Home / Lahat / Accept My Revenge / Don't Tell Anyone!

Share

Don't Tell Anyone!

Author: blackonix_29
last update Huling Na-update: 2021-08-31 01:39:19

"Kurasa, dia menggunakan alat pelacak untuk mengikutimu. Kita harus membungkam mulutnya agar tidak ada yang tahu jika aku masih hidup." Vincent mengangguk. 

"Kita harus menunggunya selesai bertarung dan membuatnya pingsan untuk sementara waktu," sambung David.

"Khe, akui saja jika tubuh kalian itu lemah. Tubuh penuh lemak kalian banggakan tapi, melawan tiang listrik saja tidak bisa." Felix tertawa bak psikopat setelah menghina kemampuan bertarung kedua bodyguard itu.

"K-kurang ajar kau bocah!!!" Salah satu bodyguard itu menggeram menahan sakit dan amarah. Tidak mereka sangka, Felix memiliki tenaga yang besar dibalik tubuhnya yang tak sebanding dengan ukuran mereka.

"Tidak usah mengamuk di saat tak berdaya, Tuan. Tubuh anda akan semakin sakit jika banyak bergerak. Tidurlah dengan nyaman dan beristirahatlah dengan tenang." Tanpa Felix sadari, ada dua orang yang menatapnya intens di belakang. 

"Cukup, anak muda!" Suara tegas di belakang membuat Felix membalikkan tubuhnya. Ia membelalakkan matanya mendapati David dan Vincent di belakangnya.

'Cih, semuanya kacau karena bodyguard gendut ini. Padahal, tugasku hanya mengawasi dan melaporkan hal penting pada Paman Albert. Hancurlah sudah,' batin Felix.

David dan Vincent berjalan mendekat pada Felix membuat Felix meningkatkan waspada.

"Kau harus menjelaskan semuanya padaku nanti, anak muda. Sekarang, tidurlah untuk sementara waktu." Sebelum Felix bertindak, David telah menyuntikkan sesuatu di leher Felix hingga ia kehilangan kesadaran.

Di Mansion Albert....

"Ahh, lelahnya. Membersihkan mansion seluas ini membuatku patah tulang seketika." Naomi mendesah dan merilekskan seluruh tubuhnya.

"Apa sudah selesai pekerjaannya?" Pertanyaan Albert membuat Naomi mengerucutkan bibirnya.

"Sampai kapan aku harus dihukum seperti ini, Tuan Albert?" tanya Naomi dengan wajah memelas.

"Sampai kau menyadari kesalahanmu dan meminta maaf pada Clara." Naomi mendecih.

"Kenapa aku harus meminta maaf, Tuan? Bukankah dia di penjara atas kesalahannya sendiri? Dia membunuh ayahnya sendiri demi mendapatkan harta warisan. Apa aku salah?" Albert menatap tajam pada Naomi.

"Dengar baik-baik, Naomi. Clara tidak pernah membunuh ayahnya. Dia difitnah." Albert menekan kata difitnah membuat Naomi mendengkus kesal. Rupanya, Clara telah diistimewakan oleh Albert hingga dibela seperti itu.

"Atas dasar apa anda berkata seperti itu?! Bukankah buktinya sudah jelas, jika dia seorang pembunuh?! Kenapa anda masih membelanya?!" Naomi meninggikan suaranya membuat Albert ingin menampar Naomi. Namun, ia urungkan dan memilih menahan emosinya,

"Bukti yang mana?! Apa kau pernah melihat rekaman saat Clara membunuh ayahnya?!" Naomi terdiam seketika.

"Aku sendirilah yang menyelamatkan Clara agar tidak berakhir seperti ayahnya. Karena itulah, aku mengatakan jika Clara bukanlah pembunuh. Apa kau mengerti?!" Naomi menutup matanya saat Albert membentaknya tepat di depan wajah.

"Jika kau berkata seperti itu lagi, hukumanmu akan kutambah. Jika kau tidak datang menjenguk Clara dan meminta maaf, lebih baik kau tunggu di rumah dan biarkan Felix bersama Clara menjalankan misi." Naomi mengangguk ketakutan.

"Saya berjanji Tuan, saya akan meminta maaf pada Clara dan tidak akan menghina Clara lagi. Saya mohon, izinkan saya ikut dengan Felix dalam misi itu. Tolong, jangan tambahkan hukuman saya." Albert menghela napasnya.

"Minta maaflah dengan tulus besok. Jika tidak datang, jangan salahkan aku jika hukumanmu kutambah." Naomi mengangguk sekali lagi dan mendecih.

'Tsk ... meski di penjara sekalipun, kau selalu merepotkanku. Awas saja kau jalang, kau tidak akan tenang setelah keluar dari penjara.' Albert mengernyit melihat ekspresi Naomi.

"Ada apa dengan wajahmu? Cepat selesaikan pekerjaanmu dan istirahat!" ujar Albert ketus.

"Siap, Tuan. Saya sudah menyelesaikan semuanya," jawab Naomi.

"Bagus, sana pergi ke kamarmu!" Albert menuju ruang kerjanya begitu juga dengan Naomi menuju kamarnya.

Kembali ke Felix, Vincent, dan David....

Felix membuka matanya dan terkejut tatkala mendapati dirinya diikat dalam keadaan duduk. Ia meronta dan berusaha melepaskan ikatan tersebut namun, tidak berhasil.

"Sudah sadar kau, anak muda?" Felix mendongak dan menatap tajam David.

"Lepaskan aku, sialan! Apa yang kalian lakukan padaku?!" Vincent tertawa mendengarnya.

"Ayolah, Tuan Felix. Kau sudah seperti perawan yang takut dilecehkan saja. Kami mengikatmu di sini juga ada alasannya. Bukankah begitu, Ayah?" David mengangguk dan tersenyum bak psikopat. Felix akhirnya tahu jika ekspresi Clara sangat mirip dengan David ketika menyeringai.

"Kau tahu apa kesalahanmu, anak muda?" Felix tidak menjawab dan menggeram menahan emosi.

"Aku tidak tahu dan tidak mau tahu!" Felix memalingkan wajahnya bak anak kecil.

David menghela napasnya. "Jika aku sejahat adik angkatku, aku pasti akan menyiksamu karena bersikap tidak sopan. Kau menguping pembicaraan kami padahal, kau tahu jika itu bukan urusanmu. Kau juga menghajar bodyguardku yang kukerahkan agar tidak ada yang masuk kemari." Felix mendengkus remeh.

"Bukan urusanku kau bilang? Jika itu mengenai Clara, sudah pasti urusanku. Aku menghajar bodyguardmu karena mereka tidak sopan padaku. Aku diperintahkan pamanku untuk mengikuti Vincent dan memastikan jika Vincent dapat dipercaya atau tidak oleh Clara." David tersenyum tipis.

"Apa yang membuatmu tidak percaya pada putraku ini, anak muda? Atau, bisa kupanggil Felix." Felix membelalak.

'Bagaimana ia tahu namaku?' tanya Felix dalam hatinya.

"Aku tahu karena aku sudah mencari tahu tentangmu." Felix semakin terkejut karena David bisa membaca pikirannya.

"Aku tidak bisa membaca pikiranmu tapi, ekspresimu membuatku bisa melakukannya." Felix tersenyum miring.

"Akan kujawab, alasan yang membuatku tidak percaya pada putramu, Tuan David. Dia muncul tiba-tiba di hadapan Clara dan menawarkan kerja sama untuk menghancurkan Tuan Alvin. Siapa yang tahu, jika dia hanya memanfaatkan Clara dan membuang Clara setelah mendapatkan apa yang diinginkan." Vincent mendecih.

"Jaga bicaramu, Tuan Felix. Aku tidak memanfaatkan Clara untuk tujuanku. Kami sama-sama mempunyai tujuan untuk menghancurkan Alvin dan merebut kembali apa yang menjadi milik kami. Jika kau tidak tahu apa-apa, jangan sembarangan berbicara!" David kembali menghela napas.

"Hentikan, kalian berdua! Tidak ada gunanya berdebat. Kuberitahukan padamu, Felix. Vincent sangat setia dan asal kau tahu saja ... dia tidak membenci dan meninggalkan kekasihnya meski kekasihnya anak seorang pembunuh." Felix terdiam.

"Sekarang, apa kau punya alasan untuk mempercayai Vincent?" tanya David.

"Hn," Felix hanya bergumam. Ia masih tertegun mendengar ucapan David. Jika ia menjadi Vincent, belum tentu ia tidak akan membenci anak seorang pembunuh. Ia akan mempercayai Vincent kali ini namun, ceritanya akan berbeda jika Vincent berkhianat.

"Aku akan mencoba percaya padanya. Namun, jika ia berkhianat ... aku akan membunuhnya dengan tanganku sendiri." David tersenyum mendengarnya.

"Kuizinkan kau memenggal kepalaku jika aku mengkhianati Clara," ujar Vincent.

"Oh, tentu saja kau harus mengizinkanku. Aku tidak akan tinggal diam jika Clara tersakiti olehmu." Vincent mendengkus. David tersenyum melihat perdebatan Vincent dan David.

'Benar-benar masa muda,' batinnya.

"Nak Felix, bagaimana keadaan Albert?" tanya David.

"Paman Albert baik-baik saja. Berkat dia, Clara menjadi gadis tangguh. Setelah Clara bebas, kami akan menjalankan misi untuk menyergap bisnis gelap Alvin." David ber oh ria.

"Kupercayakan Clara di tangan kalian berdua. Aku akan membantunya bebas sebisaku. Dan kau Felix, jangan katakan pada siapapun jika aku masih hidup. Kau boleh mengatakannya jika sudah waktunya." Felix mengangguk.

"Saya berjanji tidak akan mengatakannya. Saya ingin, Clara sendiri yang mengetahui jika ayahnya masih hidup." David tersenyum tipis.

"Jika saat itu tiba, kuharap dia tidak marah padaku." 

TBC

blackonix_29

Makin gaje, gaje, gaje?! Hehehe, maaf ya ... semoga masih betah untuk baca cerita saya ini. Sejujurnya, memang banyak kekurangan dalam cerita karena saya sendiri baru pertama kali bikin cerita. Apalagi, cerita ini terdiri dari banyak chapter ke depannya. Saya terbiasa bikin cerpen dibandingkan novel. Terima kasih bagi yang sudah membaca cerita ini, dan saya harap kalian dapat memahami isi cerita ini. Ambil yang baiknya saja, see you in the next chapter! Bye....

| Like
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Accept My Revenge   Deep Talk

    Clara beranjak dari kasurnya dan membuka pintu kamarnya. “Oh, Ayah. Ada apa, Ayah?” David tersenyum. “Ayah ingin bicara denganmu, Nak. Sekaligus, Ayah ingin melepas rindu karena sudah tiga tahun kita tidak bertemu.” Clara ber oh ria dan membuka jalan agar sang ayah bisa masuk ke kamarnya. Clara dan sang ayah duduk berhadapan di lantai dengan meja yang menjadi perantara mereka.“Bagaimana kabarmu, Clara? Apa kau baik-baik saja selama Ayah tidak ada?” tanya David.“Clara baik-baik saja, Ayah. Jujur, Clara sedikit kelelahan karena si bedebah itu. Clara harus berlatih dengan keras untuk menghancurkan bedebah itu dan harus mendekam di penjara selama seminggu. Tubuh Clara rasanya sakit karena tidur di tempat yang tidak nyaman. Tapi sekarang, Clara senang karena bisa bebas dan bertemu dengan Ayah lagi,” ujar Clara dengan senyuman manisnya.“Maaf, jika saja Ayah bisa melawan, kau pasti tidak akan kesulitan seperti ini, Nak.” David menunduk dengan rasa bersalahnya.Clara menggelengkan kepala

  • Accept My Revenge   Having Lunch Together

    Having LunchPLAK!” Bunyi tamparan menggema di seluruh ruangan. Calista menatap takut karena baru pertama kali melihat ayahnya semarah ini. “Ma, Papa kenapa? Kok bisa semarah ini?” Nampaknya, suara Calista terdengar sampai telinga Alvin. “Cih, bawa dia ke Distrik Mawar. Akan kuberi dia pelajaran karena tidak berguna sebagai pengacaraku!” perintah Alvin pada anggotanya.Anggota Alvin manut dan membawa Angga pergi dari hadapan Alvin. Alvin berjalan mendekati Calista dan Risa tanpa menghiraukan teriakan . Alvin mengusap rambut Calista. “Maaf, Papa membuatmu ketakutan. Ma, aku harus pergi ke suatu tempat sekarang. Maaf, tidak bisa menemani kalian makan siang.” Risa mengangguk. “Tidak apa-apa. Lain kali, jangan sampai kelepasan.” “Sekali lagi maafkan aku,” ucap Alvin. “Hn, hati-hati. Ayo sayang, kita makan siang. Kau pasti lapar karena seharian berada di pengadilan,” ujar Risa mengalihkan perhatian Calista. Nampaknya, Calista masih shock melihat amarah ayahnya yang mengerikan. Calista

  • Accept My Revenge   Unexpected Moment

    “David/Ayah???” Dengan wajah penuh keterkejutan, Clara dan Albert menyebut nama pria di hadapan mereka. Sementara yang ditatap hanya menatap kebingungan dengan reaksi dua orang di depannya. “Kenapa terkejut begitu?” tanya David heran.“K_kau masih hidup, David? B-bagaimana bisa?” tanya Albert terbata. Dia belum bisa mengendalikan keterkejutannya.“Iya, aku masih hidup. Karena aku masih hidup, seharusnya kalian menyambutku lebih baik lagi,” sindir David sarkas.Clara yang sudah mengendalikan keterkejutannya pun berdeham. “Ekhem, ceritakan semua pada kami bagaimana Ayah masih hidup tanpa terlewatkan!” perintah Clara dengan tegas, tanpa mempedulikan jika dia sedang berbicara dengan ayahnya.“Ayah tidak akan menceritakannya karena yang lebih tahu detailnya Vincent, kakak angkatmu.” David tersenyum pada putrinya. Akhirnya, dia bisa melihat putrinya lagi.“Loh, kenapa tidak Ayah sendiri yang cerita? Tanya Clara terheran.“Karena Vincent yang lebih tahu detailnya. Vincent yang telah menyela

  • Accept My Revenge   The Final Courts

    Hakim yang tak mendapatkan jawaban pun kembali bertanya pertanyaan yang sama. "Saya tanya sekali lagi, Tuan Angga. Bisakah anda menunjukkan bukti lain selain sidik jari ini?" Angga yang sedari tadi diam pun bersuara. "S-saya tidak punya bukti lain, Yang Mulia." "Cih, dasar tidak berguna," rutuk Alvin pelan. "Tapi, saya bisa memberikan bukti yang lebih kuat dari Tuan Ryan asalkan anda memberikan saya waktu satu minggu, Yang Mulia," pinta Angga yang membuat sorakan amarah keluar dari mulut para audiens. Hakim itu mengetuk keras palu tersebut hingga membuat para audiens terdiam. "Maaf, Tuan Angga. Saya tidak bisa memberi tambahan waktu. Saya akui anda berani menuntut hukuman mati terhadap Nona Clara hanya dengan mengandalkan sidik jarinya saja. Padahal, sidik jari itu belum tentu benar adanya. Anda bisa saja dituntut atas pencemaran baik, anda mengerti, Tuan Angga?" Hakim itu menatap tegas pada Angga.Angga mengangguk pasrah, untuk pertama kalinya dia merasa dipermalukan di hadapan s

  • Accept My Revenge   Beginning Of The Courts

    Pada pukul 8 malam, Vincent dan Calista baru saja pulang dari melakukan aktivitas. Menonton bioskop, ke pantai, dan ke mall untuk belanja. Banyak sekali barang belanjaan Calista di tangan Vincent, tapi Vincent tidak mengeluh sama sekali. Vincent sangat mencintai Calista, begitu juga sebaliknya. Setibanya mereka di mansion, Vincent mengecup kening Calista dan tanpa sadar kegiatan mereka dilihat oleh Risa, sang ibu. "Ekhem, cieee yang habis jalan-jalan. Bagaimana kegiatannya? Menyenangkan?" ujar risa hingga membuat sepasang kekasih itu tersentak. Mereka langsung berbalik menatap Risa dengan wajah memerah. "Eh Mama kok ada di sini?" tanya Calista. Risa tersenyum menggoda tatkala melihat wajah sang anak memerah. "Tentu saja Mama menunggumu pulang bersama kekasihmu ini. Bagaimana kencannya? Apa menyenangkan?" "Kencannya sangat menyenangkan. Vincent sangat romantis dan memperlakukanku seperti seorang putri," jawab Calista. Tak lama kemudian, Alvin keluar dari rumah dan mendapati Calista

  • Accept My Revenge   Investigating And Interogation

    Albert pulang ke mansionnya dan disambut oleh maidnya. "Tuan sudah pulang?" tanya Maid itu. Albert mengangguk. "Panggilkan Naomi dan suruh dia ke ruanganku!" perintah Albert. "Baik, Tuan," jawab Maid itu dan meninggalkan Albert. Sementara itu, Albert melangkah ke ruang kerjanya dan membuka komputer yang ada di meja kerjanya. Albert mengetikkan sesuatu di komputer itu dan sayangnya tidak menemukan apapun. Albert mendengkus. "Tidak ada hasil? Khe, yang benar saja! Albert pun mencoba untuk menelusuri lebih dalam dengan melakukan peretasan, tetapi nihil. "Pengacara tidak memiliki akun? Bisa jadi karena kesibukannya dalam menangani kasus klien. Maafkan Paman, Clara, Paman tidak bisa mencari tahu." Akhirnya, setelah tidak mendapatkan informasi apapun, Albert langsung mengirim pesan pada Felix dengan harapan jika Felix akan memberitahukan isi pesan itu pada Clara. Albert menyandarkan tubuhnya di kursi dan menengadahkan kepalanya ke atas.&

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status