Share

01 - Pertemuan Kembali

BARU hari pertama kerja tubuhnya sudah terasa tidak keruan. Bukan karena jumlah pekerjaan yang mematikan, melainkan karena stamina tubuhnya yang kurang.

Jeanne baru tiba kemarin di Jakarta. Dalam keadaan lelah sehabis perjalanan panjang, dia masih harus mengemasi barang-barang juga membersihkan tempat tinggal barunya. Kalau tahu bakal begini akhirnya, dia pasti pergi dari jauh-jauh hari saja.

Sayangnya nasi sudah menjadi bubur. Semuanya sudah telanjur. Dengan tubuh lelah dia terpaksa menyeret kakinya untuk berangkat bekerja. Berkenalan dengan rekan kerja barunya yang untungnya tidak ada intimidasi serius dari mereka, karena Jeanne berasal dari kantor cabang.

Mereka bahkan langsung menyerukan pesta penyambutan nanti malam yang ingin sekali Jeanne tolak, tapi dia tidak mungkin bisa menolaknya, lantaran dialah bintang utama dalam perayaan itu.

J : Gue beneran mau balik cepet, terus bobok cantik, Bek!

J : Tapi kenapa masih ada pesta penyambutan segala macam, sih?

Jeanne mengeluh lagi pada kekasih bebek sawahnya yang ada di seberang sana. Walaupun dia sudah mengeluh seharian dan hanya dibalas dengan satu dua kata saja, nyatanya dia tetap mengulangi keluhannya tanpa jeda.

F : Sabar.

J : Iya, Bek. Kurang sabar apa gue coba? Punya pacar macam bebek sawah dari kutub aja gue bisa, apalagi cuma nahan capek setengah jam aja?

F : Niat banget.

J : Nggak terima, Bek?

F : Terima.

J : Syukurlah! Ntar gue pas balik sambil nyari cowok baru boleh, nggak?

F : Silakan!

J : Serius, nih?!

F : Canda.

J : Cih, kirain beneran boleh?

F : Mau nyoba macam-macam sama gue, Je?

Jeanne tersenyum tipis. Kemudian mengembuskan napas lega. Ternyata kekasihnya walau cuek bebek dan kadang keterlaluan jawabannya itu masih bisa peduli juga padanya.

J : Nggak, serem kalau lo lagi serius, gitu!

F : Pinter.

J : Izin ngilang dulu, ya, Paduka Bebek. Calon bini lo ini mau minum-minum sampai teler dulu.

F : Hati-hati.

Jeanne tersenyum membaca pesan itu. Inginnya sih menelepon dan bicara secara langsung, tapi si Fredy sibuknya kadang bisa sampai ngalahin CEO di perusahaannya sendiri. Dia bahkan membalas pesan Jeanne sambil mencuri-curi kesempatan dalam kesempitan begitu.

Entah percaya atau tidak, tapi Fredy beneran sering sibuk sekali. Jeanne sudah pernah melihat kesibukannya berulang kali. Makanya dia suka heran sendiri.

F : Jaga diri!

Satu pesan tambahan itu membuat senyuman Jeanne makin lebar dan penat yang dirasakan tubuhnya dengan perlahan memudar. Satu perhatian cowok cuek itu benar-benar bisa melelehkan hati siapa pun. Termasuk Jeanne.

"Senyam-senyum mulu, lagi kesurupan lo?" Tantri, rekan kerja baru Jeanne langsung mengomentari tindakannya.

"Ini karena pacar gue. Tumben-tumbenan dia bisa perhatian gitu, padahal biasanya mah amit-amit!" cibir Jeanne.

Tantri mengernyitkan dahi sambil menatap Jeanne dengan tatapan seperti mengatakan, 'Pacar kayak gitu kok masih lo pertahanin?'

"Ganteng banget, ya, orangnya?" tanya Tantri hati-hati sambil mengerjapkan kedua matanya takjub. Dia cukup syok mengetahui seorang Jeanne yang cantik dan energik itu ternyata punya pacar yang cuek bebek.

"Lumayan, sih, tapi isi kantongnya beneran bikin ngiler." Jeanne nyengir dengan wajah tanpa dosa yang sukses membuat Tantri menjatuhkan kepalanya di atas meja.

"Gue nggak nyangka lo orangnya matre banget, Je! Sumpah!"

"Ya mau gimana, ya? Hidup di zaman sekarang itu kalau cowoknya nggak ada duit dan nggak mau kerja, terus dia mau modal apa? Modal tampang doang sama cinta? Emang tampang bisa bikin perut kenyang?! Emang cinta bisa bikin rumah mewah?"

"Real." Tantri juga setuju. Memang yang satu itu tidak bisa didebat oleh siapa pun termasuk dirinya. "Kira-kira gantengnya pacar lo sekelas siapa?" tanyanya, karena anak divisi mereka rerata memang punya tampang di atas rata-rata.

"Kalau anak satu divisi kita sih, mungkin masih sekelas sama si Govan kali, ya? Yang jelas dia lebih ganteng daripada CEO kita." Jeanne berkata dengan wajah tanpa dosa andalannya.

"Heh, Pak Alan maksud lo?" Tantri menegakkan tubuh dan langsung menatap Jeanne syok.

Sumpah ini si Jeanne mikir kalau Govan kelasnya ada di atas rata-rata CEO perusahaan yang jadi idaman banyak perempuan? SUMPAH?! Matanya si Jeanne nggak rabun, kan? Padahal CEO itu duitnya pasti lebih banyak daripada Govan yang anak departemen pemasaran seperti mereka.

"Iya, Alan si sad boy yang gagal nikah itu!" Jeanne tertawa tanpa dosa. "Udah jadian belum dia sama sekretarisnya? Katanya dia pernah selingkuh sama sekretarisnya dulu, kan?"

Tantri mengerjap dengan tatapan horor. Dia benar-benar syok mendengar berita itu keluar dari mulut seorang Jeanne. Lagian Jeanne tahu dari mana? Jeanne kan bekerja di kantor cabang yang berada di Bandung? Kenapa dia bisa tahu gosip CEO kantor pusat yang ada di Jakarta?

Belum sempat merespon apa-apa suara lain menyahut di antara percakapan mereka. "Sejak kapan kamu suka mencampuri urusan pribadi saya, Jeanne!"

Alan. Dengan wajah datar dan tatapan yang teramat mengancam serta mematikan. Keberadaannya saja sanggup membuat semua orang di ruangan itu tak berkutik. Bahkan Tantri yang sebelumnya hendak menyahuti ucapan Jeanne dan menanyakan kebenarannya jadi urung melakukannya.

Dia lebih takut dipecat oleh atasannya yang super duper galak di luar akal sehat itu. Sumpah, dulu si Risa pakai pelet apa sampai bisa menaklukan atasannya ini yang sadisnya tidak perlu ditanya lagi ini?

"Selamat sore, Pak Alan! Ada yang bisa saya bantu?" Jeanne dengan wajah tanpa dosa tengah tersenyum manis ke arah Alan yang sedang memelototinya.

Alan mengembuskan napas panjang. Percuma juga dimarahi, tidak akan mempan dan malah bikin dia jadi emosi sendiri. "Pekerjaan kamu bagaimana kabarnya?"

"Udah kelar, dong!" jawab Jeanne dengan bangganya.

Alan menyipitkan kedua matanya. "Yakin?"

Jeanne mengangguk mantap. "Saya kan baru masuk hari ini Pak. Jadi pekerjaan saya cuma sedikit. Ini mau cepat-cepat dikelarin juga karena temen-temen mau bikin pesta penyambutan gitu buat saya. Bapak mau ikutan, nggak?"

Tawaran itu sukses membuat seisi divisinya menarik napas berat. Pikiran mereka semua berkecamuk. Terutama soal Jeanne yang entah bagaimana bisa terlihat cukup akrab dengan atasan mereka yang garangnya bukan main itu.

"Oh, kalau begitu saya ikut."

"Heh?!" Jeanne tampak kaget.

Ini cuma basa-basi, ya?! Cuma basa-basi aja dan pasti udah kelihatan jelas banget, kan, ya? Kok dia bisa-bisanya nerima ajakan absurd Jeanne ini?

Bukan hanya Jeanne saja yang kaget, melainkan semua yang ada di sana. Mereka terlonjak dan refleks berteriak kaget mendengar jawaban Alan sebelumnya.

Alan menatap satu per satu karyawan kantornya dengan wajah tanpa ekspresi andalannya. "Apa ada larangan kalau saya tidak boleh ikut? Bukannya tadi saya sudah ditawari dengan jelas oleh teman kalian ini?"

Jeanne hanya tersenyum masam. Ekspresi wajahnya jelas-jelas sedang menunjukkan, 'Lo udah tahu kalau tawaran tadi cuma basa-basi, kenapa malah lo iyain, hah?'

Alan hanya mengangkat sebelah alis merespon isyarat Jeanne untuknya. Isyarat pasti yang mengatakan bahwa dia tidak peduli mau basa-basi atau tidak, itu bukan salah dan masalahnya.

Lagi pula, malam ini dia memang tidak punya kerjaan lain selain pulang ke apartemennya. Jadi tidak ada masalah jika dia akan ikut bergabung dengan pesta anak-anak dari divisi pemasaran.

___

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status