Beranda / Semua / Accept My Revenge / Prisoned For A While

Share

Prisoned For A While

Penulis: blackonix_29
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-20 13:25:11

Di ruang interogasi, Clara dan pimpinan kepolisian duduk berhadapan.

"Kuharap, kau mengakui semua perbuatanmu dan memudahkan kami dalam bertugas." Clara tidak menjawab dan memasang wajah dingin di hadapan polisi.

"Apa benar, kau membunuh ayahmu untuk mendapat harta warisan?" Tatapan Clara menajam ketika mendengar pertanyaan polisi tersebut.

"Entahlah, pikirkan saja sendiri. Lagipula, tidak ada gunanya aku menjawab." Polisi itu mendengkus mendengar jawaban Clara.

'Cih, gadis ini ingin mempersulit ternyata,' batin polisi itu.

"Jangan bertele-tele, Nona. Cukup jawab iya, atau tidak. Bekerja samalah dengan kami, Nona. Tidak sulit, kan?" Clara tersenyum miring.

"Apa untungnya? Dengan menangkap dan menginterogasiku, apa kalian bisa menghidupkan kembali ayahku?" pertanyaan yang diberikan Clara membuat polisi tersebut terdiam.

"Kalian tidak bisa menjawab pertanyaanku? Ayolah, kalian kan polisi. Pasti sering mendapat pertanyaan seperti ini dari narapidana, apa aku benar?" Clara menikmati ekspresi polisi yang terlihat tak berkutik itu.

"Tidak perlu memperumit masalah, langsung saja penjarakan aku. Beres, kan?" Polisi itu merasa dongkol tatkala pembunuh di hadapannya ini minta di penjara langsung.

"Psikopat," umpat polisi itu.

"Aku mendengarnya, Tuan. Anda berkata psikopat padaku." Polisi itu tersenyum remeh.

"Kau memang psikopat, Nona Clara. Kau membunuh ayahmu sendiri demi sebuah kekayaan dan tidak ada rasa bersalah di wajahmu." Clara kembali tersenyum miring.

"Yah, anggap saja kau benar. Aku memang psikopat yang tidak kenal rasa bersalah." Polisi itu menghela napas kesal. Semakin lama berbicara dengan Clara, semakin kesal pula dirinya.

"Terimalah hukumanmu dan rasakan pengapnya penjara." Clara bersandar dan melipat tangannya.

"Siapa takut?" Dalam hati, Clara tertawa saat melihat ekspresi kesal polisi itu.

"Jika kasus ini sampai ke pengadilan, kau akan di penjara dalam waktu lama." Clara hanya tersenyum manis mendengarnya.

"Masa bodoh," katanya.

Para wartawan telah berkumpul di kantor polisi untuk mendapatkan informasi mengenai kasus pembunuhan terhadap David Alexander, ayah kandung Clara.

Clara keluar dengan mengenakan topi, masker, dan kedua tangan yang di borgol. Di sebelah kiri dan kanannya, sudah ada dua polisi yang memegangi dirinya menuju mobil polisi. Meski begitu, Clara tetap berjalan tegak menatap para wartawan di hadapannya tanpa rasa takut.

"Nona Clara, tolong ceritakan alasan anda membunuh ayah anda." Clara memutar bola matanya bosan.

'Tidak adakah pertanyaan lain?' Ingin sekali ia melepaskan borgol dan kedua tangan polisi itu menuju mobil polisi sendiri.

"Bukankah kalian sudah mendapatkan kebenarannya lewat berita? Kenapa bertanya lagi?" Wartawan itu terdiam dan membuat Clara mendecih. Ia menatap kedua polisi itu bergantian.

"Kalian berdua lamban sekali. Apa yang membuat kalian menjadi polisi dengan kinerja seperti ini?" Kedua polisi itu menyatukan alis mereka lantaran kesal dengan hinaan dari mulut Clara. Mereka tidak mau memusingkannya dan berusaha menerobos kerumunan tersebut.

"Jadi, Clara berhasil ditemukan?" Vincent mengangguk.

"Dia tinggal di rumah Albert selama tiga tahun." Alvin tersenyum miring dengan mata elangnya menatap Vincent.

"Albert? khe, bodohnya aku." Vincent mengernyit.

"Kenapa anda berkata seperti itu?" tanya Vincent.

"Albert, dia kepercayaan David. Seharusnya, aku memprediksi jika dia akan datang dan menyelamatkan anak brengsek itu. Oh iya Vincent, siapa orang yang memberitahu keberadaan Clara?" tanya Alvin.

"Namanya Naomi. Aku sudah mengirimkannya imbalan dan dia meminta kita untuk tidak memberitahukan siapapun. Sepertinya, dia membenci Nona Clara." Alvin tertawa.

"Aku mengerti. Kerja bagus, Vincent. Kau tahu, aku mempercayaimu. Kuharap, kau tidak mengkhianatiku." Alvin menepuk bahu tegap Vincent dan meremasnya. Vincent hanya tersenyum.

"Tidak perlu ragu akan kesetiaanku, Ayah." Alvin tersenyum.

"Bagus. Bayar hakim untuk memberatkan hukuman Clara. Biarkan dia menderita di penjara sepanjang hidupnya." Vincent membungkuk dan meninggalkan mansion Alvin.

Clara mengangkat alis sebelah saat mendapati tatapan intens dari para gadis di hadapannya.

"Ada apa dengan tatapan kalian?" Salah satu gadis bak preman itu tertawa mendengar pertanyaan Clara.

"Tidak apa-apa. Mari kita berkenalan." Wanita itu menyodorkan tangannya pada Clara namun, Clara belum membalas.

'Entah kenapa perasaanku tidak enak?' Clara membatin. Ia pun mencoba membalas sodoran tangan wanita itu.

"Perkenalkan, namaku Salsa. Salam kenal." Gadis bernama Salsa itu meremas kuat tangan Clara dan dibalas serupa oleh Clara. Perasaan Clara yang tidak enak pun, sudah terjawab.

"Hn, Clara. Salam kenal juga." Clara memperkuat remasannya dan membuat Salsa meringis kesakitan. 

"Apa yang kau lakukan pada bos kami?!" tanya salah satu teman Salsa.

"Tidakkah kalian lihat? Aku sedang memberikannya pelajaran berharaga." Clara berujar santai pada kedua teman Salsa ini.

"Kalian tidak ingin memperkenalkan diri kalian, kah?" Kedua teman Salsa merasa geram dengan sikap santai Clara pun, maju dan menghajar Clara.

Clara pun tidak tinggal diam, dia mendorong tubuh Salsa hingga jatuh ke lantai dan menangkis satu-satu pukulan serta tendangan kedua teman Salsa.

"Apa yang kalian lakukan?!" seorang sipir datang dan membentak mereka namun, tidak didengarkan sama sekali. Sipir wanita itu kehabisan kesabaran dan mengeluarkan rotan lalu, membuka pintu penjara itu.

"Hentikan perkelahian kalian! Jika tidak ... akan kupukul kalian!" Perkelahian itu pun seketika berhenti membuat para gadis itu menatap tajam pada sipir. 

"Nona Clara, ada yang ingin bertemu dengan anda. Mari ikut saya." Clara menatap para gadis itu dengan tatapan merendahkan dan mengikuti sipir itu keluar dari sel tahanan.

Di mansion Albert....

"Siapa di antara kalian yang melaporkan Clara ke polisi? Jawab!" Albert mengeraskan suaranya di kata terakhir.

"Kalian tahu, kan? Konsekuensinya saat polisi mengetahui tempat ini?" Para gadis di sana terdiam dan menunduk. Para gadis di sana hanya bisa menunduk dan mengumpat dalam hati, menyalahkan tindakan si pelapor.

"Masih tidak ada yang mau menjawab? Jika sampai tertangkap CCTV, aku akan menembak kalian semua." Para gadis mulai berteriak saat Albert mengeluarkan pistolnya dan Felix pun mendekati Albert.

"Jangan menggunakan pistol di saat polisi telah menjangkau tempat ini, Tuan Albert." Albert yang mendengar itu pun langsung menurunkan pistolnya. Ia memandang satu persatu para gadis di hadapannya dan mendapati gerak-gerik mencurigakan dari Naomi.

"Naomi, apakah kau orangnya?" Naomi menegang saat namanya disebut. Naomi menenangkan dirinya dan menjawab,

"Tentu tidak, Tuan Albert. Kenapa anda berpikir seperti itu?" Albert menggelengkan kepalanya.

"Tidak apa-apa. Sekarang, kalian bubar." Para gadis itu pun bubar menuju kamar mereka masing-masing. Albert menghela napasnya dan memijat kepalanya.

"Felix, cari tahu siapa yang melaporkan Clara!" Felix mengangguk dan meninggalkan ruangan Albert.

Vincent tersenyum melihat Clara. Clara pun duduk berhadapan dengan Vincent.

"Apa kabar, Clara?" Clara mengernyit saat Vincent membuka suaranya. Bagaimana bisa, pria ini mengetahui namanya?

"Perkenalkan, namaku Vincent. Saudara angkatmu." Vincent menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan.

"Clara." Clara membalas jabatan tangan itu.

"Kukira, kau akan terkejut saat mengetahui jika kau punya saudara." Clara mendengkus.

"Kau harap aku terkejut seperti drama yang tak bermutu itu?" Vincent tersenyum. Adik angkatnya ini memang berbeda.

"Tentu tidak. Oh iya, aku ingin menawarkan sesuatu padamu." Clara mengangkat sebelah alisnya.

"Apa itu?" 

TBC

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Accept My Revenge   Deep Talk

    Clara beranjak dari kasurnya dan membuka pintu kamarnya. “Oh, Ayah. Ada apa, Ayah?” David tersenyum. “Ayah ingin bicara denganmu, Nak. Sekaligus, Ayah ingin melepas rindu karena sudah tiga tahun kita tidak bertemu.” Clara ber oh ria dan membuka jalan agar sang ayah bisa masuk ke kamarnya. Clara dan sang ayah duduk berhadapan di lantai dengan meja yang menjadi perantara mereka.“Bagaimana kabarmu, Clara? Apa kau baik-baik saja selama Ayah tidak ada?” tanya David.“Clara baik-baik saja, Ayah. Jujur, Clara sedikit kelelahan karena si bedebah itu. Clara harus berlatih dengan keras untuk menghancurkan bedebah itu dan harus mendekam di penjara selama seminggu. Tubuh Clara rasanya sakit karena tidur di tempat yang tidak nyaman. Tapi sekarang, Clara senang karena bisa bebas dan bertemu dengan Ayah lagi,” ujar Clara dengan senyuman manisnya.“Maaf, jika saja Ayah bisa melawan, kau pasti tidak akan kesulitan seperti ini, Nak.” David menunduk dengan rasa bersalahnya.Clara menggelengkan kepala

  • Accept My Revenge   Having Lunch Together

    Having LunchPLAK!” Bunyi tamparan menggema di seluruh ruangan. Calista menatap takut karena baru pertama kali melihat ayahnya semarah ini. “Ma, Papa kenapa? Kok bisa semarah ini?” Nampaknya, suara Calista terdengar sampai telinga Alvin. “Cih, bawa dia ke Distrik Mawar. Akan kuberi dia pelajaran karena tidak berguna sebagai pengacaraku!” perintah Alvin pada anggotanya.Anggota Alvin manut dan membawa Angga pergi dari hadapan Alvin. Alvin berjalan mendekati Calista dan Risa tanpa menghiraukan teriakan . Alvin mengusap rambut Calista. “Maaf, Papa membuatmu ketakutan. Ma, aku harus pergi ke suatu tempat sekarang. Maaf, tidak bisa menemani kalian makan siang.” Risa mengangguk. “Tidak apa-apa. Lain kali, jangan sampai kelepasan.” “Sekali lagi maafkan aku,” ucap Alvin. “Hn, hati-hati. Ayo sayang, kita makan siang. Kau pasti lapar karena seharian berada di pengadilan,” ujar Risa mengalihkan perhatian Calista. Nampaknya, Calista masih shock melihat amarah ayahnya yang mengerikan. Calista

  • Accept My Revenge   Unexpected Moment

    “David/Ayah???” Dengan wajah penuh keterkejutan, Clara dan Albert menyebut nama pria di hadapan mereka. Sementara yang ditatap hanya menatap kebingungan dengan reaksi dua orang di depannya. “Kenapa terkejut begitu?” tanya David heran.“K_kau masih hidup, David? B-bagaimana bisa?” tanya Albert terbata. Dia belum bisa mengendalikan keterkejutannya.“Iya, aku masih hidup. Karena aku masih hidup, seharusnya kalian menyambutku lebih baik lagi,” sindir David sarkas.Clara yang sudah mengendalikan keterkejutannya pun berdeham. “Ekhem, ceritakan semua pada kami bagaimana Ayah masih hidup tanpa terlewatkan!” perintah Clara dengan tegas, tanpa mempedulikan jika dia sedang berbicara dengan ayahnya.“Ayah tidak akan menceritakannya karena yang lebih tahu detailnya Vincent, kakak angkatmu.” David tersenyum pada putrinya. Akhirnya, dia bisa melihat putrinya lagi.“Loh, kenapa tidak Ayah sendiri yang cerita? Tanya Clara terheran.“Karena Vincent yang lebih tahu detailnya. Vincent yang telah menyela

  • Accept My Revenge   The Final Courts

    Hakim yang tak mendapatkan jawaban pun kembali bertanya pertanyaan yang sama. "Saya tanya sekali lagi, Tuan Angga. Bisakah anda menunjukkan bukti lain selain sidik jari ini?" Angga yang sedari tadi diam pun bersuara. "S-saya tidak punya bukti lain, Yang Mulia." "Cih, dasar tidak berguna," rutuk Alvin pelan. "Tapi, saya bisa memberikan bukti yang lebih kuat dari Tuan Ryan asalkan anda memberikan saya waktu satu minggu, Yang Mulia," pinta Angga yang membuat sorakan amarah keluar dari mulut para audiens. Hakim itu mengetuk keras palu tersebut hingga membuat para audiens terdiam. "Maaf, Tuan Angga. Saya tidak bisa memberi tambahan waktu. Saya akui anda berani menuntut hukuman mati terhadap Nona Clara hanya dengan mengandalkan sidik jarinya saja. Padahal, sidik jari itu belum tentu benar adanya. Anda bisa saja dituntut atas pencemaran baik, anda mengerti, Tuan Angga?" Hakim itu menatap tegas pada Angga.Angga mengangguk pasrah, untuk pertama kalinya dia merasa dipermalukan di hadapan s

  • Accept My Revenge   Beginning Of The Courts

    Pada pukul 8 malam, Vincent dan Calista baru saja pulang dari melakukan aktivitas. Menonton bioskop, ke pantai, dan ke mall untuk belanja. Banyak sekali barang belanjaan Calista di tangan Vincent, tapi Vincent tidak mengeluh sama sekali. Vincent sangat mencintai Calista, begitu juga sebaliknya. Setibanya mereka di mansion, Vincent mengecup kening Calista dan tanpa sadar kegiatan mereka dilihat oleh Risa, sang ibu. "Ekhem, cieee yang habis jalan-jalan. Bagaimana kegiatannya? Menyenangkan?" ujar risa hingga membuat sepasang kekasih itu tersentak. Mereka langsung berbalik menatap Risa dengan wajah memerah. "Eh Mama kok ada di sini?" tanya Calista. Risa tersenyum menggoda tatkala melihat wajah sang anak memerah. "Tentu saja Mama menunggumu pulang bersama kekasihmu ini. Bagaimana kencannya? Apa menyenangkan?" "Kencannya sangat menyenangkan. Vincent sangat romantis dan memperlakukanku seperti seorang putri," jawab Calista. Tak lama kemudian, Alvin keluar dari rumah dan mendapati Calista

  • Accept My Revenge   Investigating And Interogation

    Albert pulang ke mansionnya dan disambut oleh maidnya. "Tuan sudah pulang?" tanya Maid itu. Albert mengangguk. "Panggilkan Naomi dan suruh dia ke ruanganku!" perintah Albert. "Baik, Tuan," jawab Maid itu dan meninggalkan Albert. Sementara itu, Albert melangkah ke ruang kerjanya dan membuka komputer yang ada di meja kerjanya. Albert mengetikkan sesuatu di komputer itu dan sayangnya tidak menemukan apapun. Albert mendengkus. "Tidak ada hasil? Khe, yang benar saja! Albert pun mencoba untuk menelusuri lebih dalam dengan melakukan peretasan, tetapi nihil. "Pengacara tidak memiliki akun? Bisa jadi karena kesibukannya dalam menangani kasus klien. Maafkan Paman, Clara, Paman tidak bisa mencari tahu." Akhirnya, setelah tidak mendapatkan informasi apapun, Albert langsung mengirim pesan pada Felix dengan harapan jika Felix akan memberitahukan isi pesan itu pada Clara. Albert menyandarkan tubuhnya di kursi dan menengadahkan kepalanya ke atas.&

  • Accept My Revenge   Back To Prison

    Calista bersama kedua temannya berjalan menuju gerbang. Senyuman manis masih membingkai di antara mereka bertiga yang sedang berbincang. "Maaf ya, teman-teman, aku tidak bisa ikut kalian ke spa. Soalnya aku dijemput." Salah satu teman Calista yang bernama Rani tersenyum maklum. "Tidak apa-apa, Cal, masih ada lain hari." "Cie yang mau kencan," goda teman Calista yang satu lagi. Dia bernama Annisa. "Apaan sih!" ujar Calista malu. Wajahnya menampakkan rona seperti blush on di kedua sisi wajahnya. Tin Tin.... Suara klakson mobil membuat Calista dan kedua temannya menoleh. "Tuh, sudah dijemput pacar." Kali ini, giliran Rani yang menggoda. "Hei, hentikan! Jangan menggodaku terus!" Calista berbalik dan masuk ke mobil tersebut, lalu dia melambaikan tangannya pada kedua temannya. "Sampai ketemu besok, teman-teman." "Bye, Calista. Selamat menikmati waktu indah dengan pacar." Kali ini, Rani dan A

  • Accept My Revenge   Visiting

    "Vincent, kirimkan orang untuk mengawasi hakim itu!" perintah Alvin. Vincent pun menatap bingung. "Memangnya ada apa dengan hakim itu, Pa?" Panggilan Vincent terhadap Alvin berubah atas permintaan Alvin sendiri. Dia tidak ingin calon menantunya ini memakai panggilan formal padanya. Alvin menatap lurus ke depan. "Papa curiga kalau hakim itu tidak akan menuruti perintah Papa. Jika hakim itu memang tidak menuruti perintah Papa, dia harus mati saat itu juga." "Baiklah, aku akan mengirim orang kepercayaanku." Alvin mengetik nomor di ponselnya dan menghubungi seseorang. Tidak perlu waktu lama, Vincent telah mematikan panggilan tersebut. Kemudian, Alvin dan supir mengantar Alvin ke kantor, sementara dirinya harus menjemput Calista pulang dari kampus. Sementara di tempat Clara, David dan Felix telah sampai di lapas David turun dari mobil dan masuk ke lapas. Mereka menunggu penjaga lapas untuk mengeluarkan Clara agar bisa bertemu dengannya. Hampir saja mata Da

  • Accept My Revenge   Worrying

    Keesokan paginya, David masih berkutat dengan penampilannya. Di usianya yang sudah paruh baya, David masih terlihat tampan dan pesonanya tidak dapat dikalahkan. Kali ini, dia harus menyamar agar sulit dikenali oleh Albert dan Clara. Pasalnya, David, Vincent dan Felix berencana ingin memberi kejutan pada Albert dan Clara. Dalam hati David berharap semoga Clara dan Albert tidak mengenalinya agar rencana ini lancar."Ayah, apa kau sudah siap?" tanya Vincent mendatangi kamar sang ayah. Dia terpaku menatap penampilan sang ayah yang berkarisma. "Kau benar-benar keren, Ayah. Kau sudah seperti pengacara sungguhan.""Benarkah? Apa mereka tidak akan mengenaliku?" tanya David ragu.Vincent tersenyum dan menepuk pundak tegap sang ayah. "Tenang, Ayah. Kupastikan mereka tidak akan mengenalimu. Percayalah padaku.""Baiklah kalau begitu. Apa kau akan ikut?" tanya David.Tiba-tiba, wajah Vincent tertekuk. "Maaf, Ayah. Sepertinya aku tidak bisa. Aku harus kemb

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status