Share

PERJODOHAN

"Jawab aku dong, Ma!"

Uki terus mendesak Mamanya agar mau mengatakan sejujurnya apa yang sebenarnya terjadi. Apa alasan Mamanya tidak lagi merestui hubungannya dengan Citra. Padahal sejak awal baik Mamanya ataupun Ayah Zahra sangat mendukung hubungannya dengan Zahra.

"Uki, sudahlah. Mama hanya minta sama kamu, lupakan Zahra. Mama tahu dia anak yang baik, sopan. Tapi, Mama nggak bisa mengijinkan kalian menikah. Maafkan Mama," ujar Citra yang langsung memilih pergi ke kamarnya.

Uki pun diam. Banyak timbul pertanyaan di otaknya. Mengapa Mamanya dan Ayah Zahra begitu keras menentang hubungan ini. Uki yang hanya anak tunggal pun tidak bisa berbuat banyak selain mengikuti semua keinginan Mamanya.

....

Waktu berjalan cepat. Zahra pun sudah jenuh berdiam diri di rumah saja. Timbul banyak pertanyaan tentang semua yang terjadi. Hingga akhirnya, Zahra pun nekat kabur. Ia ingin segera menemui Uki.

Zahra akhirnya berhasil kabur. Ia mendatangi kantor Uki. Tapi, sayangnya Uki sedang tidak masuk. Zahra pun memutuskan mendatangi kediaman Uki dan Mama Citra dan berharap semuanya bisa kembali baik.

"Assalamualaikum, Ma, Uki!" Zahra terus mengetuk pintu rumah kekasihnya itu. Cukup lama ia menunggu, hingga akhirnya pintu pun terbuka.

"Zahra?" sapa Mama Citra yang membukakan pintu. Kedua wanita penting di hidup Uki itupun akhirnya saling pandang.

"Mau apalagi kamu ke sini? Zahra, sebaiknya kamu pergi. Tante harap kamu bisa paham dan menerima semuanya ini. Tante nggak bisa mengijinkan kalian menikah. Tolong, kamu jauhi anak Tante," pinta Citra.

"Kenapa? Apa yang salah dengan Ara dan Uki, Tante? Apa sih yang sebenarnya Tante dan Ayah tutupin?" cecar Zahra.

Citra pun bingung. Tidak mungkin ia menceritakan keadaan yang sebenarnya. Semua masalalunya dengan Ayah Zahra.

"Maafkan Tante, Zahra. Kamu silakan tanya sendiri dengan Ayah kamu. Dia lebih tahu apa jawabannya!" tegas Citra.

Zahra yang kecewa akhirnya memilih meninggalkan rumah Uki dan Mamanya itu. Dengan terisak, ia berjalan cepat. Di tengah perjalanan, Zahra justru bertemu Uki yang melintas di jalan yang sama dengan Zahra.

"Itu Zahra?" ucap Uki di dalam mobilnya. Ia pun langsung menghentikan kendaraannya.

"Zahra!" Uki pun menghampiri kekasihnya itu dan mengajak Zahra masuk ke dalam mobilnya.

"Aku kangen banget sama kamu. Kamu baik-baik aja kan?" tanya Uki.

"Mas, kita kabur aja ya. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu, Mas. Kenapa sih malah jadi gini?" gerutu Zahra.

Zahra dan Uki pun terdiam sesaat. Ada banyak hal yang harus dipikirkan jika harus mengambil pilihan untuk melawan orang tua. Menikah tanpa restu Mamanya dan juga Ayah Zahra.

"Ara, maafkan aku. Aku nggak bisa. Mungkin kita emang nggak jodoh. Aku sekarang hanya ingin membahagiakan Mama. Maafkan aku, Zahra. Mungkin ini jalan terbaiknya. Kamu ku antar pulang ya," ujar Uki.

Zahra pun syok Dia tidak menyangka jika Uki akan menolak dan memilih untuk menuruti semua permintaan Mamanya.

"Enggak perlu. Aku bisa urus dirimu sendiri!" pekik Zahra. Zahra pun langsung pergi meninggalkan Uki. Bahkan panggilan Uki pun tak digubrisnya.

"Zahra, maafkan aku. Aku juga nggak bisa kehilangan kamu, tapi aku juga nggak melawan Mama. Maafkan aku, Zahra. Semoga suatu saat kamu bisa mengerti keputusanku ini ...." batin Uki.

Sejak hari itu, Zahra dan Uki menjalani kehidupannya masing-masing. Tidak ada lagi komunikasi di antara mereka. Zahra memilih memblokir dsn menghapus semua hal tentang Uki.

....

Uki akhirnya menerima permintaan Mamanya untuk berkenalan dengan seorang wanita. Dia bernama Larasati Wijaya. Lulusan dokter di sebuah universitas di London. Lara baru saja kembali ke Indonesia dan membuka praktek sendiri di rumahnya.

"Uki, kamu udah siap?" tanya Citra. Uki pun hanya mengangguk pelan.

"Ya sudah, kita berangkat sekarang ya!" ajak Citra. Uki pun langsung membawa kendaraannya dengan laju menuju kediaman Larasati.

Tidak butuh waktu yang lama, Uki akhirnya sampai di rumah Lara. Dengan cepat Mamanya langsung menarik Uki masuk ke rumah calon istrinya itu.

Sambutan hangat pun diterima Citra dan Uki. Lara dan kedua orangtuanya pun menyajikan banyak makanan. Sebuah pembicaraan pun terjadi hingga di sebuah kesepakatan jika Uki dan Lara akan segera melangsungkan pertunangan.

"Tunangan?"

Uki pun terkejut. Tidak pernah terbayangkan jika akan secepat ini. Tidak pernah ada di benaknya jika Lara akan menjadi tunangannya bahkan sampai menikah.

"Aku harus gimana? Jujur aku tak pernah menyukai apalagi cinta sama Larasati. Apa aku harus membohongi diriku sendiri demi Mama?" batin Uki.

Saat itu, Uki hanya bisa diam. Menurut apapun yang dikatakan Mamanya dan orangtua Larasati. Rencana pun langsung disusun dengan matang. Sebuah tanggal sudah disiapkan. Seminggu ke depan, Uki dan Larasati akan melangsungkan pertunangan.

"Aku harus segera menemui Zahra dan membicarakan soal ini sebelum aku dan Larasati tunangan. Aku berharap, setelah ini Zahra tidak berharap lagi dan belajar melupakanku," batin Uki.

....

Tepat sehari sebelum pertunangan itu berlangsung, Uki dan Zahra akhirnya bertemu. Melalui bantuan seorang teman, Uki dan Zahra sepakat bertemu di sebuah cafe. Dejavu Cafe.

"Zahra, makasih ya kamu udah mau datang ke sini," sapa Uki.

"Aku baru balik kampus, Mas. To the point' aja. Aku nggak ada banyak waktu," jawab Zahra ketus. Pandangannya pun tidak sedikitpun menoleh ke arah Uki. Seolah sudah muak melihat pria yang ada di hadapannya itu.

"Zahra, maafkan aku. Besok aku akan bertunangan dengan Larasati. Dia anak sahabat Mama. Aku nggak bisa nolak Zahra. Aku hanya ingin membahagiakan Mama," ujar Uki.

Seketika Zahra pun syok. Ia tidak menyangka jika pada akhirnya Uki memilih menerima perjodohan ini. Tanpa sedikitpun berusaha memperjuangkan hubungannya. Tidak adakah sedikitpun rasa lagi, hingga mudahnya Uki berpaling.

"Ya sudah. Enggak ada yang perlu dibahas lagi kan? Aku pamit. Semoga kalian bahagia!" Zahra pun langsung pergi meninggalkan cafe.

"Zahra, Zahra, tunggu!" Uki pun berusaha mengejar Zahra yang sedang menahan tangisnya. Tapi, sedikitpun Zahra menoleh.

Akhirnya, di parkiran Uji berhasil menarik tangan Zahra. Namun, Zahra langsung menepisnya.

"Mas, lepaskan!"

"Besok kamu sudah akan bertunangan. Aku nggak mau menganggu hubungan kalian lagi. Aku harap, kamu bisa paham ya. Aku harus pergi sekarang!" jawab Zahra tanpa menoleh sedikitpun. Ia menyembunyikan tangisnya.

"Zahra, kamu nangis?" tanya Uki. Zahra menggeleng. Saat Zahra berusaha pergi, kata-kata Uki pun membuatnya menghentikan langkah.

"Zahra, perlu kamu tahu. Aku mencintai kamu dulu, sekarang dan selamanya ...." ucap Uki menahan tangis.

Zahra pun pergi. Melepaskan semua harapannya. Semua mimpinya untuk bersanding dengan Uki. Pria yang sangat ia cintai.

"Zahra, andai kamu tahu. Aku nggak mungkin bisa melupakan kamu. Mungkin, ini jalan terbaik dari Allah buat kita. Semoga kamu bisa mendapatkan pengganti yang lebih baik dari aku. Maafkan aku, Zahra ...."

....

Hari ini akhirnya datang. Babak baru kehidupan seorang Uki. Ya, pada akhirnya Uki memilih menjadi anak yang berbakti. Sebagai anak satu-satunya, Uki memang tidak punya pilihan lain. Hanya dia yang bisa membahagiakan Mamanya.

Uki bersama Mamanya dan beberapa kerabat langsung mendatangi kediaman orangtua Larasati. Acara ramah tamah, hingga tukar cincin pun berlangsung. Kini di jari manis kiri Uki telah terpasang sebuah cincin bertuliskan nama Larasati.

Tidak pernah terbayangkan di benaknya, cincin yang terpasang itu bukanlah nama Zahra. Padahal semua sudah dipersiapkan. Cincin, bahkan rumah impiannya bersama Zahra sudah siap. Tetapi, Allah berkehendak lain.

"Zahra, maafkan aku. Aku nggak bisa menolak takdir Allah ini. Andai saja aku bisa memilih ...." batin Uki.

"Mas, kita gabung sama teman-temanku yuk!" ajak Laras. Namun, di pikiran Uki saat ini hanyalah Zahra, Zahra dan Zahra.

"Iya, Zahra. Mau ke mana?" sahut Uki.

"Zahra?"

"Zahra itu siapa, Mas?"

bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status