Share

KESALAHAN MASALALU

Hati Zahra benar-benar hancur. Rasa kecewa, terluka karena pernikahannya yang gagal. Bertahun-tahun ia dan Uki mempertahankan hubungan bahkan harus menjalani LDR yang tidak mudah baginya. Semua dilakukan demi mewujudkan satu impian mereka, menikah.

Restu yang semula didapatkan oleh Zahra dan Uki, kini berbalik arah. Pak Dirgantara tiba-tiba melarang keras putri nya itu bertemu dengan Uki lagi. Apalagi jika harus menikah.

Bukan hanya Zahra, tapi juga Pingkan, Mama Zahra yang tidak habis pikir dengan perubahan sikap sang suami yang tidak merestui Zahra dan Uki menikah. Namun, Pingkan pun tidak bisa berbuat banyak karena sang suami yang tidak bisa dibantah saat sudah mengambil keputusan.

Seminggu pun berlalu. Zahra dan Uki tidak lagi berkomunikasi sejak ponsel Zahra diambil alih oleh papanya. Dia pun tidak bisa bebas keluar. Hanya dikurung di dalam kamarnya. Semua fasilitas diberikan Dirgantara asalkan Zahra tidak lagi bertemu dengan Uki.

"Mas, mau sampai kapan kamu mengurung Zahra seperti ini? Kasihan dia, Mas. Kamu juga kenapa sih, tiba-tiba langsung aja membatalkan pernikahan mereka? Apa sih yang sebenarnya terjadi? Salah Uki dan Zahra apa, Mas?" cecar Pingkan. Ia mulai yakin jika ada rahasia yang disembunyikan suaminya.

"Jawab aku, Mas! Apa yang sebenarnya terjadi?" bentak Pingkan.

Dirgantara hanya bisa diam. Membisu tanpa tahu alasan apa yang harus ia ungkapkan pada istri dan anaknya yang terus mencecar alasan pembatalan penarikan itu.

"Maafkan saya, saya nggak bisa kasih tahu apa alasannya. Zahra, maafkan karena kesalahan papa di masalalu, kamu harus ikut menanggungnya sekarang," batin Dirgantara.

---

Pingkan yang merasakan iba melihat anak perempuannya itu selalu murung dan menangis di dalam kamarnya, akhirnya diam-diam memberikan ponsel miliknya pada Zahra. Agar sang putri bisa segera menghubungi Uki.

Malam itu saat sedang duduk di ruang tamu usai makan malam, Pingkan dengan bersembunyi memberikan ponselnya pada Zahra.

"Kamu ambil ini. Segera hubungi Uki," bisik Pingkan. Zahra hanya mengangguk dan langsung menaruh ponselnya ke dalam saku celana.

Dirgantara sesekali memperhatikan istri dan putrinya yang tengah berbincang. Sempat curiga, tapi akhirnya ia kembali melanjutkan buku yang tengah dibacanya.

Zahra pun langsung kembali ke kamarnya. Menghubungi nomor Uki yang masih diingat dengan tepat.

[Halo, Mas Uki!]

[Ara, kamu ke mana aja sih? Aku hubungi nomor kamu nggak pernah aktif. Kamu baik-baik aja kan?]

[Maaf, Mas, ponsel aku diambil sama papa. Ini aku pakai ponsel yang dikasih mama. Mas, aku dikurung di dalam kamar. Enggak bisa ke mana-mana ....]

Belum usai pembicaraannya dengan Uki, tanpa disadarinya Dirgantara masuk ke dalam kamar Zahra dan langsung merampas ponselnya.

"Kamu masih berani berhubungan sama Uki?" hardik Dirgantara. Ia pun langsung melempar ponsel milik Pingkan itu ke lantai hingga hancur berantakan.

"Papa!" Zahra pun hanya bisa menangis. Dia bingung apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa papanya berubah membenci Uki.

"Sekali lagi kamu nekat berhubungan dengan Uki, papa akan kirim kamu ke Singapura tempat Tante Mieke!" ancam Dirgantara.

Dirgantara pun langsung keluar dan mengunci pintu kamar Zahra.

"Ah! Kenapa sih papa semakin aneh. Emang apa salahnya Mas Uki?" gerutu Zahra.

Uki yang sedang berada di kampusnya pun bingung. Apa yang sebenarnya terjadi dengan orangtua kekasihnya itu. Mengapa kini berubah membencinya dan menghalangi rencana pernikahannya dengan Zahra.

"Aku nggak bisa gini terus. Aku harus ke rumah Zahra dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi!" gumam Uki.

---

Uki akhirnya memberanikan dirinya mendatangi rumah Tuan Dirgantara. Ayah dari Zahra itupun langsung murka ketika melihat kedatangan Uki kembali ke rumahnya.

"Kamu lagi. Kan saya sudah bilang, jangan dekati Zahra lagi! Kamu masih berani nekat?" gertak Dirgantara. Matanya melotot tajam ke arah Uki.

"Om, tapi saya butuh penjelasan. Kenapa Om tiba-tiba tidak merestui hubungan saya dan Zahra. Apa alasannya, Om?" tanya Uki lantang.

Wajah Dirgantara pun mulai berubah. Tegang dan panik. Entah alasan apalagi yang harus dikatakan Dirgantara agar anak lelakinya itu bisa mundur dan menjauh dari kehidupan Zahra.

"Saya nggak mau tahu dan saya tidak perlu menjelaskan apapun padamu. Mulai sekarang, jauhi Zahra! Pergi kamu sekarang. Cepat, pergi!" usir Dirgantara.

Uki pun memilih mengalah. Ia pergi meninggalkan kediaman Dirgantara yang tidak lain adalah ayah kandungnya sendiri. Sejak malam itu, Uki pun tidak lagi mendatangi kediaman Zahra. Ia pasrah akan takdir Allah untuknya dan Zahra.

Uki pun dengan berat hati mengikuti kemauan ibunya yang menjodohkannya dengan Syifa - seorang dokter muda anak rekan bisnis Nyonya Citra.

...

Hari ini sesuai kesepakatan Citra dan Anggie yang hendak menjodohkan anak-anaknya itu bertemu di rumah Citra. Dengan berat hati, Uki pun mencoba berdamai dengan keadaannya yang sekarang.

"Itu pasti mereka!" ucap Citra. Citra pun mengajak Uki membuka pintu untuk menyambut kedatangan sahabat dan putrinya itu.

"Iya, Ma."

Benar saja dugaan Citra. Anggie dan Syifa yang datang. Citra yang telah lama tak bertemu sahabatnya sejak SMA itu sampai lupa ada dua anak muda yang tengah saling diam.

"Oh ya, sampai lupa. Uki, kamu ajak Syifa jalan-jalan ya. Dia kan baru balik dari London, cari suasana enaklah buat kalian ngobrol. Ayo, sana!" suruh Citra.

"Ayo!"

Uki dan Syifa akhirnya naik ke mobil putih Pajero milik Uki. Mobil mewah yang sebenarnya telah ia siapkan untuk menikmati hidup barunya dengan Zahra. Sayangnya, Allah punya kehendak lain.

Di dalam perjalanan, Uki lebih banyak diam dan hanya fokus membawa kendaraannya di tengah jalanan ibukota yang sedang lengang.

"Mas, apa kamu sudah punya pacar?" tanya Syifa.

Bukan tanpa sebab ia mempertanyakan hal itu. Karena Syifa melihat sikap Uki yang begitu dingin dengannya. Timbul sebuah pertanyaan. Mungkinkah Uki telah memiliki hubungan dengan wanita lain dan tidak menerima perjodohan dengannya.

"Iya, aku sudah punya pacar." Uki pun menjawab pertanyaan itu dengan jujur. Walau sakit, Syifa mencoba menerimanya.

Wajah Syifa pun berubah. Ada rasa kecewa. Tapi, Syifa pun mempertanyakan kembali apa alasannya mau menerima perjodohan ini.

"Aku sangat mencintai Zahra. Tapi, entah kenapa tiba-tiba Mama dan Ayah Zahra tidak merestui kami. Padahal kami sudah merencanakan pernikahan. Aku terpaksa menerima perjodohan ini karena aku hanya ingin membahagiakan Mamaku!" jawab Uki tegas. Syifa pun kecewa.

Rasa kecewa itu ditelan Syifa. Ia pun memutuskan melepaskan Uki dan mengubur impiannya untuk menikah dengan pria tampan di sampingnya itu.

"Aku nggak bisa berhubungan sama orang yang belum selesai masalalunya. Turunkan aku di sini!" pekik Syifa.

Uki pun terpaksa menghentikan mobilnya karena Syifa mengancam akan melompat. Uki pun tidak ingin mengambil resiko. Ia pun tidak bisa mencegah kepergian dokter muda itu.

"Aku pulang aja deh!" gumam Uki. Uki pun langsung membawa kendaraannya kembali ke rumahnya.

Sesampainya di rumah, Citra dan Anggie dikejutkan dengan kepulangan Uki seorang diri tanpa ada Syifa. Anggie pun mempertanyakan keberadaan sang putri.

"Syifa ke mana?"

"Maaf, Ma, Tante. Syifa tadi minta pulang. Dia nggak mau aku antar. Tadi kami ...." jawab Uki.

Anggie yang kecewa dan marah pada Uki dan Citra langsung memilih pergi begitu saja meninggalkan kediaman Citra.

"Uki, kamu ini gimana sih? Apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Citra.

"Enggak ada apa-apa, Ma. Aku hanya menjawab pertanyaan Syifa apa adanya," dalih Uki.

"Soal apa?"

"Uki, jawab Mama!"

Setelah Uki menghela napas panjang, akhirnya Uki pun menjelaskan apa yang sudah terjadi. Dan Citra pun murka.

"Uki, jangan bilang kamu masih mencintai Zahra dan berharap hubungan kalian bisa Mama restui. Enggak akan pernah!" jawab Citra. Uki pun kembali mempertanyakan apa alasannya.

"Ma, apa sih sebenarnya yang membuat Mama dan Pak Dirga tidak lagi merestui kami. Apa salah aku dan Zahra?"

"Jawab aku, Ma!"

"Ma, apa alasannya?"

bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status