Melati hanya bisa pasrah ketika orang tuanya memaksanya menikah dengan iming-iming 1 milyar. Pak Fabian dikabarkan adalah pengusaha kaya raya yang butuh wanita sekedar untuk memenuhi kebutuhan biologisnya sementara sang istri sudah tiga tahun koma.... Hanya saja, mengapa Melati tak menemukan sosok pria yang mengerikan? Lalu, bagaimana kisah mereka bila istri Pak Fabian tersadar dari koma nanti?
view more~ POV Melati ~
“Satu Miliar, Mbak?”
“Iya! Satu Miliar!”
Aku tanpa sengaja mendengar pembicaraan ibu dan bude. Mereka pasti membicarakan tawaran pernikahan itu.
“Jadi bujuk anakmu itu agar mau menikahi majikan masmu. Dengan uang itu, kau tidak lagi kesusahan, Mar!” kata-kata persuasi yang terus digencarkan bude pada ibuku membuatku ketar-ketir saja.
“Buat apa majikan Mas Rahmat sampai mau bayar 1 miliar?” Ibu terdengar tidak percaya.
“Kamu sudah dengar kan istrinya kecelakaan dan koma? Tiga tahun lho nganggur tanpa mendapatkan kebutuhan biologis. Mungkin sekarang sudah tidak betah. Jadi minta masmu carikan wanita untuk menikah dengannya.”
Sambil mencuci piring aku masih mendengarkan mereka. Kuharap ibu mengunakan logikanya, kalau dia kaya raya dan bisa membayar wanita lain untuk memenuhi kebutuhan bioligisnya, kenapa harus aku?
Jangan-jangan dia pria psikopat yang mau membayar wanita miskin sepertiku untuk diapa-apain.
“Enggak perlu banyak tanya. Bayangin saja uang 1 miliarnya. Kamu butuh uang apa tidak?”
Saat aku curi-curi pandang dari balik dinding dapur, rasanya sedih ketika kulihat dengan sangat pasrahnya ibu mengangguk.
“Mbak benar. Bosan aku ditagih rentenir mlulu. Mana Iqdam terus-terusan minta dibelikan motor lagi. pakai ngancam bakar rumah kalau tidak segera dibelikan.”
“Enggak cuma belikan motor Iqdam. Kalau kamu menikahkan Melati dengan majikan masmu, kamu juga bisa renovasi rumah dan warungmu di depan.”
Dan sebelum pembicaraan itu semakin membuat daya khayal ibuku melambung tinggi, aku datang menghampiri mereka.
Ibu spontan menatapku dengan mata membulat penuh. Seolah melihat kilauan uang emas di depannya.
“Dipikir lagi, Bu? Jangan asal memutuskan!”
“Kamu kan sudah umur, Mel. Di sini kamu sudah masuk kategori perawan tua yang tidak laku. Mending nikah sama majikan pakdemu itu.”
“Tapi ibu tahu kan, dia sudah punya istri, Bu!”
“Istrinya koma, Melati! Makanya dia cari istri lagi.” Bude menyahuti obrolan kami.
“Ibu tega aku cuma dinikahi buat pelampiasan hasratnya saja?” ujarku mengingatkan ibu tujuan pernikahan ini.
Walau dibilang tidak laku di lingkunganku, aku tidak masalah. Daripada harus menjadi istri ke dua yang katanya akan sewaktu-waktu dilepas kalau istri tercintanya itu sadar dari komanya.
“Ya emang tujuan nikah apa lagi coba kalau bukan buat begituan?” Bude bersih keras memaksaku. Karena aku tahu, dia juga sudah pasti meminta jatah.
“Tapi aku akan dicerai setelah istrinya sembuh, Bu.” Kubujuk ibuku agar tidak terpengaruh. Sayangnya 1 milyar yang sudah didengarnya dari bude tadi membuatnya sulit mendengarku.
“Kalau kamu dicerai, uangnya kan masih bisa buat modal kerja, Mel. Sekarang semuanya butuh uang, Mel!” Tak kusangka ibu malah bertutur seperti itu.
Saat hendak kembali melempar protes, bude mengangkat telunjuknya tepat di depan mataku.
Dengan suara tertahan dia berkata, “Jangan membuat bude mengingatkan tentang statusmu yang sudah jebol, Mel. Kau sudah tidak perawan lagi, lho! Mana ada laki-laki yang masih mau menikahi wanita yang sudah diobok-obok pria lain?”
Deg!
Kalau sudah diingatkan hal itu, aku jadi sedih. Apa iya tidak ada pria yang melirikku selama ini hanya karena aku yang sudah tidak perawan lagi?
Kenyataannya memang sampai 25 tahun usiaku belum ada yang mau melamarku. Padahal teman-temanku sudah pada menikah dan punya anak.
Apa ucapan budeku itu ada benarnya?
“Kamu sudah tua, Mel. Tidak laku. Sana nikah! Seenggaknya berguna bisa kasih kita uang banyak. Enggak nyusahin mlulu!” Adik lelakiku ikut-ikutan.
Geram padanya karena yang selama ini menyusahkan keluarga adalah dirinya. Kenapa malah menuduhku?Siapa yang selama ini bantu-bantu di warung kalau bukan aku? Sementara dia, hanya sibuk kluyuran tidak jelas dengan teman-temannya.
Sayangnya aku lupa, Iqdam anak kesayangan ibuku. Mau benar atau salah tetap akulah yang selalu salah.
“Cukup, jangan bertengkar!. Udah pada gede bukannya ngebahagiain orang tua, tapi malah bikin stres kalian. Kamu Mel, kalau emang enggak mau nikah minggat saja sana!”
"Minggat, Bu? Ibu ngusir Melati?" tanyaku dengan perasaan yang terbanting. Hanya demi 1 milyar ibu sampai mengusirku.
Pergi ke mana coba? Ibu tega sekali padaku.
Setelah aku berpikir dengan baik, daripada diusir tidak jelas, akhirnya aku menerima tawaran itu. Aku juga tidak betah terus dibeginikan di rumah. “Baik, Bu. Aku terima!”
“Bagus itu, Mel. Masih mending lho ada yang mau nikahi kamu!” Iqdam tampak gembira. Dia butuh uang untuk beli motor. Jadi sudah barang tentu ikut mendesakku.
Ibu yang sedari tadi jutek padaku, kini mendekatiku dengan wajah yang mulai menghangat. “Serius, Mel? Kamu mau?”
‘Itu kan yang ibu inginkan? Aku tidak lagi jadi beban keluarga,’ batinku yang tak mungkin kuucapkan dengan terang-terangan.
Senyumnya merekah ketika sorenya pakde datang menunjukan transferan 250 juta di rekeningnya. Katanya karena aku sudah mengiyakan, jadi itu sebagai uang muka dari pembayaran 1 milyar.
Sudah seperti membeli barang saja ada uang mukanya? Dan barang itu adalah aku. Tak ada bedanya ini dengan menjualku.
“Besok Pak Fabian akan datang ke kota ini untuk urusan bisnis. Dia pria sibuk, jadi minta sekalian saja kalian menikah.”
“Be-besok, Pakde?” suaraku sampai tercekat mengucapkannya.
“Iya, kau bersiaplah. Malam ini aku antar kau ke villa yang sengaja di beli Pak Fabian sebagai tempat pernikahan. Kau juga sementara akan tinggal di sana.”
Deg!
Apa iya tiba-tiba aku akan menikah dengan pria yang bahkan aku tidak tahu seperti apa dia?
🌹🌹🌹
Bersambung...
Sore hari pun tiba. Bian sudah mengirim pesan bahwa dia sudah di perjalanan menjemputku.Sudah kuputuskan seperti yang kuinginkan ahir-ahir ini. Dan aku tak mau banyak pikiran lagi untuk meragu.Hanya saja aku merasa tidak enak kalau tidak memberitahu Tante Aini. Dia selama ini selalu mendukungku agar tetap bertahan dengan Bian. Jadi kuharap dia memahami situasiku saat ini.Sayangnya, panggilanku tak juga tersambung. Kutunggu sebentar barangkali dia repot ada kajian yang harus diisinya. Aku tahu itu karena sering melihat statusnya di medsosnya. Tante Aini sosok wanita perpengetahuan luas yang sering diminta mengisi kajian di majlis-majlis.Tanganku menyapu layar ponsel dan kebetulan melihat status Tante Aini. Dia memang sedang ada di sebuah acara bersama beberapa wanita berhijab yang lain dengan caption, [Jalan menuju surga untuk wanita muslimah] Mungkin itu tema kajiannya kali ini.Hingga beberapa slide terakhir, aku terkejut ada Miranda yang berfoto bersamanya dan Om Damar.Mirand
"Tidak enak kalau kita ngomong ditelepon Mel, kita ketemu ya?"Terdengar suara Bian masih mencoba membujukku untuk bertemu.Kutarik napas dalam-dalam beberapa kali agar aku kembali tenang. Berasa cengeng sekali kalau di depan Bian. Tapi tak semestinya aku memperlihatkan kerapuhanku ini pada pria yang sama sekali tidak pernah menghargaiku selayaknya wanita pada umumnya.“Aku jemput, ya?” Bian. Baru kusahuti dengan lirih, "Enggak mau, Mas.""Kenapa?" tanyanya dengan setenang mungkin, karena sejak tadi aku tidak berhenti terisak. Mungkin Bian hanya ingin aku kembali tenang dulu agar bisa melanjutkan obrolan kami. "Bisa tidak menjamin bahwa kita hanya bertemu?""Maksudmu?" suaranya terdengar heran.Seharusnya dia tahu apa yang kumaksudkan. Mana bisa dia mengajakku bertemu tanpa meniduriku?"Aku tidak mau berhubungan, Mas. Aku mau pisah." Kujelaskan hal itu sekalian."Oke, kita ketemu dulu, ya?"Akhirnya aku mengiyakan ajakannya untuk bertemu. Biar sekalian kami tuntaskan semuanya.
Hingga larut malam aku mondar mandir di kamar, tapi tak juga Bian datang.Jadi penasaran, apa yang sedang dia bicarakan dengan Tom Lee di depan.Aku memutuskan keluar dan mencari tahu. Tidak tenang saja kalau aku tidak tahu apa-apa.“Sudah malam, Mel. Kenapa tidak tidur?” tanya Iqdam yang juga masih belum tidur.“Mas Bian masih di depan?” tanyaku menoleh ke ruang depan. Tapi kosong dan sepi.“Sudah pergi tadi.” Iqdam kembali menjawab dengan cuek.“Pergi? Mas Bian juga?” tanyaku lagi.Iqdam yang sibuk dengan ponselnya melirikku. “Bukannya kau tidak mau bertemu dengan Mas Bian? Dia pergi kamu cari-cari?” ucapnya menyindirku.Aku tak membahasnya. Malas saja sudah malam. Dan lagi, aku juga lelah dan mengantuk. Tidak baik sedang hamil begini tapi masih begadang.Teringat hal itu aku sebenarnya merana. Biasanya ada suami yang akan mendampingiku dan menjagaku di masa kehamilan. Tapi itu tidak akan bisa jika statusku hanyalah istri simpanan Bian.Hingga saat aku masuk, kutemukan ponselku sud
~ Pov Melati ~Ketika hendak memesan ojek online di aplikasi yag ada di ponselku, aku menyadari ponselku tak ada di tas.Baru kuingat, tadi aku sempat mengeluarkannya dari tasku untuk melihat jam. Kuletakkan di nakas dan kutinggal ke kamar mandi.Sekeluarnya aku lupa tidak memasukan lagi ke dalam tasku. Karena terburu-buru, takut keduluan Bian bangun dan akan sulit baginya membiarkanku pergi.Aku masih labil. Belum bisa bicara dengan baik dengannya. Percuma juga karena nanti kami hanya akan bertengkar dan selalunya aku yang merasa sakit hati.Aku hanya mencoba menjaga emosiku saat-saat masih trimester pertama ini. Takut mahluk kecil di rahimku ini terimbas buruk dari keadaanku.Hujan yang tiba-tiba turun membuatku harus mencari tempat untuk berteduh. Tidak mungkin juga harus balik ke vila itu. Jadi aku melangkah ke minimarket yang tak jauh dari vila itu.Masuk ke dalam untuk membeli air mineral, tak tahunya melihat susu formula untuk ibu hamil, aku jadi ingat stok susu ibu hamil di
“Aku akan berubah Bian. Aku janji tidak lagi membiarkan mama dan Tio menguasaiku. Aku janji akan memperbaiki semuanya. Aku bahkan sudah menerima Melati menjadi maduku. Jadi jangan ceraikan aku, Bian.”Miranda memohon-mohon padaku dengan keseriusannya itu.Aku hanya menghela saja. Meruntuk karena selalu diposisi yang sulit begini. Tegaspun akan terkesan salah karena tak mau memberi kesempatan pada wanita yang sudah beritikad untuk berubah ini.Meski aku tak mudah luluh dengan kesungguhannya itu. Kusimpan saja sendiri dan tak mau banyak berspekulasi. Syukur-syukur kalau memang Miranda benar-benar mau berubah. Jika tidak, akan sangat mudah bagiku untuk melepasnya.Setidaknya, aku sudah jujur bagaimana perasaanku saat ini padanya, juga tentang perasaanku pada Melati. Poin pentingnya adalah Miranda membiarkanku masih bersama Melati. Artinya, tidak akan ada masalah jika aku melegalkan pernikahanku dengan Melati. Bukankah yang selama ini Melati inginkan hanyalah sebuah kepastian pernikahan
Tante Aini memanggilku dan Miranda. Sepertinya dia juga terpikirkan tentang masalah perasaanku. Dia paham, aku dan Melati saling mencintai. Karenanya sebagai orang tua, dia ingin membantu meluruskan.“Kau serius ingin berubah, Miranda?” tanya Tante Aini pada Miranda.Miranda mengangguk pasti.Hingga Tante Aini bertanya tentang Melati.Saat itu aku mulai tegang.“Kau pasti sudah tahu kan, bahwa Bian juga memiliki istri lainnya yang baru dinikahi secara siri?”“Tante?” selaku cepat.Miranda sangat sensitif kalau membahas tentang Melati. Biar aku saja yang menyelesaikan masalah ini secara pribadi tak perlu Tante Aini ikut campur.Aku sudah bertekad setelah semua beres, aku akan lanjut menceraikan Miranda.Kedengarannya kejam dan hanya memanfaatkannya saja. Tapi akan kuberitahu Miranda baik-baik, bahwa aku tidak lagi mencintainya.Percuma dipaksakan kalau kenyataannya Melatilah yang sudah menguasai hatiku. “Bian, ini harus ditegaskan sekarang. Mumpung Miranda memang bertekad berubah.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments