"Iya, kalau tidak ada orang itu, dari tadi kita pasti sudah berhasil menculik Siska!" jawab pria satunya lagi.
"Sudah, kita tunggu saja. Sebentar lagi orang itu pasti akan pergi. Setelah itu, kita culik Siska dan bawa dia pada bos besar!" tegas si pemimpin.
Sebagai tanggapan, pria satunya hanya menganggukan kepala.
Beberapa detik kemudian setelah melihat ke pemilik mobil, pria itu menyadari sesuatu. “Ngomong-ngomong, bos. Gadis yang mendekati Siska ternyata cantik juga ya. Kelihatannya dia orang yang sangat kaya.”
“Maksudmu?” tanya si pemimpin.
"Coba lihat bos, mobil yang dikendarai gadis itu sangat mewah! Itu mobil Bentley Bacalar! Mobil itu seharga dua juta dolar dan hanya ada 12 unit saja di dunia ini!" Temanya menjelaskan sambil menunjuk mobil Jessica.
Mendengarnya, pria itu terkejut lalu melihat kembali ke arah mobil Jessica.
Segera setelahnya, pria itu berkata,"Kau benar! Tampaknya gadis itu sangat kaya!"
Di tempat lain, Jessica tampak sedang berbincang-bincang dengan gadis cantik itu sedari tadi.
"Apa kamu tidak takut jalan ke sini sendirian?" tanya Jessica.
"Eee ... Takut sih kak. Cuman mau bagaimana lagi," jawab gadis itu dengan sopan.
"Ya, sudah. Biar kakak antar kamu ke rumah temanmu itu, bagaimana?"
Karena merasa khawatir, Jessica memutuskan untuk mengantar gadis ini.
"Gak usah kak. Aku jalan kaki saja. Aku gak mau ngerepotin kakak," jawab gadis itu malu-malu.
"Kamu tenang aja, ayo naik!"
"T-Tidak usah kak. Aku tidak apa-apa, kok."
"Sudah cepat masuk, gak usah malu-malu." Jessica kemudian keluar dari mobilnya dan sedikit memaksa gadis itu dengan menarik lengannya agar segera masuk ke dalam mobil.
Dengan merasa sedikit ketakutan, gadis itu akhirnya masuk ke dalam mobil Jessica melalui pintu depan sebelah kiri dan duduk di samping Jessica.
"Kakak bener mau mengantar aku? Kakak tidak akan macam-macam, kan?" tanya gadis dengan nada cemas. Dia benar-benar ketakutan setengah mati. Jantungnya berdebar-debar kencang.
Mendengar perkataan gadis itu, Jessica tertawa sebelum kemudian menjawab, "Kamu ini bicara apa sih, dek? Aku benar mau ngantar kamu? Kamu gak percaya?"
"T-Tidak! Aku ... aku percaya kok sama kakak. Maksudku ... Aku cuma takut kalau akhirnya kakak malah menculikku," jawab gadis itu sambil menundukan kepala.
Mendengarnya lagi, Jessica tertawa terbahak-bahak, “HaHaHa. Kamu ini ada-ada aja. Emang wajahku terlihat seperti penculik?” tanya Jessica bercanda.
Gadis itu terdiam. Dia terus menundukan kepala merasa malu. Wajahnya memerah.
Melihat tidak ada respon dari gadis itu, Jessica mencoba meyakinkan, "Kamu gak usah khawatir, aku bukan penculik, kok. Kamu percaya padaku!" ungkap Jessica dengan nada serius, mencoba meyakinkan.
Melihat jawaban serius dari orang asing di sampingnya, gadis itu akhirnya merasa lega dan tidak ketakutan lagi. Ia kemudian menatap Jessica lalu menganggukan kepalanya sambil tersenyum.
Segera setelahnya, Jessica memarkirkan mobil, berbalik arah, kemudian kembali ke kaki gunung untuk mengantar gadis cantik itu.
Di sisi lain, dua pria bertudung yang sedang mengintai mereka merasa kesal.
"Sial! Gadis itu malah membawa Siska!" raung si pemimpin.
"Ayo, bos! Kita ikuti saja mereka!" kata temanya yang sudah berdiri dan bersiap untuk mengejar.
"Jangan!"
"Loh? Kenapa bos? Siska sudah di depan!"
"Heh! Pikir dong! Orang yang sedang bersama Siska itu orang kaya! Kelihatannya keluarga gadis itu sangat berpengaruh. Kalau kita sampai mengganggunya, nasib kita akan seperti apa di masa depan?"
Pria satunya yang sudah berdiri itu seketika tertegun. "Iya juga, ya. Terus kita harus bagaimana, bos? Kalau sampai bos besar tahu kita tidak berhasil membawa Siska, dia pasti akan marah besar!"
Di tempat lain, Denis bersiap-siap untuk menjemput Siska. Denis membuka pintu depan rumah dan hendak pergi saat itu juga. Dia membawa sebuah Headlamp (senter kepala) di tanganya untuk menerangi jalanan yang gelap. Rumah Denis terletak di sebelah kiri jalan yang di mana jalanan itu agak menurun karena memang rumahnya berada di atas kaki gunung. Tepat di samping kanan jalan adalah jurang yang sangat terjal. Kalau melihat ke bawah, siapapun bisa melihat pemandangan seluruh desa Western Cily dari atas sana. Dari ujung desa Westren Cily, terlihat ada sebuah danau luas yang membatasi antara desa Western Cily dan desa lain. Sejauh mata memandang, seluruh desa Westren Cily di kelilingi oleh pegunungan-pegunungan besar yang menjulang tinggi. Tepat di atas rumah Denis adalah gunung Prau. Gunung Prau memiliki ketinggian yang cukup tinggi, yaitu sekitar 2500 MDPL. Setelah keluar rumah, Denis langsung mem
"Betul Tuan Muda. Kita tunggu saja. Bawahanku pasti akan segera kembali dan membawa Siska kepadamu, Tuan. Haha!" tambah pria bertubuh besar satunya lagi. Big Buster. Wakil pengawal keluarga Bringtong. Mereka tertawa terbahak-bahak sebelum kemudian dikejutkan dengan kedantangan dua orang pria bertudung hitam, membuka pintu utama Villa dan berlari menghampiri mereka dengan nafas terengah-engah. "M-Maaf Tuan Muda, kami gagal membawa Siska, Tuan." Kedua pria bertudung itu menghampiri Jacob, kemudian berlutut di hadapannya dengan ekpresi ketakutan. "APA! KALIAN GAGAL MEMBAWA SISKAAA?" Raut wajah Jacob seketika berubah merah padam. Rahangnya mengeras serta alis menyatu, menatap tajam ke arah dua pria bertudung itu. Jacob mengepalkan tangan lalu mengambil botol anggur di meja dan melemparkan botol itu ke lantai! Pranggkkk... Botol
Mendengar penjelasan komandanya, Denis terkejut! Ternyata ada keluarga sekejam itu di Kota Bandung City? Yang Denis tahu, Bandung City adalah kota maju. Tetapi, di balik kemajuan kota itu ternyata ada kejahatan ternyembunyi di dalamnya. "Iya Denis. Atasan menyuruhku untuk mengganti misimu. Karena kamu dekat dengan kota Bandung City, kamu di tugaskan untuk menyelidikinya. Bagaimana, Siap?" "Baik Komandan. Siap!" jawab Denis dengan tegas. "Baiklah kalau begitu. Mulai besok, kamu sudah bisa menjalankan misi ini." Komandan Andri tampak senang mendengar Denis bersemangat. "Oh, satu lagi, menurut informan, ada orang-orang misterius yang membuat pasar gelap di Bandung City" "Dengan adanya pasar gelap di sana, dunia bawah semakin tak terkendali! Kamu selidiki itu juga, ya!" lanjutnya. "Oke, komandan!" "Baiklah. Sudah dulu Denis." Denis kemudian menutup panggilan lalu memasukan ponselnya ke saku celana. Dia benar-b
"Hei? Apa yang kau bicarakan? Pria itu ingin melihat tas edisi khusus?" tanya Rio sambil tangannya menunjuk Denis dengan congkak. Ini pasti hanya lelucon! Rio memandang Denis dengan tatapan merendahkan. Denis merasa malu karena pengunjung lain juga memperhatikannya. Bella pun tidak bisa menyembunyikan rasa kesal. "Wanda! Apa kau benar-benar yakin pria itu akan mampu membeli barang di toko ini? Ayolah, jangan bercanda!" "Aku sedang tidak bercanda, Bella. Dia memiliki kartu black-gold. Dia pengunjung VIP." "Hahaha!" Sekali lagi Rio tertawa keras. " Pengunjung VIP kau bilang!? Hei, dengar, dia cuma seorang gembel di desa ini!" Salma memandang Denis dengan tatapan jijik, "Denis, Tidakkah kau malu pada dirimu sendiri? Kenapa kau tidak pergi saja dari sini?" "Hahahahaha!" Pengunjung lain ikut menertawakan Denis. Kejadian di toko i
Denis baru menyadari bahwa dia tidak mungkin membawa belanjaan dan tas Hermes ke acara reuni. Dia memutuskan kembali ke toko dan berniat mengganti pakaian dengan yang sudah dia beli di sana, sekaligus menitipkan tas Hermes nya.“Selamat datang kembali, Tuan. Apa ada lagi yang bisa kami bantu." Bella dan Wanda keheranan melihat Denis kembali ke toko.“Maaf. Bolehkah aku ikut mengganti pakaianku di sini. Aku ada urusan mendadak," ucap Denis sambil menatap kedua wanita itu di depanya.“Oh, silahkan Tuan. Di sebelah sini," jawab Wanda dan Bella secara bersamaan sambil menunjuk sebuah ruangan khusus untuk berganti pakaian.Denis tersenyum melihat Bella yang sekarang tampak lebih sopan. Mungkin dia masih malu karena kejadian tadi.“Terimakasih. Oh, ya. Aku ingin menitip tas ini. Nanti aku ke sini lagi." Denis memberikan tas Hermes edisi khususnya pada Bella.“Baik, Tuan. Dengan senang hati." Bella membungkuk hormat, m
“Hai semuanya. Perkenalkan, namaku Rio Martin. Dan ini ...." Rio beralih menatap Salma dan melanjutkan, “Aku yakin kalian sudah mengenalnya. Dia adalah pacar baruku, Salma."Semua orang terkejut mendengar perkataan Rio. Ternyata benar! Salma sudah putus dengan Denis!“Aku anak kedua dari keluarga Martin. Senang berkenalan dengan kalian," lanjut Rio sambil tersenyum menyeringai.“Hah! Keluarga Martin? A-Apa aku tidak salah dengar? Dia adalah Tuan Muda ke dua dari keluarga Martin!"Sekali lagi, semua orang dikejutkan dengan perkataan Rio. Mereka langsung berdiri dan bersorak kegirangan sambil memandang Rio dengan penuh takjub. Apa ini mimpi? Seorang tuan muda dari keluarga Martin sekarang ada dihadapan kita? Mereka sungguh tidak menduga dan tentu sangat bahagia bisa bertemu dengan Rio.Seketika suasana menjadi ricuh.Pantas saja, seorang gadis yang sangat cantik seperti Salma bisa berpacaran denganya! Tuan Muda Rio adal
“Bagaimana, boleh gak?" tanya Siska bersemangat. “Emm ..." Denis berpikir sejenak. Setelah menghembuskan nafas panjang, dia menatap Siska lalu menjawab, “Baiklah. Terserah kamu saja." Mendengar persetujuan Denis, Siska senang. Dia langsung memeluk Denis sambil berkata, “Terimakasih, Denis. Kamu memang sabahat terbaikku." “Emm, sudah sudah." Karena Denis merasa canggung dipeluk oleh orang secantik Siska, dia melepaskan pelukanya dan melanjutkan, “Kalau begitu, aku pergi sekarang. Dahh ...." Denis kemudian pergi meninggalkan Siska. Sementara Siska, dia memandang punggung Denis yang pergi menjauh sambil tersenyum. Tentu dia merasa senang. Di sisi lain, Denis benar-benar khawatir kalau kakaknya akan pulang malam ini. Untuk itu, dia berhenti sejenak di persimpangan jalan dan buru-buru memanggil kakaknya. “Hallo, kak?" “Hallo Deni
“S-Siapa kalian? Ada perlu apa kalian kepadaku!?" Siska yang masih ketakutan memaksakan diri untuk bertanya.Sementara Denis yang melihat tudung hitam yang digunakan dua pria itu, seketika dia teringat dengan apa yang dikatakan kakaknya. Mungkinkah mereka pria bertudung yang mengikuti Siska malam itu?Dua pria bertudung tersebut membuka tudungnya lalu menatap tajam sambil menyeringai ke arah Siska, “Aku yakin kau sudah tahu siapa kami, Siska."Melihat wajah mereka, ekspresi wajah Siska tiba-tiba berubah. “K-Kau ... Jameson! Mau apa lagi kalian?" tanya Siska tergagap. Rasa takutnya seketika hilang setelah mengetahui siapa mereka.Denis yang keheranan, dia menoleh pada Siska dan bertanya,“Kamu kenal mereka, Siska?"“Ya" Siska mengangguk. “Mereka adalah pengawal keluarga Brington."Denis mengangkat alis. Hah? Pengawal keluarga