Pov Author"Dok, gimana kabar Anisa?" tanya Ola dengan raut wajah khawatir karena melihat baju bos lelakinya dikotori darah."Keadaannya sekarang kritis! Doain yang terbaik buat dia. Dia satu-satunya saksi untuk mengungkap dalang di balik penculikan kamu!"Ola menutup mulutnya karena terkejut."Bagaimana bisa tiba-tiba keadaan dia seperti itu. Siapa yang melakukannya?""Maaf, La. Sebaiknya kamu enggak usah tahu tentang ini. Aku enggak tega mau ceritain detailnya ke kamu."Ola berhenti bertanya, ia paham maksud Eric. Eric tak mau melihatnya syok karena kejadian tragis ini."Udah ya, kamu tidur. Ini sudah hampir jam satu malam. Besok kamu harus bangun pagi, aku takut kamu bangun kesiangan!""Baik, Dok!""Soal Anisa jangan pernah kamu salahkan diri kamu karena kejadian buruk yang menimpanya. Kamu sudah berusaha menjadi kakak yang baik untuk selalu melindunginya, tapi dia sendiri yang lebih memilih mengkhianatimu!"Ola mengangguk mengerti, dia awalnya ingin pergi menuju kamarnya namun dia
Pov AuthorOla melangkah lemah menuju pemakaman mantan suaminya. Disampingnya ada Elsa yang terus menunduk tanpa mengucapkan satu patah katapun. Terlihat sekali kesedihan di wajah anak berusia 8 tahun itu."Kalian untuk apa datang kesini?" tanya Nayla dengan ketusnya. Wajah wanita itu penuh luka, namun Ola tak berani menanyakan kenapa Nayla dan ibunya bisa terluka seperti itu."Kalian berdua adalah penyebab kematian kakak lelakiku tragis seperti ini. Beraninya kalian menunjukan wajah kalian dihadapan kami lagi!"Bukan tak malu, Ola memeluk anaknya yang mendapat tatapan sinis dan makian dari keluarga mantan suaminya. Namun biar bagaimanapun Elsa berhak datang di pemakaman Ayahnya, Ola mengabaikan perlakuan tak baik keluarga Dani terhadapnya."Mas Dani sudah berubah, dia melakukan apapun demi bisa mendapatkan maaf kamu, Mbak. Tapi apa yang Mbak lakukan pada dia? Kamu membuatnya berdendam pada Anisa yang menjadi perusak rumah tangga kalian. Mas Dani tidak akan balas dendam pada Anisa kal
Eric sudah sampai di ruangan Anisa. Wanita itu menatap tak suka melihat kedatangan Eric. Anisa menganggap semua nasib sialnya berawal dari Eric yang sudah mengusirnya dari rumah lelaki itu."Gimana keadaanmu Anisa?" tanya Eric dengan nada rendah. Wanita yang sedang berbaring lemah di atas ranjang itu sama sekali tak mau menjawab pertanyaan Eric."Apa polisi tidak memberitahumu kalau sudah dua kali ini aku berhasil menyelamatkan hidup kamu?"Eric bertanya dengan sedikit ketus karena merasa kesal mendapat tatapan kebencian dari Anisa. Wanita itu jelas terlihat seperti orang yang tak punya rasa terimakasih. Dua kali dia diselamatkan Eric tapi dia malah memperlakukan Eric seperti itu."Kau mendengar ucapanku kan, Anisa?"Anisa masih belum berniat merespon ucapan Eric. Bahkan memandang wajah Eric pun dia tak mau. Ini membuat Eric makin jengkel."Dani bunuh diri setelah gagal bunuh kamu. Aku sangat yakin dia terpaksa melakukannya karena ancaman seseorang. Kalau kamu ingin hidup tenang, tolo
Pov Author"Ini sih kabar baik, kalau kamu beneran mau terima anak saya, mulai sekarang berhenti memanggil saya Nyonya. Kamu boleh panggil saya 'Ibu' atau apapun yang kamu mau!" ucap Hani penuh antusias."Nyonya, ini terlalu awal. Bisa tidak kita bahas ini nanti saja!"Ola sedikit canggung mendapat perlakuan sangat baik Nyonyanya. Dia tetap berusaha menjaga jarak meski sudah diperingatkan oleh Hani dan Eric bahwa mereka sudah menganggap Ola keluarga mereka sendiri."Ya udah, karena kamu belum resmi jadian sama anak saya jadi kamu saya izinkan sementara waktu panggil saya 'Nyonya'. Sekarang saya mau tidur. Saya pasti mimpi indah malam ini karena denger kabar bahagia ini!"Ola hanya tersenyum dan menggelengkan kepala mendengar ucapan Nyonyanya. Dia kemudian kembali fokus mencuci piring."La, hentikan dulu pekerjaanmu. Tolong temani aku makan malam!"Hampir saja piring di tangan Ola lepas mendengar ucapan Eric yang tiba-tiba."Dokter belum tidur?" tanya gagap Ola."Aku enggak bisa tidur.
Pov NaylaSudah dua minggu Mas Dani meninggal. Ibuku terlihat seperti robot hidup yang masih sangat terpukul karena kepergian Mas Dani secara mendadak seperti ini. Aku benar-benar tak tega melihat ibuku yang seperti ini. Akhirnya aku memutuskan untuk berhenti kuliah demi merawat ibu.Aku dengar Anisa sudah di masukan dalam penjara, hari ini aku berniat untuk menemui wanita pembuat masalah itu.Aku tersenyum penuh penghianaan saat dia menemuiku dengan seragam tahanan yang melekat di tubuhnya. Rasanya senang sekali lihat masa depan wanita itu hancur dalam penjara."Penjara ternyata tempat paling pas buat kamu. Kamu cocok banget pakai seragam itu!" ucapku dengan tertawa semringah di depan Anisa."Kamu boleh tertawa sekarang, tapi setelah aku kasih tahu sesuatu kamu bakal nangis sampai mengeluarkan darah nanti!" balas santai Anisa."Alesan saja, aku enggak penasaran sama sekali dengan ucapan mulut sampahmu!""Mulut sampah? Ok, aku akan beritahu satu rahasia yang memang sampai sekarang dir
"Sayang, ini kan masih pukul delapan malam. Kok kamu sudah tidur sih! Kamu sakit?"Adrian menyentuh bahu istrinya yang tidur membelakanginya. Renata yang pura-pura memejamkan matanya tidak mau menjawab pertanyaan suaminya.Karena Adrian penasaran,dia membalikan badan istrinya. Alangkah terkejutnya lelaki itu melihat wajah sembab istrinya."Jadi dari tadi, kamu sengaja tidur membelakangiku karena diam-diam nangis?"Renata yang tertangkap basah sedang menangis merasa malu oleh suaminya. Dia kembali merubah posisi tidurnya seperti semula."Kamu kalau lagi ada masalah cerita dong sama aku, sayang. Jangan apa-apa kamu pendem sendirian!" bujuk Adrian."Aku lagi butuh sendiri, Bang. Tolong sementara waktu jangan ganggu aku dulu!" bentak Renata. Adrian sedikit tersinggung dengan ucapan Renata, namun demi kebaikan istrinya dia menuruti saja permintaan istrinya. Bergegas Adrian bangkit lalu pergi menuju ruang keluarga. Tak lupa dia menyalakan sebatang rokok untuk menetralkan emosinya."Bang Adr
"Div, tolong Mbak hubungin Bang Adrian coba. Masa jam segini dia belum pulang kerja!" perintah Renata terhadap adiknya. Kondisinya masih belum baik jadi terpaksa ia minta tolong adiknya untuk menghubungi suaminya."Baik, Mbak." ucap Diva sambil mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Dia kemudian menghubungi nombor abang iparnya namun nombor yang di hubungi ternyata tidak aktif."Nombor Bang Adrian enggak aktif, Mbak. Kayaknya dia beneran marah sama Mbak, deh!" ucap Diva sengaja memancing ketakutan kakak perempuannya."Alaaah...marah juga paling sebentar. Ya udah biarin saja. Nanti juga dia balik!"Renata kembali berbaring diatas ranjangnya kemudian dia mulai kembali menutup matanya karena masih merasa pusing dan mengantuk."Mbak, sebelum tidur minum obatnya dulu!" ucap Diva memperingati kakak perempuannya. Dengan terpaksa Renata mengambil obat yang di berikan adiknya kemudian meminumnya."Makasih, Div. Entah kenapa hari ini mataku sulit sekali ku buka. Rasanya mau tidur trs.""Sama-
"Tidur yang nyenyak ya, Mbak. Malam ini aku ingin Mbak membayar semua yang Mbak lakukan pada Bang Adrian!"Senyuman jahat muncul dari bibir Diva. Setelah gagal membuat kakak perempuannya minum obat yang sudah ia tukar dengan obat tidur, dia berhasil mencampurkan obat tersebut dalam teh hangat yang di minum kakaknya beberapa saat yang lalu. Tujuan dia melakukan ini semua karena ingin menggunakan waktu tak berdaya kakaknya untuk menggoda suaminya.Jarum jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Diva gelisah karena belum juga mendapati abang iparnya pulang ke kamar tersebut. Berbagai rencana padahal dia sudah susun serapih mungkin agar bisa menjebak abang iparnya itu.[Bang, kamu dimana?]Diva tetap mengirimi pesan abang iparnya meski dia tahu nombor lelaki itu tidak aktif. Dia ingin menunjukan perhatian lebihnya agar abang iparnya lebih peka pada perasaannya ketika pesannya dibaca lelaki itu nanti.Tiga puluh menit setelahnya, Diva mendengar sebuah langkah kaki menaiki anak tangga. Dia