"Nggak deh, Sal. Aku nggak kerja aja," ujar Nada ketika pagi ini Salsa mengajaknya untuk bekerja.
"Kenapa?" Salsa menatap Nada dengan kerutan di kening.Nada mengembuskan napas kasar, dalam hati dia bertanya temannya ini benar-benar tidak mengerti apa pura-pura saja? "Masa sih kamu enggak mengerti?" tanya Nada dengan keluh kesah.Salsa menatap wajah Nada dengan lamat-lamat. "Jangan bilang karena hal kemarin," ujar Salsa kemudian."Ya memang itu. Aku merasa malu sama yang lain. Dari tatapan mereka kemarin, mereka seolah jijik dengan aku," ujar Nada. Dia menunduk dengan memilin jari.Ada embusan napas kasar dari bibir Salsa, perempuan itu memutar bola matanya malas. "Astaga, Nada. Kamu itu dari dulu selalu begitu. Repot sekali memikirkan orang lain." Dia menatap Nada bingung.Pelan, Salsa mendekati Nada. "Dengar. Masalah kemarin itu adalah masalah kamu dengan perempuan itu dan laki-laki yang entah namanya siapa itu. Mereka semua yaNada langsung merangkulkan lengannya pada leher Aska ketika dia merasakan dirinya akan jatuh, sedang perhatiannya masih tertuju pada wajah Aska dengan bola mata yang berkedip beberapa kali. Nada masih syok loh akibat panggilan dari dokter barusan. Aska dan istri katanya? Itu artinya dia istrinya Aska begitu maksudnya?Sedangkan Aska yaang melihat respon Nada memang sengaja membuat gerakan seolah-olah dia akan menjatuhkan Nada agar perempuan itu diam. Aska masih menatap lurus ke arah sang dokter. "Iya, Dok."Dokter bernama Siska itu masih terkejut dengan kedatangan pasiennya yang bisa dikatakan sangat penting itu. "Ada apa dengan istri Anda, Pak? Kenapa digendong? Apakah baru saja jatuh? Sini-sini. Baringkan saja di sini," ujar sang dokter.Perempuan dengan jas putih itu bertanya dengan memberondong tanpa memberi kesempatan Aska atau Nada untuk menjawab, Aska pun segera meletakkan Nada ke brankar yang ditunjuk oleh Dokter Siska."Dia hanya kelelaha
Baik, Reno, Bu Mila dan juga Tari langung menoleh ke asal suara dan melihat sosok pria paruh baya yang berdiri di ambang pintu. Terlihat jelas wajah berang dari Pak Baron. Bola matanya melotot seperti ingin menerkam seseorang."Bapak," panggil Tari yang lebih dulu bangkit dari tempat duduknya.Sedangkan tatapan Pak Baron masih mengarah pada sosok Reno yang sedang merangkul istrinya. Dia berjalan pelan beberapa langkah ke depan. "Ngapain kamu ke sini?" tanya Pak Baron lagi.Tampak kepanikan di wajah Bu Mila. Masih dia ingat bagaimana kemarahan suaminya pada Reno akan apa yang telah pria itu lakukan beberapa tahun lalu sebelum putra pertamanya ini dipenjara, bahkan setelahnya pun suminya itu tak ingin menjenguk sekali pun di penjara."Pak. Ini anak kita. Anak kita yang sudah lama tidak kita temui. Apa Bapak tidak bahagia melihat kepulangannya?" tanya Bu Mila.Pak Baron sontak saja mengibaskan tangan di depan wajahnya. "Halah. Dia tidak bisa
Bu Susi dan putrinya buru-buru pulang ke rumah setelah mendengar ucapan Reno. Tampak wajah kedua orang itu yang panik. "Apa Reno tahu mengenai Citra?" tanya Bu Susi pada putrinya.Safira memberenggut. "Ibu pikir kenapa dia menolak aku dulu? Ya karena dia tahu aku menjadi selingkuhan orang," ujar Safira."Astaga! Kenapa kamu nggak pernah bilang sama Ibu?" tanya Bu Susi dengan kesal."Ya maaf.""Aduh. Tahu gitu jangan cari gara-gara sama dia tadi," ujar Bu Susi kemudian. Perempuan itu tengah memikirkan sesuatu."Terus gimana ini, Bu? Gimana kalau dia bilang sama Mas Fahmi kalau Citra bukan anaknya Mas Fahmi dan dia anak dari kekasihku dulu." Safira menggenggam tangan ibunya dan menggoyangkannya dengan kasar. tampak Bu Susi yang semakin merasa pusingTiba-tiba saja dari arah dalam terdengar seseorang bertanya. "Siapa yang selingkuh?" tanya seorang pria yang kini berdiri di ambang pintu pemisah antara ruang tamu dan bagian dalam ruma
Jujur saja, Reno tak tahu harus ke mana saat ini. Selepas kepergiannya dari rumah orang tuanya, Reno masih berjalan sampai saat ini dan tak tahu berapa lama sudah dia berjalan. Langit sudah menunjukkan kalau saat ini hari memasuki sore. Rencana pertamanya, pasti dia mencari tempat tinggal dan pekerjaan."Reno!" Suara teriakan itu membuat Reno menoleh. Dia menyipitkan mata kala melihat seorang laki-laki dengan kaus biru berlari ke arahnya dari seberang jalan. Tak lama, saat dia melihat jelas siapa sosok itu, Reno pun tersenyum dengan lebar."Reno.""Bakri," panggil mereka secara bersamaan. Dua pria itu pun saling berpelukan melepas Rindu. "Kau sudah bebas?" tanya Bakri. Pria itu tampak berpikir. "Lebih cepat, ya?"Reno mengangguk dengan tersenyum. "Syukurlah aku bebas lebih cepat karena berkelakuan baik," ujar Reno dengan kekehan.Bakri menghela napas. "Aku senang kau sudah bebas, Reno. Dan aku senang bisa bertemu denganmu. Ada s
Baik Nada dan Aska langsung menoleh ke asal suara dan melihat sosok perempuan yang tersenyum menunjukkan giginya yang rapi. "Mon maaf nih, Pak saya mengganggu. Pasalnya, kasihan sopir Pak Aska tuh yang sedari tadi nunggu di luar," ujar Salsa yang menunjuk ke arah luar kontrakan Nada.Sontak saja hal itu membuat Nada dan Aska menjauhkan diri mereka. Nada langsung mengalihkan pandangan dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sedang Aska kembali bersikap dingin dengan berdehem sebentar. "Masuk," ujar Aska pada sang sopir. Tak lama, sosok yang sedari tadi menunggu di luar pun masuk dengan membawa beberapa paperbag yang cukup banyak.Di sini, jelas kita tahu siapa yang paling ingin tahu dengan apa yang dibawa oleh Aska. "Apa itu, Pak?" tanya Salsa dengan mengintip ke salah satu paperbag meski tak dapat melihat isinya.Aska menatap datar Salsa. "Kenapa kamu yang ingin sekali tahu?"Salsa langsung menegakkan tubuh. "Iya dong, Pak. Sebagai tem
Seorang pria dengan kacamata dan tubuhnya yang tambun memasuki kantor Aska. Beberapa jam lalu dia memang sudah melakukan janji temu dengan Aska. Dia adalah sosok pengacara keluarga Bagaska sejak mendiang papanya dulu masih hidup."Ah Pak Bayu. Silakan duduk," ujar Aska dengan menunjuk sofa di ruangannya. Dia mengambilkan minuman untuk sang pengacara dan bergabung untuk duduk."Ada apa gerangan Pak Bayu? Tumben sekali Anda mendatangi saya. Ada masalah kah?" tanya Aska.Pria gemuk itu tersenyum penuh wibawa. "Tidak. Saya hanya ingin bertanya saja Aska. Apakah kamu ada masalah dengan adik kamu?" tanya Pak Bayu.Kening Aska terlipat mendengar pertanyaan pengacara keluarganya itu. "Maksudnya, Pak?" tanya Aska kemudian."Kemarin, Saka mendatangi saya untuk meminta bantuan melaporkan kasus penganiyaan yang dia alami. Yang membuat saya terkejut adalah, yang akan dia laporkan adalah kamu," jelas Pak Bayu.Aska merasa bingung dengan apa ya
Keadaan Saka pagi ini terlihat tak baik saja. Setelah gagal melaporkan sang kakak pada kepolisian, dia juga belum menemukan keberadaan Nada di mana. Sungguh dia memikirkan keadaan kandungan kekasihnya itu.Pria itu memasuki kantor dengan keadaan kacau. Ah, tidak hanya keadaannya tetapi juga penampilannya kali ini sangat kacau, persis seperti seseorang yang tidak bisa mengurus dirinya.Bisik-bisik dari para karyawan mulai terlihat ketika Saka melewati mereka, tetapi seperti biasa dia mengabaikannya begitu saja. Ketika akan sampai di ruangannya, dia melewati meja sekretarisnya yang kosong.Saka berdecak. "Ke mana dia? Mau aku minta buatkan minum juga," bisiknya.Saka berlalu dan ingin memasuki ruangannya. "Biar kupesan sendiri nanti."Namun, baru saja dia memasuki ruangannya, Saka dibuat bingung dengan beberapa orang yang tengah membersihkan ruangan itu. Kening Saka terlipat. "Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Saka.Mungkin, jika yang melakukannya ada satu orang, Saka tidak akan
"Baik, Pak. Iya, Pak. Bisa, Pak. Baik. Terima kasih." Seorang perempuan baru saja menutup telepon dari rumah makan yang dia kelola. Kebetulan orang yang berada di bagian penerimaan pesanan melalui layanan telelon sedang ke toilet, alhasil dialah yang mengangkat ketika waktu itu dirinya lewat di samping telepon.Tampak wajah Niken yang menyiratkan akan kebahagiaan. Dia menepuk tangan lalu berlari ke arah dapur di mana semua pegawainya tengah bersiap membuka rumah makan pagi ini. "Dengar. Saya ada kabar baik," ujarnya penuh semangat.Niken melihat wajah-wajah ingin tahu dari pegawainya. "Kita mendapat pesanan setiap hari jumat lima puluh kotak nasi dari beberapa perusahaan dan harus diantarkan ke beberapa panti asuhan atau masjid. Mereka ingin menjalankan jumat berkah," ujar Niken dengan penuh semangat.Semua kebagian berkah, ya. Tampak semua pegawai yang langsung bersorak karena senang. Salah satu pegawai pria mengangkat tangan. "Ya Vino?" tanya Niken.