Share

Sarang Serigala

Bronze Shine Cafe terletak di Pusat Pertokoan Elit di Kota Banda bernama Istana Cendrawasih. Salah satu Check Point terkenal dengan harga propertinya yang sangat mahal. Hanya kalangan orang-orang kaya dengan harta selangit yang bisa membeli properti mewah di kawasan ini.

Disana ada ratusan ruko dan rukan mewah lima tingkat yang di sulap menjadi Hotel Bintang Lima, Cafe, Restauran, dan Tenan dengan brand-brand terkenal dari dalam dan luar negeri. Dibalut dengan segala kemewahan dan keunggulannya, menjadikan Kawasan Pertokoan Elit Istana Cendrawasih sebagai aset properti pilihan utama dan paling diminati di Kota Banda.

Dan kesanalah tujuan Langit sekarang. Mereka bertiga, bersama Bagas dan Riza, dua orang mahasiswa di kampusnya yang juga merupakan fans dari Tiffani Ambarita, alias Fani yang sekarang sedang berada dalam kondisi tidak baik di bawah cengkraman Gavin dan geng nya.

Langit masuk ke sebuah Cafe yang cukup mewah, dengan penjagaan ketat beberapa security bertampang sangar dan nampak tidak bersahabat. Bagas yang mempunyai koneksi ke dalam, langsung berkomunikasi dengan beberapa pengawal, dan ketiganya diizinkan masuk.

"Kamu jangan kaget, kalau nanti menemukan mereka di sana, mungkin mereka tidak akan berkenan dengan kehadiranmu. Pokoknya aku serahkan semuanya sama kamu. Aku berharap kamu bisa menolong Tiffani!" kali ini Reza yang bicara. Wajahnya terlihat pucat.

Lantai satu terdapat Cafe yang khusus menyediakan hidangan-hidangan mewah ala Resatauran dari mulai menu dalam dan luar negeri. Beberapa meja nampak penuh dengan pengunjung yang sedang khusyu menikmati santap malamnya yang telah lewat. Namun Cafe masih terlihat penuh dan ramai.

Mereka naik ke lantai dua, alunan suara Elektronik Dance Musik menghentak keras. Ruangan Dance Floor itu dipenuhi oleh lautan manusia, yang rata-rata seusianya. Mereka nampak bermandi keringat, clubbing tanpa kenal lelah, berdansa mengimbangi sang Disk Jockey yang nampak bersemangat memainkan Turntable dan Mixer nya.

Dan langit beserta Bagas dan Riza masuk ke sana. Diiringi tatapan asing berpuluh-puluh pasang mata, para clubber yang tengah menikmati malam panjang mereka. Sebagian melihat dengan tatapan risih dan under estimate dengan kehadiran mereka. Terutama Langit, yang memakai setelan lusuh dan usang. Berbeda dengan mereka yang mengenakan pakaian mahal dan ber- merk. Versi mereka, Langit adalah manusia kelas rendah, dan jelas bukanlah level yang sepadan dengan mereka!

"Mereka ada di ruangan VVIP, sebaiknya kamu kesana sendiri. Kami tidak berani!" teriak Bagas, mereka berada tepat di depan sebuah pintu bertuliskan VVIP.

"Maksudnya, aku sendiri yang kesana? Terus kalian bagaimana?"

"Kami menunggu di sini!"

"Waduh! Kenapa bisa begitu?" teriak Langit. Namun Bagas dan Riza seperti tidak mendengar. Mereka langsung berlalu di hadapan Langit.

"Sialan! Apa mereka sengaja ingin memasukan ku ke Sarang Serigala?" fikir Langit sambil menggigit bibirnya. Hatinya galau dan khawatir. Tiba-tiba dia teringat pertemuannya dengan Cahyo setengah jam yang lalu.

"Aku mau ambil jam dinding ku yang ketinggalan!" Cahyo datang tiba-tiba.

"Oh, baiklah. Kamu bisa ambil sendiri, ini kunci nya!"

"Kamu mau kemana?"

"Aku...aku mau menemui ..."

"Kita mau menyelamatkan Tiffani! Kalau kamu tidak ingin membantu, sebaiknya jangan menghalangi kami!" Bagas angkat bicara. Menatap Cahyo dengan tajam.

"Apa? Kamu tidak kapok-kapok juga ya? Kamu mau cari mati datang ke sana?" hardik Cahyo dengan gusar.

"Ini menyangkut keselamatan Fani, aku tidak bisa tinggal diam begitu saja!"

"Memangnya siapa Fani? Ada hubungan apa dia sama kamu? Apa kamu tidak sadar bahwa ini adalah jebakan? Dan aku kenal mereka, dua orang ini adalah..."

"Apa maksudmu menunjukku seperti itu? Kamu mau cari masalah? Aku adalah sepupunya Fani, aku kesini untuk meminta bantuannya, karena Fani percaya sama Langit! Dan jangan pernah menuduh ku yang bukan-bukan!" Bagas membela diri.

"Hei, aku belum bicara apapun, kenapa kamu jadi sensitif seperti itu? Aku tidak percaya kamu adalah sepupu dia! Kamu pasti orang suruhan Diego!"

"Diego? Diego, anak orang kaya itu? Maksudnya apa ini?" alis Langit berkerut heran. Menoleh ke arah Bagas.

"Jangan percaya dia! Siapa Diego? Langit, semakin kita disini, maka nasib Fani akan semakin terancam! Apa kamu akan diam saja disini? Dia sangat membutuhkan bantuanmu!"

"Langit, kalau kamu masih menganggap aku temanmu, tolong jangan pergi! Aku masih peduli padamu, ini demi kebaikanmu sendiri!"

"Kamu jangan memprovokasi dia seperti itu! Dia mau berbuat baik menolong orang lain, dan kamu tidak berhak menghalangi dia! Ini sudah nyawa urusannya!"

"Langit adalah temanku! Dan aku jelas ikut bertanggung jawab atas keselamatannya!"

"Kamu mau ribut denganku? Demi Fani, aku tidak akan segan untuk menghajarmu!" Bagas maju ke depan. Siap menghajar Cahyo. Langit langsung bergerak.

"Cukup! Apa maksudmu mau menghajar temanku? Apa kamu tidak menghargai aku?" Langit menjadi berang.

"Oke, oke..Aku minta maaf!" Bagas mundur teratur. Langit menghela napasnya.

"Baiklah, maafkan aku Cahyo. Untuk masalah ini, aku harus berangkat sekarang. Ini kunci kamarku, ambilah!"

"Kamu ini,...Aku benar-benar tidak mengerti pola fikiranmu..."

"Sekali lagi, maafkan aku Cahyo, kamu adalah sahabat terbaik yang paling mengerti aku! Aku pergi dulu!"

Dan kini, Langit yang bingung sendiri. Dia merasa segan untuk masuk, seolah di dalam ruangan itu adalah sarang para Serigala lapar yg siap memangsanya!

"Hei, kenapa belum masuk? Ayo masuk, mereka menunggumu!" Bagas dengan cepat mendorongnya. Langit spontan terdorong ke depan. Secara tidak langsung membuka pintu VVIP yang berada tepat di depannya!

Krieettt!

Pintu terbuka! Dan Langit melihat sebuah ruangan yang cukup luas dan mewah dengan penerangan remang-remang. Belasan orang ada di sana. Bau asap rokok dan hingar bingar musik Dunia Gemerlap menghentak dengan keras! Dan secara spontan semua mata mengarah langsung kepadanya!

"Matikan musiknya!" teriak seseorang. Beberapa saat kemudian, musikpun berhenti. Berganti dengan keheningan dan suara musik yang sayup-sayup terdengar di luar sana.

"Eh..Ha..Halo semuanya!" sapa Langit dengan gugup. Semua mata memandang ke arahnya dengan tatapan tajam.

"Jadi dia yang namanya Langit? Hebat juga ide mu Gavin!" ujar seseorang berkepala plontos, dengan sebatang rokok terselip di bibirnya. Di alis sebelah kiri terdapat tatto naga yang memanjang dan melengkung hingga ke pipinya. Parasnya yang gagah namun keras, terkesan seperti seorang bos mafia yang tengah bersiap mengeksekusi musuh!

"Di..Diego?" ujar Langit tanpa sadar. Akal sehatnya langsung bekerja. Dia sudah masuk ke Sarang Serigala!

Sialan! Cahyo benar! Sahabatnya itu memang selalu benar! Dia benar-benar sudah di jebak oleh kedua orang brengsek itu!

"Hmm, jangan remehkan aku sobat. Untuk memancing kecoa ini keluar, tidaklah terlalu sulit bukan, Diego? Hehehe, halo juga Langit? Aku lihat wajahmu sudah membaik setelah pertemuan kita terakhir kalinya!" Gavin bangkit dari duduknya, meninggalkan para ladies yang mengapit di kanan-kirinya.

"Eh, kamu Gavin...Aku ...aku datang kesini untuk...untuk..."

"Hmm, Tiffani? Sayang sekali, dia tidak ada di sini, dan kamu adalah seekor kecoa yang mudah sekali tertipu!"

"A..Apa? Maksudmu?"

"Aku hanya menggunakan trik sederhana untuk menyuruhmu datang, dan ternyata itu sukses! Berarti kamu memang benar-benar menyukai dia! Kamu fikir aku tidak tahu bahwa dalam hati busukmu kamu berharap menjadi seorang Pahlawan bagi Fani? Dasar Play Boy kampungan!"

"Tunggu, kamu salah faham Gavin..."

"Tidak ada yang salah faham di sini! Justru kamu yang salah faham mencerna kata-katakku kemarin! Bukankah aku sudah bilang, bahwa kita tidak boleh bertemu lagi? Dan ternyata kamu mengingkarinya! Kamu masih nekad ingin menemui dia, dan akhirnya bertemu denganku. Apa kamu sudah punya nyawa cadangan?" Gavin tersenyum buruk.

"Aku...aku hanya berusaha menolong dia, tidak lebih,"

"Hmm, memangnya dia siapanya Kamu? Berani sekali kamu tidak mengindahkan segala perintahku, dan masih berharap tentang dia? Sekarang, kamu malah bikin ulah baru, kamu berani mendekati Dewi yang jelas-jelas adalah tunangan Diego! Apa kamu sudah bosan hidup?"

"A..apa?" Langit terhenyak. Hatinya terkejut!

Dewi adalah Tunangan Diego? Benarkah itu?

Celaka, sudah kuduga, ada yang salah di sini!

Dewi, jadi dia sudah membohonginya!

Gadis itu, apakah dia memang sengaja ingin mencelakakan ku? Apakah pertemuanku dengan Dewi sore tadi adalah sebuah skenario besar untuk menjebakku malam ini? Tapi maksudnya untuk apa? Apa salahku sama dia? Aku tidak pernah mengecewakan dia atau siapapun juga? Kenapa hasilnya selalu jadi runyam seperti ini?

Tuhanku, sebenarnya apa salahku ?

"Hmm, aku serahkan dia kepadamu, Diego! Karena dia telah berani menyinggungmu!" ujar Gavin sambil angkat bahu, dan tersenyum sinis.

Diego, si kepala plontos itu hanya menggelengkan kepalanya, menggumam pendek sambil menghisap rokoknya dengan tenang.

"Untuk membereskan kerikil ini, aku tidak perlu mengotori tanganku, terima kasih sudah membantuku, Gavin! Kuakui, kecoa ini punya tampang juga. Kalau saja tidak ada kamu yang memberi tahuku, mungkin Dewi sudah jatuh ke pelukan dia!"

"Hmm, dengan senang hati, Diego!"

"Oke, jadi sekarang bagaimana, Kerikil yang bernama Langit?" Diego bangkit dari duduknya. Membuang rokoknya ke lantai.

"Ini...ini juga sepertinya salah faham, aku dengan Dewi..."

"Dia mencium pipimu! Apa itu namanya salah faham? Haha, tidak perlu kaget, mataku ada di mana-mana! Telingaku juga bertebaran di seantero kota ini! Jadi kamu tidak perlu bicara apa-apa lagi di depanku!"

"Eh,..itu..itu.." Langit benar-benar mati kutu. Dia tidak punya kata-kata untuk membela dirinya. Sampai hal seperti itu pun Diego mengetahuinya? Sungguh gila!

Siapa sesungguhnya Diego ini?

Kekuasaannya di Kota ini nyaris tidak terbatas!

"Jika kamu bisa menahan seratus pukulan dari para Pengawal ku, kamu boleh pergi dari sini!" ujar Diego dengan santai. Menyalakan rokoknya kembali.

Langit tersentak!

Seratus pukulan?

Yang benar saja, apa aku masih akan tetap hidup dengan menahan seratus pukulan dari mereka? Fikir Langit benar-benar ketakutan. Jantungnya berdebar dengan keras! Hatinya sudah menciut! Dia merasa akhir hidupnya sudah dekat!

Apakah aku akan mati di sini?

"Pengawal! Beri dia pelajaran, seratus pukulan!"

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status