Bab 156 AIL GN.Cassie tersenyum lebar menatap putrinya melahap dengan rakus ASI untuknya. Bayi mungil itu menghisap dengan kekuatan penuh. Seakan dia tidak diberi makan selama di dalam kandungan."Aku sangat mencintaimu," bisik Tae Min di telinga sang istri.Cassie menoleh dengan senyum lebar di wajahnya. Sang suami lalu mengecup sekilas bibir merah itu, lalu dielusnya dengan sayang puncak kepala sang putri yang masih belum kenyang menghisap susu ibunya."Aunty, Uncle!" Pekikan itu menyertai masuknya seorang anak perempuan kecil. Min Ju datang dan langsung berlari menghampiri tempat tidur Cassie."Hai, Sayang! Ayo, sapa adik barumu," perintah Tae Min mengacak-acak rambut Min Ju kecil. Usianya hampir menginjak tiga tahun, tetapi Min Ju sangat cerdas dengan perkembangan di atas rata-rata anak seusianya."Mana Mom dan Dad-mu?" tanya Cassie."Ada di bawah. Aunty mau gendong dedek bayi," pinta Min Ju. "Belum boleh sayang, nanti jatuh. Ummm, sini gendongnya dekat aunty di pangkuan aunty,"
Vanesha terbangun di sebuah kamar hotel yang sederhana di Negara Diamond. Hari itu adalah hari terakhirnya berada di negara tersebut karena mengikuti pertukaran pelajar sebagai perawat di Rumah Sakit Brain. “Oh shit di mana ini? Duh, kepalaku pusing sekali," ucap gadis itu sambil mengamati keadaan ruangan yang asing di sekelilingnya.Lalu, ia berdiri untuk membuka tirai jendela kamar tersebut. Namun, gadis dengan rambut lurus sebahu itu terpeleset jatuh ke lantai sebelum sempat untuk berdiri. Tersadar saat selimutnya tersibak, tak ada sehelai benang pun yang ia pakai. Vanesha langsung berteriak.“Astaga, apa yang terjadi padaku?” pekik Vanesha lalu kembali ke atas ranjang dan menyelimuti dirinya.“Tunggu dulu, ini punggung siapa, ya?”Wanita itu menyentuh punggung seseorang yang terbaring di hadapannya.“Jangan-jangan aku lagi mimpi nih tidur sama Tae.” Wanita itu terkekeh sambil mencubit punggung seorang pria di hadapannya. Pria itu menggeliat dan berbalik badan lalu menarik Vanes
Vanesha Angelina, sampai di sebuah rumah sakit yang selama ini ia mimpikan. Rumah Sakit Kota merupakan rumah sakit besar dengan fasilitas lengkap di tambah para dokter yang terkenal dan kompeten di bidangnya. Menjadi perawat di rumah sakit tersebut sangatlah sulit dan harus berasal dari akademi perawat di rumah sakit tersebut.“Hai, aku Jane!” Seorang gadis berambut pirang dengan poni dan kuncir kudanya mengulurkan tangan pada Vanesha.“Hai, aku Vanesha." Gadis itu menjawab uluran tangan tersebut.“Kau baru datang, ya? Apa kau sudah mengisi buku absensi?” tanya Jane.“Belum, terima kasih sudah mengingatkan.” Vanesha bergegas menuju tempat pengisian absen.Para murid yang diterima menjadi calon perawat di rumah sakit tersebut saling mengenal dan diberi pengarahan mengenai program pendidikan yang akan mereka pelajari selama disana. Kebetulan Vanesha dan Jane berada di satu kamar dalam asrama yang letaknya sekitar lima seratus meter di belakang rumah sakit.“Senang sekali saat aku tahu k
Di sebuah rumah besar di Negara Flower, dua orang pria tampan sedang berbincang-bincang di sebuah kamar luas nan mewah.“Wah, kau keren sekali, Jae!” puji Tae pada kakak sepupunya itu.Pria tinggi 180 cm, bertubuh tegap, kulit kuning langsat, ditambah paras rupawan itu mengenakan pakaian tentara dengan gagahnya. Hari itu, dia memutuskan untuk mengabdi pada negaranya, setelah ia menjalani wajib militer selama dua tahun di negara ayahnya yang juga kakak dari ayahnya Tae.“Iya dong, aku memang selalu keren, kan? Eh, katanya kau mau mendaftar untuk wajib militer juga, apa ibumu sudah tahu?” tanya Jae sambil memandangi tubuhnya di cermin seraya merapikan pakaiannya.“Sssttt ... jangan keras-keras! Aku belum berani bilang pada ibu, tetapi aku sudah menyerahkan formulir pendaftarannya minggu lalu," sahut Tae Min dengan nada suara pelan.“Kau ini aneh, banyak lho yang ingin sepertimu menjadi CEO muda. Tapi, kau malah memilih ikut wajib militer.” Jae terlihat bersungut-sungut. “Daripada saat
Vanesha tak sengaja memergoki Sandra di sebuah tenda kamar seorang prajurit bernama Kim Taemin. Tadinya gadis itu hendak menuju tempat penyimpanan obat-obatan. Namun, dia sempat melihat pakaian kemeja putih yang tergeletak di dekat tirai masuk tenda. Gadis itu menghentikan langkahnya dan memilih untuk bersembunyi sejenak karena penasaran. Sandra terlihat sedang melingkarkan tangannya di leher kekar milik seorang prajurit yang dia kenal saat dia sedang mengintip."Apa-apaan mereka itu, bisa-bisanya mereka mau melakukan tindakan tak terpuji itu," gumam Vanesha yang menatap jijik, dan hampir saja dia pergi saat Tae berbicara dengan nada yang berseru. Gadis itu kembali menoleh."Maaf, lepaskan aku Sandra!" pinta Tae."Kenapa sih susah sekali menggodamu?" Sandra lantas melepaskan tangannya dari tubuh pria itu. Dia meraih pakaiannya yang tercecer karena tadi sempat dia lepaskan sembarangan di lantai untuk menggoda Tae. "Yakin, kau tak mau tidur denganku? Banyak loh prajurit di luar sana y
Beberapa hari berlalu setelah kejadian Vanesha melihat Sandra yang menghilangkan nyawa pasien bersama Dokter Tommy. Namun, wanita itu tahu kalau rekannya itu melihat perbuatannya."Vanesha, aku tahu kau melihatku melakukan hal itu," ucap Sandra."Hal apa?" tanya Vanesh."Kau melihatku dengan Dokter Tommy, kan saat ke tenda Tuan Adhock?" tanya Sandra penuh telisik."Ummm … aku tak tahu apa yang kau katakan," terang Vanesha yang hendak berlalu meninggalkan wanita itu.Sandra kemudian menarik tubuh Vanesha yang mungil sama dia berdiri di depannya. Vanesha hanya bisa menatap wajah wanita di hadapannya itu tanpa bisa mengucap sepatah kata pun."Aku dan Dokter Tommy mempunyai kebiasaan yang diharuskan oleh atasan kami. Kebiasaan yang kami lakukan di tenda kemarin," ucap Sandra."Aku tak tahu maksudmu, Suster Sandra." Vanesha memilih untuk menundukkan wajahnya. "Kami hanya membunuh orang tertentu saja. Hanya orang sekarang yang kami bunuh agar mereka bisa terbebas dari penderitaan di dunia.
Dokter Tommy berdehem lalu berkata, "biasanya kondisi para korban dan mungkin dia juga diperparah dengan kepanikan, bisa bahaya juga jika tensi darah naik,” ungkap Dokter Tommy yang mendekat.Robin memang mengalami luka ringan yang dialami biasanya karena benturan ringan seperti terbentur dinding atau panik saat berupaya keluar rumah sehingga membentur sesuatu.“Kalau sekadar luka ringan seperti memar benjol biasa atau lecet bisa ditangani di posko-posko atau rumah warga lain yang lebih aman. Karena itu hanya luka di kulit dan otot,” kata Dokter Tommy.Namun, dia kembali memeriksa kondisi Tae Min yang ternyata mengalami patah tulang pada bagian kaki. Ketika korban tertimpa reruntuhan puing akibat gempa, tentu resiko patah tulang bisa terjadi. Apalagi jika sudah terjadi perubahan bentuk tulang. Vanesha tampak khawatir pada pasien itu.“Patah tulang ini tidak bisa ditangani di sini. Dia harus segera dilarikan ke rumah sakit. Apa ada ambulans yang bisa kita gunakan?" tanya Tommy ketika m
Vanesha mengunjungi Tae Min di rumah sakit. Di dalam ruang perawatan itu dia mengamati pria di hadapannya dengan saksama. Tubuh tinggi tegap dibalut dengan pakaian pasien rumah sakit bermotif garis vertikal yang senada dengan celana kulot yang dikenakan itu malah membuat pria itu terlihat sangat tampan. Pria itu benar-benar menggemaskan untuk dilihat. Dipandangnya sosok Tae Min dari ujung kaki sampai ujung rambut rambut sambil berdecak kagum di dalam hati. "Wah, dia tampan juga ya?" gumam gadis itu saat mendekatkan diri ke wajah Ta Min.“Kenapa melihatku seperti itu? Aku tampan, ya?” Sosok Tae Min tiba-tiba terbangun dan membuka kedua matanya.Gadis itu tersentak dari lamunannya dan tak sadar berkata, “iya.”“Hahaha … kau lucu sekali. Jangan lakukan hal itu pada pria manapun,” ucap Tae Min yang tak sengaja mengintip dua bukit kembar milik Vanesha dari belahan kaus V neck yang gadis itu kenakan saat gadis itu membungkuk menatapnya. Vanesha langsung tersadar dan menutupi bagian tubuh