Share

06 . Decision from Mr. Radolf

Airélle terlalu sibuk tenggelam dengan pikirannya sendiri sampai tidak memerhatikan sekitarnya.

Semua terjadi begitu cepat begitu saja. Lyra yang seharusnya menyerang manekin buatan Mr. Radolf justru mengarahkan elemen airnya pada gadis dengan rambut light blonde itu, Airélle.

Dan secepat itu juga, air Lyra dibekukan seorang pengendali es abadi, tepat di depan mata Airélle yang baru tersadar dari lamunannya.

Pluit Mr. Radold berbunyi. Beliau mengendalikan kursinya melayang menghampiri Lyra dan memberinya kartu peringatan.

“Ini adalah kelas uji elemen, bukan kelas bertarung. Menyerang murid lain di kelas uji elemen adalah pelanggaran, Lyra.” Mr. Radolf menjelaskan. “Silakan datang ke ruang konseling untuk menerima konsekuensimu.”

“Tapi, Mr. Radolf, saya tidak sengaja melakukannya,” Lyra menyahut santai.

Kareen yang terlihat sangat emosi, langsung mencetus. “Jelas-jelas kau sengaja! Benar-benar pengganggu.”

“Tenanglah Kareen,” Amatera berbisik, kemudian ia beralih pada Airélle yang kelihatannya sedikit syok. “Kau tidak apa, Airélle?”

Airélle menoleh pada Amerta, lalu mengangguk kecil— tanda ia baik-baik saja. Memang benar. Air itu beku, beku di udara begitu saja. Di depan wajahnya! Tapi syukurnya, ia tidak kenapa-kenapa.

Sementara Kareen dan Lyra beradu mulut, manik Airélle bergulir lalu terpaku pada satu titik. Laki-laki itu yang duduk di sisi lain ruangan, yang juga tengah menatapnya. Tangan laki-laki itu bergerak, mengendalikan es di hadapan Airélle untuk dijauhkan dan dihancurkan begitu saja.

Airélle ingin mengucapkan kalimat itu, tapi ia tergagu untuk beberapa saat entah atas dasar apa. Sepersekian sekon berikutnya, bibir mungil itu akhirnya bergerak lugas berucap tanpa suara.

“Terima kasih, Aaric.”

Perdebatan antara Kareen dan Lyra selesai saat Mr. Radolf kembali membunyikan pluitnya, lebih melengking dari sebelumnya. Tanpa toleran, ia tetap bersikukuh menyuruh Lyra ke ruang konseling.

Lyra menghentak-hentakkan kakinya, sebuah kebiasaan ketika ia merasa jengkel akan sesuatu sambil berlalu meninggalkan ruang kelas. Keadaan kembali kondusif setelahnya.

“Baiklah, akan saya lanjutkan. Airélle Panemorfi, silakan maju.”

Di kursinya, Airélle menegang dengan spontan. Ia menoleh pada kedua temannya, seakan mempertanyakan nasibnya.

“Tenang saja, Airélle. Siapa tahu Mr. Radolf bisa membantumu.” Kareen kembali mengucapkan kalimat-kalimat penenang seperti itu.

Menghela napas gusar, akhirnya Airélle berdiri dan melangkah maju ke depan ruangan. Nyatanya ia tengah gugup saat ini. Terlebih ketika Mr. Radolf kembali memunculkan manekin baru sebagai sasaran untuknya.

“Silakan tunjukkan elemenmu.” Mr. Radolf memberikan arahan. Namun yang Airélle lakukan hanya berdiri diam tanpa melakukan apapun.

Bisik-bisik mulai terdengar, membuat Airélle merasa ingin menghilang dari sana saat itu juga.

“Airélle? Kamu sudah bisa menunjukkan elemenmu sekarang.” desak Mr. Radolf karena merasakan Airélle tidak melakukan apapun setelah dua menit berlalu.

“Masalahnya... saya tidak memiliki elemen.” papar Airélle. Ruang kelas kembali diselimuti keheningan.

Namun tidak berselang lama, bisikan-bisikan mengenai Airélle mulai kembali terdengar.

“Tidak memiliki elemen? Apa dia bercanda?”

“Mana mungkin tidak punya,”

“Mungkin elemen dan tingkatnya payah, ia malu menunjukkannya.”

Dan banyak lainnya.

Airélle mengepalkan tangannya dalam diam. Ia terus-terusan merutuk dalam hati. Bukan keinginannya terlempar ke dunia penuh orang-orang aneh yang saat ini menggunjingnya. Di tengah dukanya ditinggal pergi kedua orang tuanya, ia justru harus mengalami kejadian di luar logika manusia di abad 22.

“Kau yakin tidak memiliki elemen sama sekali?” Mr. Radolf bertanya, ketara sekali dari keningnya yang mengerut bahwa ia kebingungan.

Lantas Airélle mengangguk.

Mr. Radolf memijat keningnya. Kemudian pandangannya menyapu seisi ruang hingga sebuah ide muncul di kepalanya.

“Mungkin kau hanya kurang mengasahnya.” beliau berujar. “Maka dari itu, Aaric, saya menugaskanmu agar melatih Airélle dan elemennya.”

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ 。 。 。

Airélle keluar dari ruangan Mr. Radolf setelah ditanyai beberapa pertanyaan. Seperti alasan atau faktor yang menyebabkan ia tidak memiliki elemen, asal-usul keluarga, dan pertanyaan membingungkan lainnya.

Untuk orang lain mungkin mudah menjawab semua itu— tidak, tidak. Mungkin tidak ada murid di sini yang memiliki masalah sepertinya, bukan?

Sebagian besar pertanyaan tidak Airélle jawab. Karena jawabannya justru akan memunculkan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

“Sudah selesai?”

Airélle terperanjat saat suara rendah itu menelusup indra pendengarannya tiba-tiba.

Itu adalah Aaric, yang kini berjalan dengan cool mensejajari langkahnya.

“Sudah, seperti yang kau lihat.” Airélle membalas.

“Ayo.” laki-laki itu menggenggam tangan Airélle tanpa permisi.

Airélle menahan tangannya. “Kemana?”

“Ke taman belakang akademi.” Aaric menjawab.

Tanpa aba-aba, Aaric membawa Airélle dengan menggunakan kemampuan teleportasinya.

Tidak ada yang namanya membuang waktu. Mereka berdua tiba tepat di taman belakang akademi. Untungnya Airélle tidak lagi merasakan mual seperti saat teleportasinya terakhir kali dengan Mr. Ernest.

“Sejujurnya kau tidak perlu mengajari atau melatih apapun. Karena semua itu percuma.” pungkas Airélle, to the point.

Aaric mengernyit. “Kenapa percuma?”

“Karena....” Airélle menggigit bibir bawahnya. Haruskah ia mengatakan yang sejujurnya pada Aaric? Airélle cukup sadar diri apa yang dialaminya pasti terdengar sangat tidak masuk akal, dan tidak lazim oleh orang-orang seperti Aaric.

“Nyatanya aku tahu, kau berbeda. Dari awal aku sudah merasakannya.”

ㅤㅤㅤㅤㅤ〔 TO BE CONTINUE 〕

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status