Ada Kembar Empat Di Balik Selimut

Ada Kembar Empat Di Balik Selimut

last updateLast Updated : 2025-12-04
By:  Luisana ZaffyaUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
8Chapters
7views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Blurb Rhea, setelah digunakan sebagai alat untuk menyiksa Enrio dan dibuang begitu saja oleh Dario. Wanita itu mencoba menjalani hidupnya hingga di titik terendah. Bekerja sebagai karyawan di perusahaan untuk membiaya perawatan Enrio yang sedang koma dan keempat buah hatinya. Dan kehidupan seolah tak memberinya jeda untuk bernapas, di tengah lautan keputus asaan yang memaksanya untuk menyerah, kehadiran sang ibu tiri yang mencoba menjualnya pada pria tua, membawa Rhea kembali ke pelukan Dario. Kali ini bukan untuk menyiksa Enrio, tetapi menggunakan tubuhnya untuk dijadikan pelampiasan nafsu saja. Dario Carlos, setelah mencampakkan Rhea untuk menyiksa anak selingkuhan ayahnya yang berengsek itu. Pria itu pikir tak akan pernah melihat wanita itu lagi. Tetapi kebenciannya pada wanita itu rupanya tumbuh besar sebesar hasratnya menginginkan tubuh wanita itu di bawahnya. Dan siapa yang menyangka, takdir bermain-main dengan membawa Rhea kembali ke ranjangnya. Bersama rahasia-rahasia yang dibawa wanita itu. Anak-anak yang tak pernah diketahuinya, juga saudaranya yang ternyata masih hidup. Dua fakta yang membuat kebenciannya semakin menggunung.

View More

Chapter 1

Part 1 Presdir Baru

“Anak baru!” Panggilan tersebut mulai terdengar familiar di telinga Rhea yang menoleh ke samping.

“Buat 17 salinan dokumen ini dalam 15 menit. Berikan padaku di ruang pertemuan di lantai 9.”

“S-sekarang?” Rhea tak bisa menahan matanya untuk tidak melotot. 15 menit, sementara ia masih harus menyelesaikan laporan tuan Henri yang akan dibawa keluar dalam sepuluh menit.

“14 menit?” Wanita tinggi semampai tersebut menunjukkan jam tangannya dengan angkuhnya. “Sebaiknya tidak ada kesalahan dalam halamannya. Kau ingat kalau perusahaan ini baru diakuisisi dan untuk pertama kalinya presdir kita akan menghadiri pertemuan penting ini, kan?”

“Akan kukerjakan sekarang.” Rhea bergegas mengambil map tersebut dan berjalan terburuk menuju mesin fotokopi yang ada di sisi lain ruangan. Merasa sangat bersyukur masih ada satu mesin fotokopi yang tidak digunakan.

“Shalen?” cibir Genna dengan satu alis terangkat.

Rhea mengembuskan napas. “Aku harus menyelesaikan laporan tuan Henri.”

“Aku akan membantumu memeriksanya.”

“Benarkah?”

“Hanya karena aku penasaran siapa presdir baru kita.” Mata Genna mengerling genit. “Ada banyak gosip yang beredar dan aku ingin membuktikan salah satunya benar atau tidak?”

Rhea mengangguk sebagai ucapan terima kasih untuk bantuan Genna yang datang tepat pada waktunya.

“Kau tidak?”

“Aku lebih tertarik Shalen tidak membuat keributan yang membuat gajiku dipotong. Bulan ini kebutuhanku sangat banyak dan aku benar-benar putus asa harus mencari tambahan di mana lagi.”

“Hanya ada satu cara.”

Rhea tak benar-benar berharap jalan keluar yang diucapkan Genna akan menghentikan masalah keuangannya yang tak pernah berhenti. 

“Menikahi duda kaya.”

“Kau bilang akan membantuku.”

“Aku sudah melakukannya.”

Rhea yang tengah menghitung lembaran yang baru keluar dari mesin mengernyit, menolah menatap teman sesama karyawan barunya tersebut.

“Tuan Henri hanya ingin menghabiskan waktu denganmu saja, Rhea. Percayalah, dia bahkan tidak akan tahu kalau kau tidak memeriksa ulang laporanmu.”

“Maksudmu?”

“Ck, aku tak akan membuang waktu untuk menjelaskannya. Ambil saja map merah di mejaku dan letakkan di ruangannya. Lalu kau bisa memberikan semua ini pada Shalen di lantai 9, kan?”

Rhea melirik jam di pergelangan tangannya. Waktunya hanya tersisa 4 menit. “Aku akan menghitung ulang di lift. Terima kasih banyak, Genna.”

“Aku akan menyusulmu.”

Rhea tak benar-benar mendengarkan, wanita itu mengambil map merah di meja Genna dan meletakkannya di ruangan sang manager yang kosong, kemudian masuk ke dalam lift dengan langkah terburunya.

Wanita itu selesai menghitung salinan yang ke 17 tepat ketika pintu lift terbuka, berbelok ke kanan dan menuju ruang pertemuan yang ada di ujung lorong. Dua pria besar berjaga di kedua sisi pintu, memasang muka garang saat ia mendekati pintu ganda tersebut.

Tak biasanya ada penjaga di tengah pertemuan, mengabaikan rasa takut oleh tatapan dingin kedua pria itu, Rhea mendekati pintu dan bersamaan seseorang membukanya dari dalam.

“Kau terlambat,” sergah Shalen dengan bibir yang menipis dan mata melotot tajam. Menarik lengan Rhea dan membawa wanita itu masuk ke dalam ruangan luas tersebut. Berjalan di sisi ruangan dengan pencahayaan paling minim dan mendorongnya ke satu-satunya kursi kosong di sana. “Cepat duduk,” perintahnya kemudian kembali duduk di deretan depan kursi. Bersama para kepala divisi yang duduk mengelilingi meja bundar, di samping tuan Henri.

Rhea memberikan seulas senyum tipis pada tuan Henri yang menatapnya sekilas karena teralih oleh Shalen yang berbisik pada pria itu. Sementara pandangan Rhea beralih ke layar proyektor di ujung meja, yang menampilkan video gedung bertingkat tinggi.

Begitu video selesai diputar, lampu dinyalakan dan seorang direksi berdiri untuk memulai wacananya, ponsel di saku blazernya tergetar pelan. Satu pesan dari Anin, yang membuat kedua bahunya jatuh dengan lunglai.

“Stt, apa yang kau lakukan, hah? Cepat bagikan salinannya.” Shalen menyentakkan Rhea, yang kemudian tersadar dan beranjak dari duduknya. Mulai membagiku setiap salinan di depan masing-masing kepala divisi. Memutari meja dari ujung ke ujung dengan keheningan yang menyelimuti. Semua orang menunggu ia menyelesaikan tugasnya ketika suara dingin dan berat tersebut memecah keheningan.

“Kau dipecat.”

Wajah wanita muda yang berdiri tak jauh dari Rhea tampak memucat dan gelas di tangannya jatuh ke lantai. “M-maafkan saya, Tuan. Saya …”

“Pergi.” Si wanita merapatkan bibirnya dan beringsut menjauh. Dengan kepala tertunduk dalam dan menahan isak tangisnya, wanita itu berbalik dan melewati Rhea yang membeku di tempatnya berdiri.

Seluruh tubuh Rhea membeku dan bisa merasakan wajahnya yang lebih pucat dari siapa pun wanita muda yang baru saja kehilangan pekerjaan tersebut. Pegangannya pada salinan di dadanya menguat dan bahkan dirinya tak berani menggerakan pandangannya ke mana pun selain meja yang ada di hadapannya.

“Apa yang kau lakukan, mana salinan untukku?” Wanita yang duduk di sampingnya menyentuh siku Rhea yang masih mematung.

Rhea tersadar, memberikan salah satu dari tiga salinan terakhir yang tersisa. Berjalan dua langkah ke samping dan meletakkan dua salinan tersebut di meja sebelahnya lalu berbalik.

“Tunggu.”

Rhea belum mendapatkan satu langkah penuhnya ketika suara familiar yang membuatnya tenggelam ke dasar lautan tersebut kembali terdengar. Padanya.

“Kau bisa membereskan kekacauan ini?”

Wajah Rhea masih tertunduk dalam ketika kembali membalikkan tubuh. Menatap pecahan gelas yang berserakan di sekitar kakinya. Salah satu pecahan menelusup di sela sepatu sandalnya dan ia baru merasakan perih yang menusuk di ujung jari kakinya.

“Pertemuan ditunda.” Mata pria itu menyipit dengan seringai di ujung bibir. Ujung jarinya menunjuk Rhea ketika melanjutkan perintahnya. “Kecuali kau, semuanya keluar.”

Kecuali suara kursi yang didorong mundur dan langkah semua orang meninggalkan ruang pertemuan. Tak ada satu suara pun yang membantah perintah tersebut.

“Aku sudah mengatakan, jangan pernah menampakkan wajahmu di hadapanku.”

Rhea tak berani mengangkat wajahnya. Tubuhnya menggigil merasakan tatapan menusuk pria itu. Dari sekian banyaknya tempat di negara ini, kenapa mereka harus dipertemukan di tempat ini?

“Aku akan mengundurkan diri.” Rhea menahan sekuatnya getaran di dalam dirinya. Mengabaikan masalah keuangan yang menjerit dengan pernyataannya tersebut.

“Tidak hari ini,” dengus pria itu mencemooh. “Aku baru saja memecat asistenku yang tak becus itu di hari pertamaku datang ke tempat ini.”

Mata Rhea terpejam erat. Tetapi telinganya bisa mendengar gerakan pria itu yang bangkit dari kursi, menginjak pecahan gelas di lantai di antara mereka dan berhenti tepat di depannya. Napasnya tertahan, seolah tangan besar mencengkeram paru-parunya.

Rhea sudah siap menghadapi apa pun yang akan terjadi dalam satu menit ke depat. Namun tetap saja ia tidak siap ketika wajahnya dicengkeram pria itu dan tubuhnya didorong hingga punggungnya membentur meja dengan keras. Saat matanya terbuka, wajah pria itu membayang di atasnya dengan nyala amarah menghiasi dua manik hijau gelap tersebut.

“M-maafkan aku, Dario.”

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

No Comments
8 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status