Setelah melewati sekian banyak drama yang penuh goncangan mental. Akhirnya kami kembali melanjutkan penelusuran terhadap gedung ini. Kami melebur dengan bayangan, berusaha untuk menutupi hawa keberadaan walaupun sebenarnya cukup susah jika mengingat ada seorang manusia bersama kami.
Namun sampai saat ini, entah karena beruntung atau mereka terlalu bodoh, keberadaan kami tidak mereka sadari sama sekali. Padahal, sesekali Jake dan Ahin beradu argumen perihal memusnahkan mereka secara total atau tidak. Aquilla pun tampaknya tidak terlalu mempermasalahkan keributan itu. Mungkin pria itu diam-diam sudah melakukan sesuatu agar keberadaan kami tidak bisa dirasakan oleh orang lain atau sejenisnya.
“Setidaknya biarkan aku meminum darah mereka! Aku sudah mulai merasa lapar tanpa sebab.” Jake akhirnya merengek setelah sekian banyak perdebatan tak berguna dengan Ahin.
“Tidak boleh!”
Tidak ada bedanya ketika bertarung dengan sekumpulan ghoul. Bertarung melawan para manusia terasa sedikit lebih sulit karena mereka, manusia, bisa menghindari tebasan katanaku dengan mudah dan terkadang mereka menggunakan taktik untuk bertarung dengan makhluk immortal sepertiku.Tapi tetap saja, aku sedikit lebih unggul dari mereka. Memiliki pengalaman terlibat pertarungan jarak dekat, seorang anggota militer divisi khusus, membuatku lebih mudah mengalahkan mereka yang empat kali lipat besar badannya daripada aku. Sayangnya lorong ini terlalu sempit untuk dijadikan area pertarungan bersenjata yang berdarah.Pertarungan itu hanya menghabiskan waktu setengah jam karena kegesitan Ahin dan juga Aquilla yang mampu menebas tiga orang sekaligus dengan pisau lipatnya. Belum lagi Jake yang menyerang dengan sangat brutal dan mematikan. Sebuah pertarungan dengan jumlah lawan yang tidak seimbang, dimenangkan d
Dan aku menyesali keputusanku sendiri setelah mendengar peringatan dari Aquilla.Begitu masuk ke dalam ruangan dengan pintu berdaun dua itu, tanpa mempersiapkan diri untuk sebuah kejutan, tubuhku membeku total, seakan-akan ada sebuah balok es yang tertanam di perut dan kepalaku. Bau amis darah sangat tercium dengan kuat di sini, seolah-olah ini adalah sebuah ruang operasi.Ruangan dengan banyak brangkar yang hampir memenuhi setiap sudut dan sisi. Dan brangkar tersebut tidaklah kosong, melainkan ada sebuah manusia yang bahkan aku tidak yakin jika mereka memang makhluk hampir sempurna tersebut yang terkadang berbuat kejam terhadap sesamanya.Mereka terikat di brangkar tersebut. Ada beberapa dari mereka hampir tak terbentuk, kulit mereka yang melepuh dan mengeriput seperti direndam oleh air dalam waktu yang lama. Jejak aliran dan cipratan darah tercecer di brangkar dan lantai. Dan ada beberapa cipr
Semuanya terjadi dengan begitu cepat dan penuh kekacauan.Pintu ruangan kecil ini setelah berhasil didobrak oleh makhluk menyeramkan itu, akhirnya dia bergerak menyerang kami secara membabi buta. Aku yang panik, segera mengamankan dokumen-dokumen yang sudah kupisahkan dan bergegas menghindari tangan berisi yang pucat tersebut yang memanjang bak selentur karakter Luffy di anime one piece. Itu mengerikan, sungguh. Bayangkan saja kau berada di posisiku. Seorang gadis remaja, berhadapan dengan makhluk menyeramkan yang bisa mengirimmu ke neraka kapan saja dan dengan begitu cepat. Manusia biasa mungkin sudah bergetar ketakutan dan berakhir mati mengenaskan dengan tubuh yang terbelah menjadi dua atau bahkan kepalanya hancur.Aquilla tentunya tidak tinggal diam, dia berusaha menebas tangan yang memanjang itu walaupun akhirnya sia-sia. Tangan yang terputus itu seketika tumbuh kembali seperti se
“Markas utama Zhou Yanchen berada di Paris. Lebih tepatnya di Rumah Sakit Swasta De La Seine Saint-Denis.”“Begitu, ya?” Aquilla menganggukkan kepalanya sekali kemudian menatap Jake yang sedang menjelaskan hasil temuannya sesuai dengan yang diperintahkan oleh pria bermata ungu ini. “Kemungkinan besar Yoon Seonghwa berada di sana jika mengingat di tempat ini terdapat banyak darahnya dan tersebar ke segala penjuru.”Entah mengapa suasana di sekitar kami terasa kelam, seakan-akan kami sedang menghadiri pemakaman seseorang. Ini terlalu mencekam, membuatku merasa tidak nyaman. Ditambah lagi dengan diamnya Jake dan Aquilla setelahnya.“Dari berkas yang dibawa oleh Yveria, makhluk itu masih berupa produk gagal.” Aku ingin berterima kasih pada Ahin karena sudah mencairkan suasana mencekam ini. Aku menatapnya yang baru saja menyebut namaku. “Jika kita
Angin malam berembus dingin, menerbangkan surai hitamku dan juga beberapa dedaunan kering yang mulai berjatuhan dari dahannya. Aku menatap kosong sekitarku setelah merangkak keluar dari kuburanku sendiri. Lagi, kami bertiga kembali menguburkan diri kami ke dalam tanah ketika fajar tiba.Dan seperti biasa, aku merasakan tarikan dari dua arah yang sedikit berlawanan arah. Serta sebuah tarikan lemah dari arah yang menjadi tempat tujuan kami. Aku yakin, tarikan lemah itu berasal dari Yoon Seonghwa, kakak satu darahku.Aku membersihkan gumpalan tanah dan pasir yang menempel di rambutku kemudian beranjak berdiri untuk menghampiri salah satu dari dua tarikan yang kurasakan. Perasaan Deja Vu kembali menggerogoti tubuhku. Rasanya seperti mengulang kembali adegan yang pernah kulakukan bersama Aquilla. Berjalan seorang diri di tengah-tengah hutan dan menemukan pria bermata ungu itu sedang memandangi langit yang dihias
Angin laut yang berembus dapat kurasakan menerpa kulit wajahku. Seharusnya terasa dingin mengingat gelapnya langit hari ini. Sinar matahari baru saja terbenam, bersinar di bumi bagian lain yang membutuhkan kehangatannya.Setelah menghabiskan dua malam perjalanan menuju Pelabuhan Dover, akhirnya kami bisa melihat pemandangan laut di malam hari. Pemandangan yang hanya berupa langit gelap dan juga deburan ombak yang senada dengan horizon. Suara deburan ombak pun terdengar, mampu menenangkan pikiran yang sedang kalut.Itu pun hanya berlaku bagi beberapa orang.“Aku sempat menduga, pelabuhan ini akan kosong melompong dengan berbagai jenis kapal yang berkarat dan terombang-ambing di atas air laut.” Jake terlihat meringis ketika melihat bangkai-bangkai kapal yang tidak terurus terombang-ambing karena air laut. Mata emasnya itu tampak berkilau di kegelapan malam, melirik pada Aquilla yang se
“Hanya saja aku merasa ini tidak adil dan membuatku cemburu.”Kalimat itu terus terngiang-ngiang di kepalaku, seperti sebuah kaset rusak yang selalu kembali berputar dari awal. Itu membuatku tidak bisa fokus. Bahkan aku saja tidak tahu apakah tanah yang kuinjak saat ini merupakan bagian dari Negara Perancis atau bukan.Aku terkesiap ketika seseorang menepuk bahuku. Aku mendongak, mendapati Jake yang sedang menatapku dengan pandangan bingungnya. Mungkin pria itu merasa heran dengan tingkahku yang tidak seperti biasanya hari ini.“Ada apa? Apakah sudah waktunya kita untuk tidur?” tanyaku. Entah kenapa terasa kosong.Jake terlihat mendengus, kemudian menyeretku untuk berjalan di sebelah Aquilla. “Kau aneh sekali setelah kau berbicara dengan Ahin sebelum kita menaiki kapal itu.”Ahin. Aku terkesiap ketika menyadar
Tidak ada yang lebih mengesalkan daripada pergi ke Paris dengan berjalan kaki.Sesi curhat dengan dalih mencari mobil itu nyatanya tidak membuahkan hasil yang sesuai dengan alibi. Jake tidak berhasil menemukan satu onggok mobil pun yang setidaknya layak digunakan atau sekedar mesinnya masih menyala. Hal tersebut mau tidak mau membuat kami berjalan kaki, ribuan mil akan kami jalani untuk menuju ke Paris.Aku menatap bingung ketiga pria dalam kelompok ini yang terlihat saling tidak berbicara. Bahkan Jake yang cerewet pun ikut terdiam yang membuatku merasa heran sekaligus terkejut, pria bermata emas itu ternyata bisa diam seperti itu juga ya.“Setidaknya, Tanah Perancis tidak sesunyi London,” Jake bersuara, berinisiatif untuk membuka topik obrolan karena mungkin sudah merasa tidak nyaman dengan kesunyian yang mencekik ini. “Lusinan meter di depan sana terdapat keberadaan manusia. Itu pun jika bukan sekelompok penjarah menyebalkan