju balas dendam ini dipenuhi tantangan dan misteri yang akan menguji tekadnya. Inilah awal dari kisah epik seorang anak muda yang kelak dikenal sebagai "Dewa Racun."
View MoreGelombang energi yang begitu menekan tiba-tiba menyelimuti seluruh dunia di sekitar Paviliun Alkemis. Sebagai sosok terkuat di kota ini, Murong Bai tak pernah merasakan tekanan sekuat ini sebelumnya. Napasnya terasa sedikit tersengal, alisnya berkerut semakin dalam.'Apa ini!?' pikirnya. 'Tekanan aura yang begitu kuat… Dari mana datangnya? Di kota ini, tak seharusnya ada seseorang yang mampu memancarkan kekuatan seperti ini!'Matanya yang tajam menyapu ke segala arah, mencari sumber energi tersebut. Sejenak, perasaan tidak nyaman menyelusup ke dalam hatinya. Namun, sebagai kultivator di ranah Golden Core tahap lima, Murong Bai menepis keraguan itu.'Hmph! Ini pasti hanya kebetulan! Tak mungkin ada yang bisa menandingiku di tempat ini!' desisnya dalam hati.Dengan keyakinan itu, ia menegakkan tubuhnya dan melepaskan tekanan auranya sendiri. Angin berputar kencang di sekelilingnya, menekan apapun di sekitarnya. Murid-murid hingga para pelayan Paviliun Alkemis yang masih berada di halam
Langit di atas Paviliun Alkemis, sesosok pria paruh baya berdiri melayang dengan jubah hitam dengan bordiran emas berkibar tertiup angin. Murong Bai, sosok yang disebut-sebut sebagai penguasa kota Danau Hitam, menatap tajam ke arah Paviliun Alkemis di bawahnya. Sorot matanya dipenuhi rasa ingin tahu sekaligus kewaspadaan.Aura tekanan yang ia pancarkan begitu kuat hingga para murid Paviliun Alkemis yang ada di halaman mulai merasa gemetar dan menundukkan kepala mereka, takut untuk menatap langsung sosok yang begitu menakutkan itu."Apa yang sebenarnya terjadi di sini?" Suaranya berat dan dalam, bergema di seluruh area Paviliun.Beberapa murid hanya bisa saling berpandangan dengan wajah tegang, tak seorang pun berani menjawab. Namun, sebelum suasana menjadi lebih mencekam, seorang pria tua dengan jubah panjang keluar dari dalam bangunan utama Paviliun.Dia adalah Ye Long, mantan pemimpin Paviliun Alkemis, sosok yang dihormati di kota Danau Hitam sebagai ahli alkimia. Langkahnya tenang
Keesokan harinya, Du Shen duduk bersila di dalam sebuah ruangan khusus yang telah dipersiapkan untuknya sebagai pemimpin baru Paviliun Alkemis. Ruangan itu lebih megah dibandingkan kamar-kamar biasa, dengan rak-rak penuh kitab kuno dan berbagai alat alkimia tersusun rapi di sepanjang dinding. Di tangannya, ia menggenggam sebuah mutiara hitam, benda yang sebelumnya direnggutnya dari Mo Difeng. Permukaannya halus dan tampak memancarkan aura warna-warni yang berputar pelan seperti pusaran kabut di dalamnya.Du Shen menyipitkan mata. "Seperti yang kuduga, Mutiara Hitam ini bukan benda biasa. Peninggalan seorang leluhur kuno… tapi apa sebenarnya yang tersembunyi di dalamnya?" gumamnya sambil membolak-balik benda itu di tangannya.Dengan napas teratur, ia mulai mengalirkan kesadarannya ke dalam Mutiara Hitam tersebut. Saat itu juga, sesuatu terjadi—sebuah inskripsi kuno terpancar dari permukaannya, membentuk pola-pola bercahaya yang melindungi setiap sisi mutiara itu.Du Shen tetap tenang
Di dalam aula utama kediaman Klan Hao, ketegangan terasa memenuhi udara. Cahaya lentera redup memantulkan bayangan suram di wajah para laki-laki yang berkumpul di sekitar meja bundar. Hao Jifeng, Kepala Klan Hao, mengerutkan kening begitu membaca isi gulungan pesan yang baru saja dikirim oleh Klan Murong. Garis-garis di dahinya semakin dalam, mencerminkan betapa berat beban yang kini menghimpit pikirannya. Di sampingnya, Tetua Jiang mengambil gulungan itu dan mulai membacanya dengan seksama. Tak butuh waktu lama hingga ekspresinya berubah menjadi muram, lalu dalam sekejap matanya menyala penuh amarah. "Bisa-bisanya mereka mengatakan hal seperti ini! Dari pada sebuah permintaan, mereka justru memaksa kita untuk tunduk lebih dalam!" geramnya, telapak tangannya mengepal hingga buku-buku jarinya memutih. Ia membanting gulungan itu ke meja dengan kasar, membuat beberapa cangkir teh di atas meja bergetar. "Kepala klan, apapun yang terjadi, aku menolak menikahkan cucuku dengan bajingan
Tiga hari telah berlalu. Hari ini, halaman utama kediaman klan Murong dipenuhi oleh ratusan anggotanya yang berkumpul dalam duka dan kemarahan.Di tengah lapangan yang luas, deretan peti mati berlapis kayu hitam tertata rapi. Aroma dupa memenuhi udara, menciptakan suasana suram yang menekan dada setiap orang yang hadir.Wajah para anggota klan Murong mengeras, mata mereka dipenuhi kemarahan yang bergejolak. Tak ada yang bisa menerima kenyataan bahwa dua tetua utama mereka—Murong Giu dan Murong Yi—berakhir tragis dengan tubuh hampir hancur.Di barisan terdepan, Murong Liang, Tetua Keempat, mengepalkan tangannya erat. Urat-uratnya menegang di balik kulitnya yang keriput."Siapa yang berani melakukan ini?" suaranya bergemuruh, mengguncang seluruh halaman. "Membunuh seorang tetua dari Klan Murong… sungguh dosa yang tak termaafkan!"Matanya membara penuh kebencian, menatap tajam ke arah peti mati seolah mengutuk musuh yang telah merenggut saudara seperjuangannya.Di sisinya, Murong Ning, T
Setelah kepergian Du Shen, kesunyian merayapi medan pertarungan yang kini hancur lebur. Bau darah bercampur dengan aroma tanah yang terkikis masih memenuhi udara. Beberapa mayat yang hancur dan membusuk berserakan di berbagai sudut, menciptakan pemandangan yang mengerikan.Dari balik pepohonan, seseorang akhirnya muncul. Sosok berjubah hitam yang sebelumnya datang bersama Mo Difeng kini berdiri dengan tubuh gemetar. Ia adalah satu-satunya yang berhasil selamat dari gelombang energi Qi beracun yang dipancarkan oleh Du Shen.'Sial! Mo tua berhasil dikalahkan oleh pria itu. Aku tidak menyangka kekuatannya begitu mengerikan. Beruntung aku memiliki teknik pelarian bawah tanah, kalau tidak, aku juga sudah menjadi mayat seperti mereka,' batinnya, menelan ludah dengan susah payah.Ia menatap ke arah Du Shen pergi, matanya berusaha memastikan bahwa musuh mengerikan itu benar-benar telah lenyap dari pandangan. Namun, sedetik kemudian, bulu kuduknya meremang. Perasaan aneh menyelinap ke dalam
Du Shen berdiri tegak, menatap pria tua itu dengan sorot mata dingin dan tajam. Tangannya masih melingkar di leher pria itu, sedikit longgar, memberi kesempatan baginya untuk bernapas, namun cukup kuat untuk menunjukkan dominasi mutlaknya. Ia menimbang dalam diam, memutuskan apakah akan menghabisi pria tua ini atau tidak. Namun, sebelum mengambil keputusan akhir, ada satu hal yang ingin ia ketahui. "Dari mana asalmu, orang tua? Bagaimana bisa kau memiliki banyak Artefak tingkat enam di tangnamu?" tanyanya, suaranya tenang namun menusuk, seperti bilah pedang yang siap menembus jantung lawannya. Pria tua itu tidak langsung menjawab. Rahangnya mengeras, giginya bergemeletuk, dan tatapannya penuh dengan kemarahan yang bercampur ketidakberdayaan. Napasnya memburu, bukan karena kelelahan, melainkan karena menahan amarah dan harga dirinya yang jatuh. Akhirnya, setelah beberapa saat, ia terkekeh pelan, senyum sinis tersungging di bibirnya yang berlumuran darah. "Aku akan segera mati, u
"Kau yang seharusnya mati, bocah sombong!" raung Mo Difeng dengan kemarahan membara. Suaranya menggema di langit, disertai dentuman energi yang bergetar dari tubuhnya.Dengan gerakan penuh kekuatan, pria tua itu mengangkat tinggi tongkat hitam di tangannya. Di ujungnya tergantung sebuah bendera hitam yang mulai bergetar hebat, seakan merespons kekuatan yang tengah ia salurkan.Mo Difeng membentuk segel dengan tangan satunya. Udara di sekitarnya berubah drastis dan tekanan dahsyat tampak menggetarkan. Cahaya keunguan mulai berpendar dari tongkat itu, membentuk gelombang energi yang berputar mengelilinginya.Dalam hitungan detik, langit di atasnya merekah. Sebuah lingkaran inskripsi raksasa muncul, memancarkan sinar ungu berdenyut dengan simbol-simbol kuno yang terus berputar dalam pola yang tak terhingga. Aura mengerikan terpancar dari lingkaran itu, menekan segala sesuatu di bawahnya.Tak berselang lama, dari dalam inskripsi tersebut, sebuah telapak tangan raksasa mencuat keluar. Ukur
Pria tua itu melompat mundur dengan kecepatan tinggi, matanya membelalak melihat gelombang energi Qi berwarna hijau gelap menyebar seperti banjir yang mengamuk. Begitu menyentuh tanah, energi itu langsung mengikis apa pun yang dilewatinya. Batang-batang pohon yang kokoh mulai membusuk seketika, dedaunan yang terkena aliran energi tersebut berubah menjadi abu, dan bahkan tanah pun tampak meleleh, meninggalkan cekungan hitam yang berbau busuk. "Ack!" "Argh!" Beberapa jeritan terdengar tak jauh dari sana, dan begitu pria tua itu menoleh, selusin anak buahnya sudah tampak terkapar di atas tanah, menggeliat menahan rasa sakit yang membuat tubuh mereka meleleh. melihat dampak pada gelombang energi Qi itu, pria tua tersebut langsung menyimpulkan. ‘I-Ini… racun?!’ Pria tua berjubah hitam itu, merasakan jantungnya berdegup kencang. Wajahnya berubah pucat saat menyadari betapa mematikannya energi yang dikeluarkan pemuda itu. Tanpa ragu, ia segera menarik kembali tungku jiwanya yang te
Du Shen, seorang anak muda berusia sepuluh tahun, terlahir di sebuah tempat yang disebut desa Yaocun, desa terpencil di bagian timur Benua Yin. Desa yang dihuni oleh kebanyakan petani dan pengrajin, tempat yang begitu tenang, jauh dari hiruk-pikuk kehidupan kota besar. Du Shen adalah anak yang penuh semangat dan cerdas, meskipun usianya masih muda. Ia tinggal bersama kedua orang tuanya, Du Liong dan Mei Hua, di sebuah rumah kayu sederhana. Kehidupan mereka dipenuhi dengan rutinitas sehari-hari yang damai—berkebun, memelihara ternak, dan sesekali berburu di hutan untuk mencari bahan makanan. Suatu pagi yang cerah, Du Shen pergi ke hutan untuk mengambil kayu bakar atas perintah ibunya. Langkahnya ringan, disertai rasa bahagia karena hari itu cuaca begitu cerah nan indah. Pikirannya melayang, membayangkan sore nanti ia bisa duduk bersama orang tuanya di teras rumah sambil menikmati makanan ringan buatan ibunya dan menikmati secangkir teh hangat. Namun, kebahagiaan itu segera...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments