Share

Bab 6. Temani Aku!

Dokter Tommy berdehem lalu berkata, "biasanya kondisi para korban dan mungkin dia juga diperparah dengan kepanikan, bisa bahaya juga jika tensi darah naik,” ungkap Dokter Tommy yang mendekat.

Robin memang mengalami luka ringan yang dialami biasanya karena benturan ringan seperti terbentur dinding atau panik saat berupaya keluar rumah sehingga membentur sesuatu.

“Kalau sekadar luka ringan seperti memar benjol biasa atau lecet bisa ditangani di posko-posko atau rumah warga lain yang lebih aman. Karena itu hanya luka di kulit dan otot,” kata Dokter Tommy.

Namun, dia kembali memeriksa kondisi Tae Min yang ternyata mengalami patah tulang pada bagian kaki. Ketika korban tertimpa reruntuhan puing akibat gempa, tentu resiko patah tulang bisa terjadi. Apalagi jika sudah terjadi perubahan bentuk tulang. Vanesha tampak khawatir pada pasien itu.

“Patah tulang ini tidak bisa ditangani di sini. Dia harus segera dilarikan ke rumah sakit. Apa ada ambulans yang bisa kita gunakan?" tanya Tommy ketika menyentuh kaki pria itu.

"Aaarrgghh!" Tae Min berteriak.

Dia sudah tak tahan menyembunyikan rasa sakitnya kala kaki kiri itu disentuh. Dia tak bisa menggerakkannya juga.

"Ini harus segera ditangani! Jika terjadi perubahan bentuk dari lurus lalu bengkok dan disertai nyeri hebat itu akan sangat fatal!" seru Dokter Tommy.

Vanesha bergegas, dia berusaha mencari ambulans agar membawa Tae Min menuju rumah sakit terdekat.

"Jangan pergi! Temani aku!" rintih Tae Min.

Vanesha mengangguk. Dia akhirnya menemani pria yang terus memegangi tangan sang gadis seolah tak mau lepas darinya. Ambulans datang, Tae Min segera dimasukkan ke dalam mobil itu. Vanesha menyusul.

Dokter Tommy masih memberi penjelasan pada yang lain. Luka berat bisa terjadi karena tubuh tertimpa reruntuhan dan terjebak. Apalagi dalam waktu yang lama. Sehingga kondisi itu merusak tubuh pasien.

“Jika kena kepala bisa kena terjadi pendarahan. Untung saja kalian tidak terkena reruntuhan di kepala," jelas Dokter Tommy.

Dokter itu juga menambahkan cedera di kepala karena benturan harus segera dibawa ke rumah sakit untuk diobservasi. Bisa jadi terjadi benturan keras lalu menyebabkan pendarahan di otak. Benturan di kepala wajib segera dibawa ke rumah sakit jika tidak segera dilakukan

maka akan berakibat fatal.

“Kalau kalian mengalami hal itu maka kalian harus segera dibawa ke rumah sakit, ya, karena nanti pasien menunjukan gejala harus di CT Scan, muntah, pasien cenderung tidur, tegang, sakit kepala hebat,” tutur Dokter Tommy pada para tentara ketika Vanesha dan Tae Min pergi.

***

Seminggu berlalu, Vanesha masih berkutat dengan rekan lainnya di pengungsian pasca bencana alam gempa dan tsunami tersebut.

"Selamat pagi!" sapa Vanesha pada Maria yang juga baru datang.

"Pagi, Vanesha. Apa kau siap bekerja hari ini?" tanya Maria

"Tentu saja. Mau tak mau kita harus siap bekerja di sini," ucap gadis itu penuh dengan keyakinan. Kedua kaki rampingnya melangkah menuju tenda-tenda berisi korban yang terluka.

Namun, saat gadis itu hendak masuk ke sebuah tenda tempat obat-obatan, kedua kaki rampingnya mendadak terhenti. Dia merasa mendengar suara mendesah dari dalam.

"Apa sudah bisa?" tanya seorang wanita dengan nada mendesah.

"Tunggu sedikit lagi, sedikit lagi dia akan berdiri," sahut suara seorang pria yang Vanesha yakini kalau itu suara Dokter Tommy.

"Tapi dia hanya berdiri sebentar, bagaimana, sih?" keluh wanita itu.

Vanesha melangkah lebih dalam dan menoleh ke arah meja di dalam tenda itu. Tiba-tiba, kedua matanya ternodai untuk pertama kali. Ia melihat pria itu sudah bertelanjang dada dan hampir membuka celananya. Pria itu sedang mencumbu seorang wanita di atas sofa. Tubuh wanita dengan rambut pirang itu sudah polos di bagian atas. Wanita itu adalah Sandra.

"Astaga! Apa yang kalian lakukan di sini?!" tanya Vanesha dengan suara berseru mengejutkan.

Gadis itu bahkan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Dokter Tommy bangkit berdiri dan mengaitkan kancing celananya kembali. Ia melangkah menuju ke arah Vanesha. Sementara Sandra langsung memakai pakaiannya dengan segera.

"Apa yang kau lakukan di sini?!" Sandra ganti bertanya dengan raut wajah kesal pada Vanesha.

Vanesha yang memergoki hubungan antara Suster Sandra dan Dokter Tommy itu lantas menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Tubuh telanjang dada dengan perut kotak-kotak itu berhasil mengotori pandangan mata gadis itu. Ia sama sekali belum pernah melihat pria berpenampilan polos seperti itu. Gadis itu menunduk tak berani menatap.

Dokter Tommy bangkit berdiri dan mengaitkan kancing celananya kembali. Ia melangkah menuju ke arah Vanesha. Sementara Sandra langsung memakai pakaiannya dengan segera.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Sandra ganti bertanya dengan raut wajah kesal pada Vanesha.

"Ma-maafkan aku. Ini kan sudah jam setengah delapan, memang sih jam kerjaku itu jam delapan. Tetapi aku sengaja datang lebih cepat untuk bersih-bersih dan bersiap sebelum kalian dan para suster lainnya datang. Tapi, aku salah ternyata. Kalian malahan sudah asik sendiri di sini," ucap Vanesha.

"Sandra, aku pergi saja. Sampai jumpa malam nanti," ucap Tommy seolah ingin segera lenyap meninggalkan Vanesha.

"Ya, Sayangku. Jangan lupa minum obat kuatmu," ucap Sandra memberikan kecupan di bibir dokter itu.

Vanesha sampai menelisik lebih dalam ke arah wanita tersebut yang perlahan menghampirinya. Dia tak menyangka kalau Sandra merupakan wanita gampangan yang dengan mudahnya berpindah dari lelaki satu ke lelaki lainnya.

"Heh, gara-gara kau dia pergi! Asal kau tau, ya, gara-gara kau, aku tak jadi sukses membuktikannya!" bentak Sandra.

"Membuktikan apa? Membuktikan kalau kau seorang wanita yang—"

"Wanita yang apa katamu?!" hardik Sandra saat Vanesha menghentikan ucapannya.

"Aku melihatmu menawarkan diri pada Tae Min, lalu sekarang kau mau tidur dengan Dokter Tommy. Kau ini gampangan sekali," ucap Vanesha.

“Kurang ajar kau! Apa kau mau menggantikan posisimu tadi yang tidur bersama pria lemah itu?" Sandra menunjuk sofa di ruangan tersebut.

"Tidak, tidak, tidak! Aku tak mau. Lebih baik dia untukmu saja," ucap Vanesha.

Gadis itu segera keluar ruangan untuk membiarkan Sandra mengenakan pakaiannya kembali dengan lengkap.

“Menyebalkan sekali wanita itu,” keluh Sandra seraya meninju telapak tangannya sendiri dengan geram.

Sandra yang sudah mengenakan pakaiannya dengan rapi lalu membuka pintu tirai. Kehadirannya tak disadari keberadaanya oleh Vanesha yang masih menggerutu. Pria itu tepat berdiri di belakang tubuh gadis itu.

“Kalau saja aku tak butuh uang untuk membiayai adik-adik di panti, mungkin aku tak akan merasa sial bekerja seperti ini di sini. Aku juga tak mau bekerja dengan wanita brengsek ini. Huh, dasar boneka barbie chucky!" ucap gadis itu masih menggerutu tanpa sadar kalau Sandra sudah berdiri di belakangnya.

“Boneka barbie chucky? Siapa yang kau bilang boneka seperti itu?" seru Sandra membentak dan mengejutkan Vanesha.

“Hah, apa yang kau lakukan di belakangku? Eh, maaf aku lupa kau seniorku di sini,” ucap Vanesha yang tadinya membentak jadi melunak nada suaranya.

“Siapa yang kau bilang boneka barbie chucky itu?" tanya Sandra lagi yang makin penasaran seraya berkacak pinggang.

"Hehehe, bukan apa-apa. Semalam aku melihat film boneka chucky yang menyebalkan," sahut Vanesha berbohong. Dia menghindari tatapan Sandra.

"Huh!" Sandra pergi begitu saja dan dengan sengaja menabrakkan bahunya ke bahu Vanesha.

"Dasar boneka barbie chucky!" rutuk Vanesha.

*****

To be continued.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status