Share

Black Samurai

"Saranku, sebaiknya kamu jangan kuliah hari ini!" ujar Cahyo sambil memasukan buku-bukunya ke dalam tas. Langit mengerutkan keningnya. Dia baru saja beres memakai baju, dan bersiap untuk menyisir rambutnya, sambil berkaca di cermin. Seraut wajah gagah rupawan nampak di sana. Wajahnya sendiri.

Jujur saja, Langit sedikit bangga dengan wajah dan penampilannya. Wajahnya yang putih bersih, perpaduan antara ras Arya dan Asia. Mata Coklat, alis yang tebal, hidung mancung yang kokoh serta rahang yang kuat. Didukung dengar postur tubuh yang cukup tinggi, berdada bidang dan terlihat proporsional, dengan tinggi badan 178 centimeter! Membuatnya tidak pernah bosan memandang wajah dan penampilannya sendiri di cermin.

Apa mungkin karena ini para gadis senang berada di dekatnya, dan sering terlihat mengejarnya, walaupun akhirnya dia harus menerima resiko dipukuli atau di bully oleh para fans dan pacar gadis-gadis cantik tersebut! Ya, mungkin saja begitu.

Tunggu, bicara di bully dan dipukuli, bukankah baru saja kemarin Langit dibuat babak belur oleh dua kelompok orang yang merasa ketakutan karena gadisnya akan direbut olehnya?

Bukankah kemarin tampangnya terlihat babak belur dan biru lebam, hampir di seluruh wajah, ditambah dengan badan yang terasa sakit dan ngilu karena dihajar habis-habisan oleh orang-orang kurang beradab tersebut?

Namun yang dilihatnya sekarang adalah, seraut wajah putih bersih yang gagah dan tampan!

Tanpa noda setitik pun!

Seolah kejadian kemarin ketika wajahnya dibuat biru-biru itu adalah mimpi! Dan Langit baru saja terbangun dengan kondisi muka dan badan yang pulih dan sehat, segar bugar tanpa kurang suatu apapun!

Dia sudah sembuh seperti sedia kala!

"Hei, giliranku! Kamu ngaca hampir satu jam! Tidak akan ada yang berubah dengan wajahmu! Dasar narsis! Mentang-mentang punya wajah ganteng!" Cahyo menegur dengan perasaan iri.

"Bukan begitu Cahyo, tidakkah kau melihat ada yang aneh dengan wajahku?"

"Aneh? Apanya yang aneh? Apa kamu mau bilang bahwa wajahmu berubah seperti Orlando Bloom?"

"Bukan itu, lihatlah! Tidakkah kamu menyadari sesuatu?"

"Apaan? Jerawat kamu nambah lagi?"

"Duh, bukan! Kamu tidak sadar bahwa kemarin aku babak-belur dipukuli? Wajahku juga memar dan biru-biru gitu! Tapi lihatlah sekarang? Wajahku tidak kenapa-kenapa! Tidak ada bekas biru-biru sama sekali? Tidakkah kamu merasa itu aneh?"

"Aneh? Aneh apanya? Perasaan sih, gak ada yang aneh?Tunggu, tunggu ...kamu...Ya Tuhan! Kamu benar! Kamu ... Bukankah kemarin wajah kamu babak-belur? Sekarang kamu sudah pulih dan kinclong kembali? Kamu pakai apa? Jangan-jangan kamu pakai obat muka mahal pemberian si Cantik Angeline ya?"

"Ngawur! Tidak seperti itu! Dia gak ngasih apapun! Justru itu yang membuatku merasa aneh, padahal aku hanya pakai perban dan obat merah, sama denganmu! Lihatlah mukamu, masih banyak biru nya!"

"Kamu benar juga! Apa ada yang kamu sembunyikan dariku? Apa kamu mendatangi Dokter Bedah Plastik tadi malam?"

"Kamu tambah ngawur! Dokter Plastik bapakmu! Ya sudahlah, kita berangkat sekarang! Takut keburu telat ke Kampus!"

"Tunggu dulu, jangan kabur! Pembahasan ini belum selesai! Lagi pula bukankah aku sudah bilang, kamu gak boleh masuk Kuliah hari ini! Nanti kamu bisa babak-belur lagi!"

"Justru itu, aku jadi terfikir sebuah ide cemerlang! Aku harus masuk kuliah hari ini!"

"Maksud kamu? "

"Aku merasa ada yang aneh dengan tubuhku ini! Dan aku harus cari tahu kenapa sebabnya! Aku akan mencoba bereksperimen dengan wajahku, kalau seandainya hari ini aku babak belur lagi, aku ingin tahu esok harinya, apakah wajahku bisa sembuh seperti ini lagi atau tidak!"

"Kamu gila ya! Ide cemerlang dari Hongkong!?Harusnya kamu bersyukur, kamu masih bisa selamat! Mulai dari sekarang belajar untuk menghindari masalah! Bukannya malah nekad mendatangi masalah!"

"Aku ingin menjawab rasa penasaranku saja, apa mungkin aku ada kelainan atau kelebihan yang aku sendiri tidak tahu!"

"Kamu yang mulai ngaco sekarang! Sebaiknya kamu gak perlu masuk Kuliah hari ini, karena aku yakin tidak akan ada kesempatan kedua! Jadi, tolong dengarkan saranku, karena aku peduli padamu!"

"Terima kasih atas kepedulian mu, tapi aku butuh jawaban nyata atas apa yang aku alami! Aku tunggu di bawah!" Langit mengambil tasnya, dan setengah berlari menuruni anak tangga di Asrama Kostnya.

"Kamu adalah anak teraneh yang pernah ku kenal! Terserah kamu! Pokoknya aku gak akan tanggung jawab kalau kamu kenapa-kenapa lagi!" teriak Cahyo dari atas.

Hei, tapi apa benar Langit bisa sembuh secepat itu? Tapi kalau memang benar seperti itu, bukankah ini sebuah keajaiban? Dan bukankah ini akan menjadi sebuah berita besar!?

Ah, masa bodoh! Memangnya dia siapa? Keturunan Dewa? Vampire?Mutan? Wolferin? Yang pasti aku sudah bilang padanya! Aku tidak akan tanggung jawab!"

***

Jam kuliah pelajaran kedua telah selesai. Semua orang langsung berhamburan keluar. Sebagian besar pergi menuju Cafetaria.

Begitu pula dengan Langit, dia tidak sempat breakfast tadi pagi. Dia harus segera mengganti energi nya yang sudah drop. Mengobati perutnya yang terasa perih karena lapar. Dengan tujuan yang sama, Cafetaria. Tempat berkumpulnya sebagian besar mahasiswa di Kampusnya.

Untuk kalangan mahasiswa menengah ke bawah, Cafetaria merupakan alternatif pilihan yang utama. Dikarenakan tempatnya cukup luas, mampu menampung setidaknya dua ratusan orang, kondisi tempat yang bersih dan higienis, karena sang Office Boy yang selalu rajin membersihkannya lebih dari tiga kali sehari. Di tambah suasana yang nyaman, karena masih berada di dalam Kampus. Dan yang terakhir yang tentu saja menjadi favorit utama, karena harganya yang sangat terjangkau di dompet mereka. Para mahasiswa strata bawah dan hemat, serta kaum menengah yang pura-pura kaya, yang selalu bergantung dan mengandalkan kirirman orang tua.

"Langit, tunggu!" sebuah suara merdu memanggilnya. Langit dan Cahyo segera menghentikan langkahnya. Lalu dengan kompak menoleh ke belakang.

Sesosok tubuh ramping dengan balutan kemeja putih berenda dan rok hitam pekat sebatas lutut. Wajah Oriental yang penuh pesona khas Asia Timur nampak terpancar di parasnya yang cantik. Dengan hiasan bando putih di rambut panjangnya yang hitam pekat. Menambah nilai lebih kecantikannya. Salah satu dari anggota Angel's of Five!

Tifani!

"Sebaiknya kamu hindari dia!" bisik Cahyo setengah khawatir. Langit menggaruk kepalanya. Ya, seharusnya memang begitu. Dia sudah mendapat ancaman serius dari Gavin, dan kalau dia cerdas, sudah seharusnya dia menghindari gadis ini.

"Aku minta maaf atas kejadian kemarin, aku tidak tahu kalau Gavin mendatangimu dan...Membuatmu harus menanggung akibatnya!" ujar Fani lirih. Raut wajah cantiknya menunjukan ekspresi menyesal.

"Sudahlah, gak apa-apa. Lihat, aku sudah sehat, mukaku sudah sembuh, badanku juga sudah baikan, semuanya baik-baik saja, kamu gak perlu khawatir,"

"Benarkah? Coba kulihat! Oh iya, ahh wajahmu ... memang sudah baikan! Kata temanku, kamu..." Tiffani tanpa ragu mengelus kedua pipi Langit. Membuatnya terkejut. Cahyo tersenyum masam.

"Ha..hanya sedikit, dan gak parah. Sudah kupakaikan obat! Alhamdulillah, aku baik-baik saja," Langit setengah risih menepis halus lengan Tiffani.

"Syukurlah, aku senang kamu sudah pulih. Karena sejak kemarin aku selalu dihantui rasa bersalah atas apa yang menimpamu..."

"Sudahlah, aku sudah tidak apa-apa. Yang jelas, mulai sekarang, kamu jangan terlalu banyak menentang Gavin, sepanjang itu baik dan tidak merugikanmu, ikuti saja apa maunya, ok? Ya sudah, aku ke Cafetaria dulu!" Langit mengambil jalan terbaik. Menyudahi percakapan mereka.

"Langit, tunggu dulu..."

"Ada apa lagi?"

"Aku, aku ingin mengajakmu ke Perpustakaan tadinya, tapi sepertinya kamu sibuk..."

"Ya, aku sibuk hari ini, maaf ya," Langit tidak mau berlama-lama di sana. Bukan karena dia membenci Fani. Siapa yang bisa membenci gadis secantik dia? Namun ini lebih ke arah pengamanan dini. Dia tidak mau bersinggungan kembali dengan Gavin!

"Good step, brother! Pertahankan terus, maka kamu akan selamat melewati kerasnya hari ini!" bisik Cahyo sambil tersenyum lega.

"Memangnya kita sedang berada di Medan Perang?"

"Anggap saja begitu!"

Beberapa menit kemudian, mereka tiba di sana. Cafetaria yang sudah dipenuhi banyak orang, dengan menu yang sudah tersaji, dan sistem pembayaran langsung, mereka antri seperti layaknya di Pesta Kenduri Prasmanan.

Setelah membayar makanan yang sesuai dengan selera dan isi dompetnya, mereka langsung mencari tempat duduk yang masih kosong. Meja sudut!

"Sebaiknya kita makan dengan cepat!" ujar Cahyo.

"Maksudmu? Kamu ingin segera menghindar dari tempat ini? Bukannya kamu biasa cuci mata di sini?"

"Itu kemarin-kemarin! Sekarang aku sudah tidak berminat lagi, setelah beberapa kali kamu selalu dipukuli di sini, hasratku untuk menikmati keindahan Dunia ciptaan Tuhan sudah hilang!"

"Bukan kamu yang di pukuli, kenapa malah kamu yang khawatir?"

"Ya, aku kasihan saja melihatmu, sebagai teman, aku tidak tega melihatnya, dan kadang-kadang aku juga biasanya suka ikut kena imbasnya! Seperti kemarin!"

"Maaf, gara-gara aku, kamu jadi sering kena masalah! Untuk kebaikanmu, mungkin sebaiknya mulai sekarang kamu harus menjaga jarak denganku!"

"Gak perlu seperti itu, kita adalah saudara satu atap, senasib seperjuangan. Kita sama - sama perantau, satu kamar kost, dan kamu adalah sahabatku! Gak mungkin aku ninggalin kamu!"

"So sweet, terima kasih. Tapi jangan menyesal kalau kamu nantinya ikut kena masalah lagi!"

"Hehe, kali ini aku memilih diam, bukankah sudah kubilang kamu tidak perlu masuk kampus hari ini? Jadi apapun yang terjadi denganmu sekarang, aku tidak akan ikut campur!"

"Ok, itu tidak masalah! Aku bisa mengatasinya!" Langit menyuap makanan ke mulutnya. Cafe makin terlihat ramai.

"Hei, kamu yang bernama Langit?" seseorang tiba-tiba menepuk bahunya di belakang. Langit terkejut. Begitu pula dengan Cahyo.

Sang Masalah kembali datang!

"Iya, itu aku," Langit melirik ke belakang. Seorang pemuda seusianya. Berambut panjang sebahu, bertampang keras dan tidak bersahabat. Mengenakan jaket kulit hitam bergambar pedang dan tengkorak! Seperti layaknya seorang gangster!

"Ikut aku, sekarang juga!"

"Maaf, ikut kemana? Kamu siapa?"

"Demi kesehatanmu, sebaiknya turuti saja perintahku! "

"Bisa aku habiskan makananku dulu?"

"Aku tidak bisa sabar menunggu, cepatlah! Apa aku harus menghajarmu di sini?"

"Ba...Baiklah..." Langit berdiri. Lalu dengan enggan mengikuti pemuda itu dari belakang. Diikuti beberapa puluh pasang mata yang melihat dengan penuh tanda tanya dan rasa penasaran.

Langit dibawa ke parkiran kampus disamping Utara Cafetaria, disana sudah menunggu beberapa pemuda dengan jaket yang sama. Dengan motor-motor besar yang tampak berjajar di sisinya.

"Halo! Namaku Andre! Aku adalah Ketua dari Black Samurai! Gang paling besar di kampus, dan juga di Kota ini! Kamu tahu kenapa anak buahku sampai membawamu kemari?" seorang pemuda dengan rambut mohawk dan kaca mata hitam bertengger di hidungnya. Sebuah Jaket kulit hitam yang dipenuhi duri, menambah seram dan garang penampilannya. Langit meneguk ludahnya.

"I..itu, apa aku berbuat salah?" tebak Langit. Agak takut. Dia sudah berasumsi bahwa akan terjadi sesuatu yang buruk menimpanya saat ini.

"Baguslah kalau kamu sudah tahu, oke guys.... Let's Go to the Party!" komando Andre sang Pimpinan Black Samurai. Sekejap kemudian, sekitar lima pemuda berjaket kulit hitam tersebut langsung bergerak kedepan, mengepung Langit, dan langsung menghajarnya tanpa ampun!

Beberapa saat kemudian, Langit langsung terkapar di aspal parkiran. Wajahnya biru lebam, berdarah-darah. Badannya terasa sakit disana-sini. Bahkan beberapa tulang rusuknya patah!

"Aku orangnya santai, tidak mau mencari masalah dan selalu berpikir logis! Tapi, jangan usik apa yang jadi kesenanganku! Kamu tahu apa kesalahanmu?"

"A...apa.." Langit bertanya. Berusaha untuk duduk, sambil memegang rusuknya yang terasa sakit.

"Dengar! Jangan gunakan tampang sialanmu untuk menggoda para gadis! Jauhi Angeline, atau kamu tidak akan ada lagi di dunia ini! Mengerti!?" Andre mencengkram wajah Langit yang biru lebam dan berdarah-darah.

"Me..mengerti..."

"Bagus, aku senang mendengarnya. Berarti kita sepakat! Kamu jauhi Angeline, dan kamu akan selamat! Anggap saja ini sebagai pelajaran kecil dariku!" Andre dan anak buahnya beranjak dari sana. Suara motor besar terdengar bising meninggalkan area parkir. Menyisakan Langit yang duduk termanggu di aspal parkiran. Sambil menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.

Namun, seulas senyum simpul tersungging di bibirnya yang berdarah. Senyuman Langit yang misterius. Yang hanya bisa di mengerti olehnya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status