Di tempat lain, Denis bersiap-siap untuk menjemput Siska.
Denis membuka pintu depan rumah dan hendak pergi saat itu juga. Dia membawa sebuah Headlamp (senter kepala) di tanganya untuk menerangi jalanan yang gelap.
Rumah Denis terletak di sebelah kiri jalan yang di mana jalanan itu agak menurun karena memang rumahnya berada di atas kaki gunung. Tepat di samping kanan jalan adalah jurang yang sangat terjal. Kalau melihat ke bawah, siapapun bisa melihat pemandangan seluruh desa Western Cily dari atas sana. Dari ujung desa Westren Cily, terlihat ada sebuah danau luas yang membatasi antara desa Western Cily dan desa lain. Sejauh mata memandang, seluruh desa Westren Cily di kelilingi oleh pegunungan-pegunungan besar yang menjulang tinggi.
Tepat di atas rumah Denis adalah gunung Prau. Gunung Prau memiliki ketinggian yang cukup tinggi, yaitu sekitar 2500 MDPL.
Setelah keluar rumah, Denis langsung memakai sandal capitnya dan berjalan melewati halaman depan. Halaman itu masih terbuat dari tanah. Meskipun begitu, seluruh halamannya terlihat bersih, tidak ada satupun rumput yang tumbuh di sekitarnya.
Denis berjalan melewati halaman yang cukup luas. Bisa dibilang, halaman depan bahkan lebih besar daripada rumahnya sendiri.
Denis membuka pintu pagar yang membatasi halaman dan jalan. Pagar itu terbuat dari kayu yang tingginya sekitar satu meter, terlihat sudah cukup rapuh dan juga berlumut.
Pada saat Denis hendak beranjak pergi, tiba-tiba dia melihat cahaya putih yang menyorot dari sebelah kanan jalan. Cahaya itu cukup terang sehingga menerangi halaman rumah yang sebenarnya cukup gelap saat itu.
Beberapa detik kemudian, cahaya tersebut semakin terang dan lama kelamaan muncul sebuah mobil mewah, melaju dari bawah. Ternyata cahaya itu berasal dari mobil.
Mobil itu melaju kencang dan tiba-tiba berhenti tepat di depan Denis. Betapa terkejutnya dia setelah melihat mobil mewah itu!
Mobil itu milik kakaknya!
Denis mengerutkan kening. ‘Kakak? Kenapa dia ke sini lagi?’
Beberapa detik kemudian, keluar dua orang gadis cantik yang sangat familiar dalam mobil dalam mobil itu. Ya, tentu saja, salah satu dari mereka adalah Jessica.
Namun, Denis terkejut setelah melihat gadis cantik yang bersama kakaknya adalah orang yang dia kenal!
Siska! Itu Siska!
Kenapa Siska bisa bersama kakaknya? Apa yang terjadi?
Denis kebingungan. Jangan-jangan kakaknya sudah membocorkan identitas aslinya pada Siska?
"Hallo, Denis ...," seru Siska sambil tersenyum halus.
Siska menutup pintu mobil, lalu berjalan menghampiri Denis, sembari menjinjing kantong keresek berisi nasi goreng di tangan kiri.
"H-Haii ...." Denis tergagap. Dia membeku di tempat, menatap Siska dengan ekpresi melongo. Keringat dingin mulai mengucur dari punggungnya.
"K-Kenapa ... kamu bisa bersama ...."
Denis kemudian melihat ke arah kakaknya yang sedang berdiri di samping mobil. Dia sangat ketakutan. Takut kakaknya sudah memberitahu Siska siapa dia sebenarnya!
Di sisi lain, Jessica hanya tersenyum kecut sambil menyilangkan tangan di dada.
"Oh, kakak Jessica," seru Siska.
Siska melihat Jessica, lalu tersenyum dan kembali menatap Denis. “Tadi saat aku lagi jalan ke sini, aku bertemu dengan kakak Jessica.”
"Kak Jessica sangat baik. Dia bahkan rela mengantar aku ke sini."
Denis mengerutkan kening.
Setelah berpikir sejenak, Denis merasa aneh. Kelihatanya, Siska sama sekali tidak merasa curiga pada Denis. Kalau seandainya kakaknya sudah memberitahu identitas asli Denis, setidaknya Siska akan bertanya siapa dia sebenarnya!
Denis yang masih keheranan, dia melihat ke arah Jessica. Di sisi lain, Jessica menatap Denis, lalu mengedipkan matanya sambil tersenyum kecut.
Melihatnya, Denis akhirnya menyadari sesuatu. Rupanya, kakaknya belum memberitahu identitas asli Denis pada Siska.
"Huhhhhhhh..." Denis mengembuskan nafas lega. Syukurlah! Beruntung kakaknya tidak memberitahu Siska.
"Ya, sudah. Siska, Kakak pergi dulu ya." Jessica kemudian berseru pada Siska sambil tersenyum.
Siska membalas senyuman Jessica lalu menganggukan kepala. "Oke kak. Terimakasih banyak ya, sudah mengantar aku."
"Iya, sama-sama dek Siska. Byee." Jessica kemudian masuk ke dalam mobil lalu pergi meninggalkan mereka.
"Kakak itu sangat baik ya, Denis," ucap Siska.
Sebagai tanggapan, Denis hanya tersenyum, tidak tahu harus mengatakan apa. Untung saja kakaknya berpura-pura tidak mengenal Denis. Kalau seandainya Jessica memberitahu kalau dia kakaknya Denis, Siska pasti akan curiga.
Dibandingkan Siska, Denis yang paling tahu kepribadian kakaknya. Walaupun terkadang Jessica cukup mengerikan kalau lagi marah, tetapi sebenarnya Jessica adalah orang baik. Denis sangat tahu itu. Makanya, tidak heran kalau kakaknya mengantar Siska ke rumah.
"Ya, sudah. Ayo masuk!" ajak Denis, kemudian berbalik kembali ke rumah.
"Ayo!"
Keduanya pun akhirnya masuk ke dalam rumah Denis.
Rumah Denis memang tidak terlalu besar dan tampak biasa saja. Hanya ada tiga ruangan di dalamnya, yaitu ruang tamu, satu kamar tidur, dan satu lagi kamar mandi.
Setelah masuk, ruangan pertama yang mereka masuki adalah ruang tamu seperti pada umumnya. Dinding-dinding rumah sudah banyak yang retak bahkan warna catnya sudah agak pudar. Di sana terlihat ada tiga kursi yang tebuat dari kayu dan merekapun duduk di kursi itu sambil makan malam bersama.
Setelah itu, keduanya berbincang-bincang sampai larut malam.
Hari semakin gelap. Jam dinding di rumah Denis sudah menunjukan pukul sepuluh malam.
Denis merasa agak sedikit canggung kalau ada Siska di rumahnya malam-malam. Apalagi mereka hanya berdua dan tidak ada siapa-siapa lagi. Walaupun keduanya hanya sebatas teman, untuk seukuran remaja seperti mereka, bisa bahaya kalau berduaan malam-malam.
Meski begitu, Denis berbeda dengan pria lain. Tidak ada sedikitpun pikiran kotor yang muncul dari otaknya. Denis sudah menganggap Siska seperti saudara sendiri.
Saat yang bersamaan, di bawah kaki gunung tepatnya di pusat desa Westren Cily, terlihat ada sebuah Villa besar yang sangat luas dan begitu megah.
Villa tersebut adalah villa milik keluarga terkaya nomor satu di antara tiga keluarga kaya di desa Westren Cily, yaitu Keluarga Brington.
Dari seluruh pintu masuk dan gerbang Villa, terlihat banyak sekali penjaga-penjaga yang bertubuh kekar, memakai pakaian jas serba hitam. Mereka adalah anak buah keluarga Brington, yang ditugaskan berjaga pada malam itu.
Dalam ruangan utama Villa, terlihat tiga orang pria sedang duduk di kursi utama sambil asik berbincang-bincang dan mabuk-mabukan.
Dua di antara pria itu adalah pria bertubuh besar dan berotot. Wajahnya yang terlihat sangar membuat siapa saja yang melihat mereka akan ketakutan. Keduanya adalah pengawal eksekutif tertinggi keluarga Brington.
Kedua pria itu sedang berbicara dan berhadapan dengan seorang pemuda yang cukup tampan dengan gaya rambut Undercut. Baju yang dipakai pria itu terlihat mahal dan mewah. Terlihat juga sebuah arloji emas melingkari pergelangan tangan kananya.
Pemuda itu adalah Jacob Bringtong. Seorang Tuan Muda pertama keluarga Bringtong.
"Aku tidak sabar ingin menikmati tubuh si cantik Siska. Sudah lama aku ingin memilikinya, tapi dia malah menolakku berkali-kali. Kali ini, dia pasti akan jadi milikku. HAHAHA!" Jacob tertawa lepas.
Salah seorang pria bertubuh besar di hadapannya berkata, “Tuan Muda tenang saja. Malam ini, Tuan pasti akan bersenang-senang dengan Siska. Siska akan menjadi milikmu Tuan. HaHaHa.” Big Bear.
"Betul Tuan Muda. Kita tunggu saja. Bawahanku pasti akan segera kembali dan membawa Siska kepadamu, Tuan. Haha!" tambah pria bertubuh besar satunya lagi. Big Buster. Wakil pengawal keluarga Bringtong. Mereka tertawa terbahak-bahak sebelum kemudian dikejutkan dengan kedantangan dua orang pria bertudung hitam, membuka pintu utama Villa dan berlari menghampiri mereka dengan nafas terengah-engah. "M-Maaf Tuan Muda, kami gagal membawa Siska, Tuan." Kedua pria bertudung itu menghampiri Jacob, kemudian berlutut di hadapannya dengan ekpresi ketakutan. "APA! KALIAN GAGAL MEMBAWA SISKAAA?" Raut wajah Jacob seketika berubah merah padam. Rahangnya mengeras serta alis menyatu, menatap tajam ke arah dua pria bertudung itu. Jacob mengepalkan tangan lalu mengambil botol anggur di meja dan melemparkan botol itu ke lantai! Pranggkkk... Botol
Mendengar penjelasan komandanya, Denis terkejut! Ternyata ada keluarga sekejam itu di Kota Bandung City? Yang Denis tahu, Bandung City adalah kota maju. Tetapi, di balik kemajuan kota itu ternyata ada kejahatan ternyembunyi di dalamnya. "Iya Denis. Atasan menyuruhku untuk mengganti misimu. Karena kamu dekat dengan kota Bandung City, kamu di tugaskan untuk menyelidikinya. Bagaimana, Siap?" "Baik Komandan. Siap!" jawab Denis dengan tegas. "Baiklah kalau begitu. Mulai besok, kamu sudah bisa menjalankan misi ini." Komandan Andri tampak senang mendengar Denis bersemangat. "Oh, satu lagi, menurut informan, ada orang-orang misterius yang membuat pasar gelap di Bandung City" "Dengan adanya pasar gelap di sana, dunia bawah semakin tak terkendali! Kamu selidiki itu juga, ya!" lanjutnya. "Oke, komandan!" "Baiklah. Sudah dulu Denis." Denis kemudian menutup panggilan lalu memasukan ponselnya ke saku celana. Dia benar-b
"Hei? Apa yang kau bicarakan? Pria itu ingin melihat tas edisi khusus?" tanya Rio sambil tangannya menunjuk Denis dengan congkak. Ini pasti hanya lelucon! Rio memandang Denis dengan tatapan merendahkan. Denis merasa malu karena pengunjung lain juga memperhatikannya. Bella pun tidak bisa menyembunyikan rasa kesal. "Wanda! Apa kau benar-benar yakin pria itu akan mampu membeli barang di toko ini? Ayolah, jangan bercanda!" "Aku sedang tidak bercanda, Bella. Dia memiliki kartu black-gold. Dia pengunjung VIP." "Hahaha!" Sekali lagi Rio tertawa keras. " Pengunjung VIP kau bilang!? Hei, dengar, dia cuma seorang gembel di desa ini!" Salma memandang Denis dengan tatapan jijik, "Denis, Tidakkah kau malu pada dirimu sendiri? Kenapa kau tidak pergi saja dari sini?" "Hahahahaha!" Pengunjung lain ikut menertawakan Denis. Kejadian di toko i
Denis baru menyadari bahwa dia tidak mungkin membawa belanjaan dan tas Hermes ke acara reuni. Dia memutuskan kembali ke toko dan berniat mengganti pakaian dengan yang sudah dia beli di sana, sekaligus menitipkan tas Hermes nya.“Selamat datang kembali, Tuan. Apa ada lagi yang bisa kami bantu." Bella dan Wanda keheranan melihat Denis kembali ke toko.“Maaf. Bolehkah aku ikut mengganti pakaianku di sini. Aku ada urusan mendadak," ucap Denis sambil menatap kedua wanita itu di depanya.“Oh, silahkan Tuan. Di sebelah sini," jawab Wanda dan Bella secara bersamaan sambil menunjuk sebuah ruangan khusus untuk berganti pakaian.Denis tersenyum melihat Bella yang sekarang tampak lebih sopan. Mungkin dia masih malu karena kejadian tadi.“Terimakasih. Oh, ya. Aku ingin menitip tas ini. Nanti aku ke sini lagi." Denis memberikan tas Hermes edisi khususnya pada Bella.“Baik, Tuan. Dengan senang hati." Bella membungkuk hormat, m
“Hai semuanya. Perkenalkan, namaku Rio Martin. Dan ini ...." Rio beralih menatap Salma dan melanjutkan, “Aku yakin kalian sudah mengenalnya. Dia adalah pacar baruku, Salma."Semua orang terkejut mendengar perkataan Rio. Ternyata benar! Salma sudah putus dengan Denis!“Aku anak kedua dari keluarga Martin. Senang berkenalan dengan kalian," lanjut Rio sambil tersenyum menyeringai.“Hah! Keluarga Martin? A-Apa aku tidak salah dengar? Dia adalah Tuan Muda ke dua dari keluarga Martin!"Sekali lagi, semua orang dikejutkan dengan perkataan Rio. Mereka langsung berdiri dan bersorak kegirangan sambil memandang Rio dengan penuh takjub. Apa ini mimpi? Seorang tuan muda dari keluarga Martin sekarang ada dihadapan kita? Mereka sungguh tidak menduga dan tentu sangat bahagia bisa bertemu dengan Rio.Seketika suasana menjadi ricuh.Pantas saja, seorang gadis yang sangat cantik seperti Salma bisa berpacaran denganya! Tuan Muda Rio adal
“Bagaimana, boleh gak?" tanya Siska bersemangat. “Emm ..." Denis berpikir sejenak. Setelah menghembuskan nafas panjang, dia menatap Siska lalu menjawab, “Baiklah. Terserah kamu saja." Mendengar persetujuan Denis, Siska senang. Dia langsung memeluk Denis sambil berkata, “Terimakasih, Denis. Kamu memang sabahat terbaikku." “Emm, sudah sudah." Karena Denis merasa canggung dipeluk oleh orang secantik Siska, dia melepaskan pelukanya dan melanjutkan, “Kalau begitu, aku pergi sekarang. Dahh ...." Denis kemudian pergi meninggalkan Siska. Sementara Siska, dia memandang punggung Denis yang pergi menjauh sambil tersenyum. Tentu dia merasa senang. Di sisi lain, Denis benar-benar khawatir kalau kakaknya akan pulang malam ini. Untuk itu, dia berhenti sejenak di persimpangan jalan dan buru-buru memanggil kakaknya. “Hallo, kak?" “Hallo Deni
“S-Siapa kalian? Ada perlu apa kalian kepadaku!?" Siska yang masih ketakutan memaksakan diri untuk bertanya.Sementara Denis yang melihat tudung hitam yang digunakan dua pria itu, seketika dia teringat dengan apa yang dikatakan kakaknya. Mungkinkah mereka pria bertudung yang mengikuti Siska malam itu?Dua pria bertudung tersebut membuka tudungnya lalu menatap tajam sambil menyeringai ke arah Siska, “Aku yakin kau sudah tahu siapa kami, Siska."Melihat wajah mereka, ekspresi wajah Siska tiba-tiba berubah. “K-Kau ... Jameson! Mau apa lagi kalian?" tanya Siska tergagap. Rasa takutnya seketika hilang setelah mengetahui siapa mereka.Denis yang keheranan, dia menoleh pada Siska dan bertanya,“Kamu kenal mereka, Siska?"“Ya" Siska mengangguk. “Mereka adalah pengawal keluarga Brington."Denis mengangkat alis. Hah? Pengawal keluarga
“Siap bos!" Wade beralih pada Denis lalu memandangnya dengan tajam, “Kau bocah tengik! Aku akan-"Sebelum Wade menyelesaikan bicaranya, Denis segera maju ke arahnya dan tiba-tiba ...*Bug...Denis memukulnya cukup keras sehingga membuat Wade mundur beberapa langkah ke belakang. Badannya yang besar dan berotot sama sekali bukan masalah bagi Denis. Dia memukulnya sangat keras sehingga Wade mengeluarkan sepercik darah dalam mulutnya.“Ciuhh ... Bajingan!" kelakar Wade. Dia meludahkan darah lalu mengusap pipi menggunakan punggung tangan kirinya.Sementara Jameson yang melihatnya, dia tercengang. Denis bahkan berhasil melukai Wade yang berbadan besar! Mustahil!“Wade! Kita serang dia bersama!" tegas Jameson.Jameson lalu beralih pada Denis dan menunjuknya sebelum kemudian berkata, “Harga diriku telah dipermalukan olehmu, Denis. Akan kupastikan kau takkan selamat malam ini!" Jameson meraung. Kemarahannya