enjoy reading ...
Dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata usianya terpaut sebelas tahun di atasku. Tapi wajahnya sama sekali tidak terlihat setua usianya. Pantaskah aku menyebutnya 'hot duda'? Masih 33 tahun sudah menyandang status duda dengan wajah tampan memikat. Dialah Paralio, arsitek idola para perempuan di kantor yang menyimpan banyak rahasia unik *** Hari itu juga Pak Lio dipindahkan ke ruangan rawat inap VVIP. Karena ia telah menyelamatkanku maka aku yang bertugas menjaga dan memberikan pelayanan kesehatan terbaik untuknya. Meski sudah pindah kamar, Pak Lio tetap tertidur dengan baju yang sama. Lalu perawat meninggalkan pakaian ganti untuknya jika sudah siuman. Malam itu pula, aku menghubungi Amelia sambil menjaga Pak Lio di kamar. Aku menceritakan runut detail kejadiannya lengkap dengan rasa bersalah dan menyesalku. Ini semua karena aku yang terlalu syok dengan kehadiran Affar bersama perempuan lain di lobby kantor. Amelia menasehatiku untuk benar-benar melupakan Affar atau
Kata orang, cinta sejati itu meskipun jauh dari seseorang yang dicintai tapi posisinya tidak akan bisa terganti. Tapi, untuk apa mempertahankan cinta yang diingini jika itu hanya melukai hati dan diri sendiri. Seperti yang kualami saat ini. Aku terluka secara hati tapi Pak Lio yang harus terluka secara fisik. Teman-teman kantor berencana menjenguk Pak Lio hari ini setelah pulang kerja. Tadi siang, pihak kantor, keamanan, bahkan Bu Fatma menginterogasiku secara langsung untuk mengetahui kronologi penjmabretan yang berakhir dengan penusukan. Syukurlah kantor segera melimpahkan masalah ini pada pihak kepolisian untuk ditangani dan meminta bagian keamanan kantor agar tidak lalai dan memperketat penjagaan. "Malam, Pak," salamku di depan pintu. Setelah dia menganggukkan kepala, kemudian kembali fokus pada siaran berita luar negeri yang sedang tayang di televisi kabel rumah sakit. Tas kecil berisi beberapa keperluan, kuletakkan di dekat sofa kemudian aku memilih duduk di sana sambil me
-Cinta sejati itu tidak mudah dan harus diperjuangkan. Karena jika sekali saja berhasil ditemukan ia tidak akan bisa digantikan.- Audrey Setelah selesai menandatangani administrasi pengobatan yang Pak Lio jalani, aku mendengar kegaduhan mereka dari luar pintu. Penasaran dengan apa yang mereka ributkan, aku tergerak untuk menguping dari celah pintu yang kubuka sedikit. Tampak Pak Lio menatap sinis ketiga temannya yang tadi sok mendekatkan kami. Pandangan sinis yang sanggup membuat para bawahan di kantor, memancarkan ketidaksukaan yang teramat.Jika teman-temannya meributkan soal hubungan kami, itu salah besar. Karena kami bisa bertemu dan berinteraksi seperti ini murni karena kecelakaan dan aku tidak memiliki rasa apapun pada Pak Lio selain menghormatinya sebagai atasan.Atasan yang berdedikasi tinggi pada profesinya sebagai arsitek ternama di kantor. Tidak ada unsur yang lain apa lagi cinta. Untuk saat ini masih Affar-lah yang membekas dihatiku. Bukan lelaki atau pria manapun.Since
Baru saja aku melangkah menuju pintu kafe, tampak seorang perempuan memakai dress navy melambai ke arahku. Bagaimana dia bisa tahu jika aku yang bernama Audrey? Apakah sebelumnya dia sudah mengenal aku atau ... memata-matai aku? Padahal aku dan perempuan itu tidak pernah saling mengenal sebelumnya.Wajah dewasa cantiknya dihiasi make up tipis yang yang tetap menawan. Membuatku tahu sekali bahwa ia bukan perempuan biasa. Belum lagi tentengan tas branded miliknya yang berdiri tegak di atas meja makan.Siapa perempuan ini?Merasa tidak mau kalah gaya, aku berjalan elegan menghampirinya. Menunjukkan padanya bahwa aku juga memiliki kharisma sebagai seorang wanita karir. Jika ia menatapku dengan senyum setengah sinis maka aku membalasnya dengan ekspresi sombong tanpa senyum.Setelah meletakkan tas kerjaku di sebelah bangku yang kududuki, aku memandangnya datar sambil bersedekap. "Mau pesan apa, Audrey? Pilih aja."Wow!! Dia benar-benar tahu namaku! Dan aku benar-benar tidak mengenal dia sam
"Perempuan laknat!" Pekiknya.Aku terkekeh dengan santainya. Baru kali ini aku merasakan nikmatnya melawan istri sah mantan kekasihku. Semua terasa bagai di atas awan saat dia begitu marah dengan deretan perhatian Affar yang sempat tercurah hanya untukku."Lo lihat ponsel gue?' Aku menunjukkannya. "Ini pemberian Affar seharga 15 juta secara cuma-cuma. Dia bahkan nyuruh gue milih yang lebih mahal tapi gue menolak dengan gaya sok imut. Yaah, biar nggak dikira mantre-matre amat lah.""Dasar perempuan tidak tahu diri!""Hey calm madam. Malu dikit kenapa?"Sebenarnya aku cukup gemetar mengingat pengunjung menatap kami risih. Aku hanya tidak mau
Luka hati karena telah dikhianati Affar jauh lebih menyakitkan dari pada Alex. Bayangan kami akan hidup bahagia setelah banyak kenangan indah nan panas yang kamu lalui, ternyata menguap bagai asap. Lalu terbawa angin dan menghilang.Ada banyak kelebihan Affar yang sanggup membuatku bertekuk walau hanya dengan sekali lirikan. Dia terlalu sempurna dimataku dengan kedewasaannya yang begitu mengayomi bagai sosok papa yang telah lama hilang dalam kehidupanku.Papa meninggalkanku dan mama demi perempuan tidak tahu diri. Dan imbasnya aku tidak mendapat kasih sayang yang seharusnya. Hingga menemukan hal itu dalam diri Affar."Bangsat! Bajingan lo Far!" Aku menangis dengan memukul stir mobil.Lalu
Aku meregangkan otot tubuh dengan segarnya ketika getaran ponsel yang ada di sebelah mengganggu pejaman mataku. Seakan dipaksa kembali ke dunia nyata. Kamar Pak Lio yang... Tunggu! Kamar Pak Lio? Aku mengedarkan pandangan dan benar saja aku tengah dengan nyenyaknya tidur di kamar atasan killer satu itu. Lalu aku menepuk jidat keras ketika melihat jam sudah sangat sore. Itu artinya aku terlelap cukup lama. Segera turun dari ranjang empuknya tidak lupa membetulkan seprei dan mematikan AC kamarnya. Lalu berlari keluar. Tapi, ada yang ketinggalan lagi. "Mejanya." Aku kembali ke dalam rumah untuk mengambil meja dan keluar rumahnya. Meletakkan kunci rumahnya di bawah pot coklat, menutup pagar depan, lalu menginjak pedal gas mobil menuju rumah sakit. "Mampus gue. Nanti Pak Lio pasti ngomel-ngomel." Walau di ponsel tidak ada notifikasi bahwa ia keberatan dengan keterlambatanku, tapi aku yakin ia
"Mbak Audrey?"Aku menoleh karena seseorang memanggil namaku, seseorang yang kukenal tapi bukan sahabat atau teman baik. Melihat dia seperti melihat wujud Affar dalam versi lain.Dia berjalan mendekat lalu sedikit membungkuk sebagai tanda hormat. "Bagaimana kabarnya mbak?""Baik.""Ada yang sedang tidak enak badan mbak?""Ada.""Kalau boleh tahu siapa?""Affar Khaleed Dirgantara." Ucapku tegas dan menusuk."Aku ingin sekali memotong adik kecilnya biar tidak seenak jidat mempermainkan hati p