Beranda / Semua / Accept My Revenge / Disaster behind Satisfaction

Share

Disaster behind Satisfaction

Penulis: blackonix_29
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-24 02:20:22

Kejadian sebelum Clara menghubungi Albert dari penjara....

Di kamar bak istana, Naomi terlihat senang dan heboh sendiri. Ia senang, karena Clara tidak ada lagi di hadapannya.

"Akhirnya, tidak ada lagi pengganggu antara aku dan Felix. Selamat menikmati penderitaanmu di penjara, Clara. Bukan itu saja, aku juga mendapat banyak uang berkat itu. Ah, senangnya...." Naomi memeluk ponselnya dan berbaring di kasus queen sizenya.

"Belanja apa ya hari ini? Hah, sudah sekian lama aku tidak kemana-mana dan tidak belanja keluar. Ow, kulitku yang malang ... berkat latihan itu kulitku menjadi kasar. Setidaknya, aku bisa belanja online." Naomi membuka aplikasi belanja pada ponselnya dan melihat benda menarik di sana. Tanpa disadari oleh Naomi, Felix mengintip dari celah pintu dengan tatapan bak elang.

Tok, tok, tok....

"Masuk!" Pintu terbuka, Felix berjalan masuk ke ruangan Albert.

"Bagaimana, Felix? Apa kau tahu siapa orangnya?" Felix mengangguk.

"Dia adalah Naomi." Albert yang mendengar itu pun menghela napasnya.

"Naomi? Khe, tidak heran ... dia sangat membenci Clara dan berusaha untuk menyingkirkan Clara dengan cara apapun. Tapi, karena dia jugalah polisi mengetahui mansion ini." Albert memijat keningnya yang sedikit berdenyut.

"Jadi, apa yang harus kulakukan, Paman?" Albert mendongak dan menopang dagunya dengan tangan kanannya sembari berpikir.

"Sejujurnya, kemampuan Naomi dan Clara hampir setara untuk menyelesaikan misi ini. Mereka mampu menyamar, berbela diri, dan memainkan senjata dengan baik. Tapi, aku tidak ingin kau di penjara seperti Clara demi keuntungan dirinya sendiri." Felix tersenyum miris.

"Mungkin, lebih parah dari Clara." Albert mendengkus kesal. Ia benar-benar kesal dengan sikap Naomi yang sangat buruk itu. Clara bahkan pernah mengobati luka di telinganya tapi, ia tidak tahu terima kasih.

"Dia benar-benar tidak tahu diuntung! Tidak dibuat mati oleh Clara saja sudah bersyukur! Cih, mengerikan sekali obsesinya itu." Felix hanya tersenyum tipis menanggapi ocehan Albert.

"Tenang saja, Paman. Aku tidak akan termakan obsesinya." Albert mengangguk.

"Aku memutuskan, misi ini ditunda sampai Clara bebas dari penjara. Kuharap, keberuntungan ada dipihaknya. Kau tidak perlu melakukan apapun terhadap Naomi. Cukup kurung dia di dalam kamar selama seminggu." 

"Baiklah jika itu maumu, Paman. Aku keluar dulu." Felix membungkuk dan meninggalkan ruangan Albert.

Kembali di kamar Naomi....

"Ada apa ini? Kenapa aku tidak bisa membeli produk ini? Sial!" Naomi memeriksa jumlah uang yang dikirimkan padanya setelah melaporkan keberadaan Clara.

"Loh? Bukannya mereka mengirimkan uang padaku, sebelumnya? Kenapa sekarang kosong? Apakah ada yang meretas akun bankku? Kurang ajar!" Naomi membanting ponselnya ke lantai dan mengamuk di kamarnya.

"Kembalikan uangku!!!" Naomi berteriak entah pada siapa. Ia terlihat seperti orang gila karena kehilangan uang dengan jumlah besar di akun banknya. 

"Siapapun yang mengambil uangku, akan kubunuh! Akan kucari kalian sampai ke ujung dunia!" ujarnya geram.

Brakkk....

Naomi tersentak saat mendengar pintunya dibuka dengan kasar.

"F-Felix? Ada apa kemari? Apa kau ingin bicara denganku? Maaf, kamarku berantakan sekali. Tadi ada tikus yang lewat." Felix memutar bola matanya bosan. Ia tidak akan tertipu dengan trik murahan dari Naomi. Jelas-jelas, ia mendengar teriakan Naomi tadi.

"Kau pikir, aku percaya? Sayang sekali Naomi, aku tidak akan tertipu dengan trik murahanmu. Sebaiknya, kau jawab aku dengan jujur. Apakah kau yang memberitahu keberadaan Clara pada Polisi?" Naomi menegang mendengar pertanyaan itu.

"M-m-maksudmu apa, Felix? Aku tidak mengerti, apa yang kau bicarakan." Felix mendengkus mendengar jawaban Naomi. 

"Tidak usah bertingkah polos, Naomi. Pertanyaan tadi hanya basa-basi untukmu. Selama seminggu, kau tidak boleh keluar dari kamar ini." Naomi yang mendengar itu pun langsung menangis dan berlutut.

"Tidak, Felix. Kumohon, jangan kurung aku di sini. Bukankah sebentar lagi kita akan menjalankan misi? Jika bukan denganku, siapa lagi yang akan menemanimu? Kau tidak mungkin mengerjakan misi ini sendiri, bukan?" Felix mendecih.

"Aku tidak mau satu misi denganmu. Melihat kejadian Clara, bukan tidak mungkin jika kau akan menjebloskanku ke penjara demi keuntunganmu. Atau, bisa saja kau menyuruhku untuk mengorbankan nyawaku demi dirimu seperti drama korea yang sering kau lihat itu, bukan? Lebih baik, aku pergi sendiri dari pada satu misi dengan beban sepertimu." Naomi yang mendengar itu pun menangis dan sakit hati.

"Kenapa kau kejam sekali padaku, Felix?! Hiks ... aku menyingkirkan Clara agar aku bisa bersamamu, Felix. Aku mencintaimu hiks...." Felix ingin memuntahkan isi perutnya ketika mendengar pernyataan cinta yang terlontar dari mulut Naomi.

"Khe, rasa cintamu itu hanya obsesi semata. Aku yakin, obsesi itu tidak akan bertahan lama. Sudahlah, tidak ada gunanya berbicara denganmu. Aku pergi." Felix meninggalkan kamar Naomi dan disusul Naomi untuk menahan pintu kamarnya.

"Kumohon, jangan kurung aku, Felix. Kita bisa bicarakan ini baik-baik. Aku minta maaf, aku akan melakukan apapun yang kau minta asalkan kau tidak mengurungku, ya. Please...." Felix bersikukuh ingin menutup pintu kamar Naomi namun, Naomi bersikeras menahan agar pintu kamar itu tidak tertutup.

"Permintaan maafmu, tidak diterima. Selama seminggu kau tidak menyadari kesalahanmu, kau akan berada di sini sampai mati." 

Blam....

Cekrek....

Felix menutup pintu kamar Naomi dengan kasar dan mengunci pintu dari luar. Dapat ia dengar teriakan memohon Naomi dari kamar namun, ia tidak menghiraukannya. Ia melempar kunci kamar itu ke atas dan menangkapnya kembali lalu, meninggalkan kamar berisi raungan tersebut.

"HUAAAA ... Felix, keluarkan aku dari sini...," teriak Naomi pilu. Ia menendang pintu kamar itu berharap pintunya rusak dan terbuka. Namun, meskipun ia menendang sekuat tenaga pintu itu, ia tidak bisa merusaknya. Ia mengacak-ngacak rambutnya sambil mengerang frustasi. Pada akhirnya, rencana yang ia buat malah menjerumuskan dirinya sendiri.

"Sial sekali! Meski di penjara sekalipun, kau selalu membuatku repot! Kuharap, kau tidak pernah bebas dari penjara, Clara! Kuharap, kau membusuk selamanya di penjara! Ini semua karenamu, kau pembawa sial! Kau membuatku hidup hancur dan aku tidak bisa berduaan dengan Felix!" ujar Naomi geram.

Naomi terpikirkan sesuatu. Ia lupa jika ia memiliki pistol. Ia pun mengambil pistol di sarung yang tertempel pada pinggangnya dan menembak knop pintu kamarnya. Entah karena sedih atau emosi, ia tidak berpikir untuk memeriksa pistolnya sehingga, tidak ada letusan peluru yang keluar dari pistol itu.

"Kenapa tidak bisa?" Naomi mencoba sekali lagi menembak namun, nihil. Ia memeriksa pistolnya dan benar, tidak ada peluru sedikitpun di pistolnya. Ia memeriksa di laci kamarnya untuk mencari peluru namun, tidak terdapat peluru di sana. Ia berusaha mencari di segala penjuru dan tidak menemukan peluru itu. Ia hanya bisa pasrah dan mengamuk di kamarnya hingga kamarnya semakin berantakan. Meja rias tak terbentuk, peralatan make-up berserakan di lantai, ranjang yang terlucuti, dan busa-busa berterbangan dari bantal tidurnya.

TBC

blackonix_29

Entah apa yang kuperbuat di chapter ini. Rasanya terlalu berlebihan atau pas, aku gk tahu. Terlebih, saat Naomi mengamuk karena dikurung oleh Felix. Semoga semua pembaca dapat memahami isi cerita ini. See you....

| Sukai
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Accept My Revenge   Deep Talk

    Clara beranjak dari kasurnya dan membuka pintu kamarnya. “Oh, Ayah. Ada apa, Ayah?” David tersenyum. “Ayah ingin bicara denganmu, Nak. Sekaligus, Ayah ingin melepas rindu karena sudah tiga tahun kita tidak bertemu.” Clara ber oh ria dan membuka jalan agar sang ayah bisa masuk ke kamarnya. Clara dan sang ayah duduk berhadapan di lantai dengan meja yang menjadi perantara mereka.“Bagaimana kabarmu, Clara? Apa kau baik-baik saja selama Ayah tidak ada?” tanya David.“Clara baik-baik saja, Ayah. Jujur, Clara sedikit kelelahan karena si bedebah itu. Clara harus berlatih dengan keras untuk menghancurkan bedebah itu dan harus mendekam di penjara selama seminggu. Tubuh Clara rasanya sakit karena tidur di tempat yang tidak nyaman. Tapi sekarang, Clara senang karena bisa bebas dan bertemu dengan Ayah lagi,” ujar Clara dengan senyuman manisnya.“Maaf, jika saja Ayah bisa melawan, kau pasti tidak akan kesulitan seperti ini, Nak.” David menunduk dengan rasa bersalahnya.Clara menggelengkan kepala

  • Accept My Revenge   Having Lunch Together

    Having LunchPLAK!” Bunyi tamparan menggema di seluruh ruangan. Calista menatap takut karena baru pertama kali melihat ayahnya semarah ini. “Ma, Papa kenapa? Kok bisa semarah ini?” Nampaknya, suara Calista terdengar sampai telinga Alvin. “Cih, bawa dia ke Distrik Mawar. Akan kuberi dia pelajaran karena tidak berguna sebagai pengacaraku!” perintah Alvin pada anggotanya.Anggota Alvin manut dan membawa Angga pergi dari hadapan Alvin. Alvin berjalan mendekati Calista dan Risa tanpa menghiraukan teriakan . Alvin mengusap rambut Calista. “Maaf, Papa membuatmu ketakutan. Ma, aku harus pergi ke suatu tempat sekarang. Maaf, tidak bisa menemani kalian makan siang.” Risa mengangguk. “Tidak apa-apa. Lain kali, jangan sampai kelepasan.” “Sekali lagi maafkan aku,” ucap Alvin. “Hn, hati-hati. Ayo sayang, kita makan siang. Kau pasti lapar karena seharian berada di pengadilan,” ujar Risa mengalihkan perhatian Calista. Nampaknya, Calista masih shock melihat amarah ayahnya yang mengerikan. Calista

  • Accept My Revenge   Unexpected Moment

    “David/Ayah???” Dengan wajah penuh keterkejutan, Clara dan Albert menyebut nama pria di hadapan mereka. Sementara yang ditatap hanya menatap kebingungan dengan reaksi dua orang di depannya. “Kenapa terkejut begitu?” tanya David heran.“K_kau masih hidup, David? B-bagaimana bisa?” tanya Albert terbata. Dia belum bisa mengendalikan keterkejutannya.“Iya, aku masih hidup. Karena aku masih hidup, seharusnya kalian menyambutku lebih baik lagi,” sindir David sarkas.Clara yang sudah mengendalikan keterkejutannya pun berdeham. “Ekhem, ceritakan semua pada kami bagaimana Ayah masih hidup tanpa terlewatkan!” perintah Clara dengan tegas, tanpa mempedulikan jika dia sedang berbicara dengan ayahnya.“Ayah tidak akan menceritakannya karena yang lebih tahu detailnya Vincent, kakak angkatmu.” David tersenyum pada putrinya. Akhirnya, dia bisa melihat putrinya lagi.“Loh, kenapa tidak Ayah sendiri yang cerita? Tanya Clara terheran.“Karena Vincent yang lebih tahu detailnya. Vincent yang telah menyela

  • Accept My Revenge   The Final Courts

    Hakim yang tak mendapatkan jawaban pun kembali bertanya pertanyaan yang sama. "Saya tanya sekali lagi, Tuan Angga. Bisakah anda menunjukkan bukti lain selain sidik jari ini?" Angga yang sedari tadi diam pun bersuara. "S-saya tidak punya bukti lain, Yang Mulia." "Cih, dasar tidak berguna," rutuk Alvin pelan. "Tapi, saya bisa memberikan bukti yang lebih kuat dari Tuan Ryan asalkan anda memberikan saya waktu satu minggu, Yang Mulia," pinta Angga yang membuat sorakan amarah keluar dari mulut para audiens. Hakim itu mengetuk keras palu tersebut hingga membuat para audiens terdiam. "Maaf, Tuan Angga. Saya tidak bisa memberi tambahan waktu. Saya akui anda berani menuntut hukuman mati terhadap Nona Clara hanya dengan mengandalkan sidik jarinya saja. Padahal, sidik jari itu belum tentu benar adanya. Anda bisa saja dituntut atas pencemaran baik, anda mengerti, Tuan Angga?" Hakim itu menatap tegas pada Angga.Angga mengangguk pasrah, untuk pertama kalinya dia merasa dipermalukan di hadapan s

  • Accept My Revenge   Beginning Of The Courts

    Pada pukul 8 malam, Vincent dan Calista baru saja pulang dari melakukan aktivitas. Menonton bioskop, ke pantai, dan ke mall untuk belanja. Banyak sekali barang belanjaan Calista di tangan Vincent, tapi Vincent tidak mengeluh sama sekali. Vincent sangat mencintai Calista, begitu juga sebaliknya. Setibanya mereka di mansion, Vincent mengecup kening Calista dan tanpa sadar kegiatan mereka dilihat oleh Risa, sang ibu. "Ekhem, cieee yang habis jalan-jalan. Bagaimana kegiatannya? Menyenangkan?" ujar risa hingga membuat sepasang kekasih itu tersentak. Mereka langsung berbalik menatap Risa dengan wajah memerah. "Eh Mama kok ada di sini?" tanya Calista. Risa tersenyum menggoda tatkala melihat wajah sang anak memerah. "Tentu saja Mama menunggumu pulang bersama kekasihmu ini. Bagaimana kencannya? Apa menyenangkan?" "Kencannya sangat menyenangkan. Vincent sangat romantis dan memperlakukanku seperti seorang putri," jawab Calista. Tak lama kemudian, Alvin keluar dari rumah dan mendapati Calista

  • Accept My Revenge   Investigating And Interogation

    Albert pulang ke mansionnya dan disambut oleh maidnya. "Tuan sudah pulang?" tanya Maid itu. Albert mengangguk. "Panggilkan Naomi dan suruh dia ke ruanganku!" perintah Albert. "Baik, Tuan," jawab Maid itu dan meninggalkan Albert. Sementara itu, Albert melangkah ke ruang kerjanya dan membuka komputer yang ada di meja kerjanya. Albert mengetikkan sesuatu di komputer itu dan sayangnya tidak menemukan apapun. Albert mendengkus. "Tidak ada hasil? Khe, yang benar saja! Albert pun mencoba untuk menelusuri lebih dalam dengan melakukan peretasan, tetapi nihil. "Pengacara tidak memiliki akun? Bisa jadi karena kesibukannya dalam menangani kasus klien. Maafkan Paman, Clara, Paman tidak bisa mencari tahu." Akhirnya, setelah tidak mendapatkan informasi apapun, Albert langsung mengirim pesan pada Felix dengan harapan jika Felix akan memberitahukan isi pesan itu pada Clara. Albert menyandarkan tubuhnya di kursi dan menengadahkan kepalanya ke atas.&

  • Accept My Revenge   Back To Prison

    Calista bersama kedua temannya berjalan menuju gerbang. Senyuman manis masih membingkai di antara mereka bertiga yang sedang berbincang. "Maaf ya, teman-teman, aku tidak bisa ikut kalian ke spa. Soalnya aku dijemput." Salah satu teman Calista yang bernama Rani tersenyum maklum. "Tidak apa-apa, Cal, masih ada lain hari." "Cie yang mau kencan," goda teman Calista yang satu lagi. Dia bernama Annisa. "Apaan sih!" ujar Calista malu. Wajahnya menampakkan rona seperti blush on di kedua sisi wajahnya. Tin Tin.... Suara klakson mobil membuat Calista dan kedua temannya menoleh. "Tuh, sudah dijemput pacar." Kali ini, giliran Rani yang menggoda. "Hei, hentikan! Jangan menggodaku terus!" Calista berbalik dan masuk ke mobil tersebut, lalu dia melambaikan tangannya pada kedua temannya. "Sampai ketemu besok, teman-teman." "Bye, Calista. Selamat menikmati waktu indah dengan pacar." Kali ini, Rani dan A

  • Accept My Revenge   Visiting

    "Vincent, kirimkan orang untuk mengawasi hakim itu!" perintah Alvin. Vincent pun menatap bingung. "Memangnya ada apa dengan hakim itu, Pa?" Panggilan Vincent terhadap Alvin berubah atas permintaan Alvin sendiri. Dia tidak ingin calon menantunya ini memakai panggilan formal padanya. Alvin menatap lurus ke depan. "Papa curiga kalau hakim itu tidak akan menuruti perintah Papa. Jika hakim itu memang tidak menuruti perintah Papa, dia harus mati saat itu juga." "Baiklah, aku akan mengirim orang kepercayaanku." Alvin mengetik nomor di ponselnya dan menghubungi seseorang. Tidak perlu waktu lama, Vincent telah mematikan panggilan tersebut. Kemudian, Alvin dan supir mengantar Alvin ke kantor, sementara dirinya harus menjemput Calista pulang dari kampus. Sementara di tempat Clara, David dan Felix telah sampai di lapas David turun dari mobil dan masuk ke lapas. Mereka menunggu penjaga lapas untuk mengeluarkan Clara agar bisa bertemu dengannya. Hampir saja mata Da

  • Accept My Revenge   Worrying

    Keesokan paginya, David masih berkutat dengan penampilannya. Di usianya yang sudah paruh baya, David masih terlihat tampan dan pesonanya tidak dapat dikalahkan. Kali ini, dia harus menyamar agar sulit dikenali oleh Albert dan Clara. Pasalnya, David, Vincent dan Felix berencana ingin memberi kejutan pada Albert dan Clara. Dalam hati David berharap semoga Clara dan Albert tidak mengenalinya agar rencana ini lancar."Ayah, apa kau sudah siap?" tanya Vincent mendatangi kamar sang ayah. Dia terpaku menatap penampilan sang ayah yang berkarisma. "Kau benar-benar keren, Ayah. Kau sudah seperti pengacara sungguhan.""Benarkah? Apa mereka tidak akan mengenaliku?" tanya David ragu.Vincent tersenyum dan menepuk pundak tegap sang ayah. "Tenang, Ayah. Kupastikan mereka tidak akan mengenalimu. Percayalah padaku.""Baiklah kalau begitu. Apa kau akan ikut?" tanya David.Tiba-tiba, wajah Vincent tertekuk. "Maaf, Ayah. Sepertinya aku tidak bisa. Aku harus kemb

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status