KETIKA SUAMIKU MEMBAWA PULANG ISTRI BARU

KETIKA SUAMIKU MEMBAWA PULANG ISTRI BARU

Oleh:  Airi Mitsukuni  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
5 Peringkat
129Bab
145.3KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Lusi yang mendapati suaminya —Leon— berkhianat dan menikah lagi diam-diam, tetap berusaha bersikap tegar. Meskipun, luka dan rasa sakit itu jelas-jelas menyayat hatinya. Lusi bertekad bahwa dirinya lebih baik hidup menjanda daripada diduakan. Dia pun berusaha menunjukkan pada Leon kalau tanpa sang suami, dia akan tetap baik-baik saja. Membuat Leon akhirnya merasa sangat menyesal karena hanya Lusi yang mampu menerima segala kekurangan.

Lihat lebih banyak
KETIKA SUAMIKU MEMBAWA PULANG ISTRI BARU Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Wiwit Sunarti
ceritanya mengandung bawang
2022-09-13 14:28:39
2
user avatar
Lusi Yopita Fitriani
sangat bagus
2022-08-29 10:17:10
2
user avatar
Lily Angkon
the stories make some emotion
2022-07-12 10:57:30
1
default avatar
swikswok
kasian lusi.. buat alex bukan anak kandungnya william dong thor byar tau rasa mreka.. greget aku bacanya,, semangat thor..
2022-07-02 16:39:52
2
default avatar
ibun Upik Sri
lanjut lagi donk Thor, ga sabar mau tau diterima lamarannya, hihihi (bab 31)
2022-06-14 10:06:41
2
129 Bab
Part 1–Istri Baru
"Ini Mira, Dek. Kami baru saja menikah pagi tadi," ucapnya dengan mantap. Tak tersirat sedikit pun dari nada bicaranya dia merasa bersalah.Aku bergeming."Dek?" panggilnya lagi karena melihatku hanya diam sembari tetap sibuk mengotak-atik ponsel. "Aku sedang bicara denganmu, Dek. Kamu enggak dengar?""Dengar, kok," sahutku santai. Melirik sekilas, lalu kembali sibuk dengan ponsel."Aku sudah menikah lagi, Dek." Dia mengulang kalimatnya dengan suara lebih tegas."Hm, terus?" Kini aku menatapnya tenang. Meletakkan ponsel di pangkuan, lalu bersedekap.Bang Leon dan wanita bernama Mira itu saling menatap bingung. Aku hanya tertawa dalam hati.Apa dia pikir aku akan menangis-nangis? Bersujud memintanya agar menceraikan wanita itu dan kembali padaku?Halah, mimpi saja kamu, Bang!"Kamu enggak marah, Dek?" tanyanya tak percaya."Kenapa aku harus marah? Baguslah kalau Abang sudah menikah lagi," ujarku cuek. Mengambil toples camilan di meja, lalu memakan keripik singkong yang ada di dalamnya.
Baca selengkapnya
Part 2–Hanya Akting
Aku setia menemani saat perusahaan tempat Bang Leon bekerja bangkrut. Hingga akhirnya, dia pun dipecat. Berbulan-bulan dia menganggur hingga akulah yang harus banting tulang mencari uang. Rela menjadi buruh cuci, juga berjualan donat keliling hanya agar kami tetap bertahan meski dalam keadaan sulit.Saat itu Bang Leon begitu kesulitan mendapatkan pekerjaan baru. Sementara, tawaran pekerjaan lain seperti menjadi tukang bangunan atau ojek ditolaknya hanya karena gengsi. Aku pun tak pernah mempermasalahkan itu. Merasa wajar karena dia belum terbiasa dengan pekerjaan itu semua.Suatu hari, aku diterima di perusahaan besar dengan gaji yang lumayan. Meskipun begitu, aku dengan sukarela mengundurkan diri hanya karena dia cemburu dengan atasan di perusahaan itu. Padahal, kami tidak ada hubungan apa pun. Meskipun, kuakui pria itu memang baik dan sering membantu.Keadaan ekonomi kami mulai bangkit dari keterpurukan ketika dia diterima kembali di sebuah perusahaan sebagai staf keuangan. Akan tet
Baca selengkapnya
Part 3–Bukan Benalu
"Apa aktingku tadi sangat bagus, Bang?" Aku tersenyum miring sembari mengedipkan sebelah mata."Akting? Maksudmu?""Yaa akting, Bang. Pura-pura. Masa gitu aja enggak ngerti." Aku terkekeh dan duduk di lantai sembari menghapus sisa-sisa air mata."Jadi, yang tadi itu beneran cuma bohongan?""Ya iyalah, Bang. Masa iya aku harus nangis mohon-mohon cuma gara-gara kehilangan Abang. Tadi itu, aku cuma praktekin adegan yang ada di sinetron kalau tahu suaminya nikah lagi atau selingkuh."Bang Leon jatuh terduduk. Tatapan itu terlihat kecewa. Raut wajahnya seakan tak percaya kalau semua yang kulakukan tadi hanya sebatas pura-pura.Aku memasang raut wajah santai, lalu berdiri kembali."Ckckck, laki-laki di dunia ini enggak cuma kamu, Bang. Masih banyak di luaran sana yang pastinya mau menerimaku dengan tulus dan setia. Toh, aku juga masih seksi dan cantik biarpun sudah melahirkan Alva," ucapku untuk memanas-manasinya."Candaanmu itu enggak lucu, Dek." Dia menatapku tajam."Masa? Buatku lucu, tu
Baca selengkapnya
Part 4–Jaga Bicaramu!
Bang Leon sempat terdiam memandangku, tapi hanya sebentar."Ooh ...." Bang Leon tersenyum mengejek sembari mengangguk-angguk. "Jangan-jangan, kalian ini memang ada hubungan spesial, ya? Kamu ngotot minta cerai begini karena mau nikah sama duda itu, 'kan? Ngaku aja!" sergahnya sembari mengikis jarak di antara kami. Sorot penuh amarah dan cemburu itu terlihat jelas di matanya."Jangan munafik kamu, Dek! Selama ini, kamu bersikeras kalau kalian enggak ada hubungan apa-apa. Tapi kenyataannya semua itu bohong, 'kan? Kalian diam-diam menusukku dari belak—"Wajah Bang Leon berpaling saat tamparan keras berhasil mendarat di pipi kanan. Saking kerasnya sampai telapak tanganku terasa panas dan bergetar. Ini pertama kalinya aku memukul pria yang saat ini masih berstatus suami."Jaga bicaramu, Bang!" tegasku pelan, tapi penuh penekanan. "Jangan samakan aku denganmu yang gampang mengobral cinta! Aku bukan Abang yang dengan mudahnya mengingkari janji suci pernikahan! Tega sekali Abang memfitnahku b
Baca selengkapnya
Part 5–Bukan Pembantu
Pagi Hari aku sudah rapi, begitu juga dengan Alva. Kuciumi wajahnya sambil bermain di atas ranjang. Sengaja tak turun lebih dulu. Biarkan saja istri barunya itu yang sibuk berkutat di dapur.Pukul setengah tujuh pagi, aku baru turun. Aku melongo tak percaya saat melihat suasana rumah masih sepi. Kamar pengantin baru pun masih tertutup rapat. Kulihat Bang Leon masih tertidur pulas di sofa dengan mulutnya yang sedikit terbuka. Bahkan, televisi pun dibiarkan menyala.Kayaknya asyik, nih, dikerjain. Kalau aku masukin garam ke mulutnya pasti seru! Tapi jangan, deh. Kasihan juga. Pasti Bang Leon baru bisa tidur menjelang pagi. Sukurin!Kubuka semua tirai yang masih tertutup rapat, lalu mendudukkan Alva di karpet di depan televisi. Mengambilkannya banyak mainan dan memutar acara kartun. Biasanya, dia akan tenang jika menonton acara kesukaan."Main yang anteng, ya, Sayang. Mama mau siapin sarapan dulu." Kukecup kepalanya, lalu pergi ke dapur.Aku sibuk menyiapkan bumbu nasi goreng sambil sese
Baca selengkapnya
Part 6–Rayuan Mira
Aku masih berada di kamar menyusui Alva. Buah cintaku bersama Bang Leon yang sama sekali dia tak ingat bagaimana perjuangan kami agar Alva terlahir selamat ke dunia ini. Begitu pentingnya istri baru itu sampai-sampai setiap perkataannya seolah tak peduli sedikit pun dengan perasaanku.Bukankah aku Lusi? Wanita yang tegar dan kuat meski dikhianati?Namun, bulir bening yang susah payah ditahan ini masih tetap luruh juga. Aku tak pernah terpikirkan jika pernikahan kami akan mengalami ujian seberat ini. Tak pernah menyangka akan hadir sosok wanita lain di rumah tangga kami. Hati ini sakit membayangkan bayi yang tidak berdosa ini sebentar lagi akan mendapatkan kasih sayang yang pincang.Aku merasa begitu jahat, tapi ini juga demi kesehatan mental. Diriku bukanlah wanita super sabar di luaran sana yang rela membagi cinta dan keringat suaminya. Aku hanya ingin tetap waras supaya bisa membesarkan Alva tanpa derita dan luka. Tidak ingin lumpuh karena luka itu hingga akhirnya mati perlahan.Kuu
Baca selengkapnya
Part 7–Keasinan
Usai dimandikan, Alva tertidur pulas. Kubuka kotak ponsel baru, lalu memindahkan kartu dan semua nomor penting dari ponsel lama. Ponsel yang sudah bertahun-tahun tidak pernah berganti. Tak hanya RAM yang minim, tapi layarnya yang sudah retak di sana-sini terkadang cukup menyulitkanku.Jauh berbeda dengan Bang Leon. Dalam setahun ini, dia sudah tiga kali mengganti ponsel. Meski aku mengingatkan agar jangan terlalu menghamburkan uang, tapi dia selalu menganggap enteng semua itu. Padahal, tak selamanya hidup akan enak terus seperti sekarang.Dulu, kami pernah berada di titik terendah. Sekarang keadaan jauh lebih baik, tapi bukan berarti selamanya akan terus seperti ini karena roda kehidupan berputar. Meskipun, aku berdoa kami tak akan mengalami kepahitan itu lagi.Terbayang kenangan dulu, pagi-pagi aku berkeliling jualan donat. Selesai berjualan, aku pergi menjadi buruh cuci. Terkadang jualan jajanan anak-anak juga di depan rumah. Sementara, Bang Leon sendiri selalu murung dan uring-urin
Baca selengkapnya
Part 8–Talak
Aku tengah menyiapkan surat-surat kelengkapan untuk mengajukan proses perceraian. Selain membeli ponsel baru, sengaja tadi siang menyempatkan diri untuk memfotokopi beberapa berkas. Rencananya, besok pagi aku baru akan mengurus ini ke pengadilan agama.Namun, suara ketukan di pintu membuyarkan fokusku. Memang pintu kamar ini tadi sengaja dikunci. Setelah merapikan kembali surat-surat tersebut dan menyimpannya di lemari, segera kuayunkan kaki menuju pintu.Bang Leon sudah berdiri tepat di hadapanku dengan tatapan yang terlihat gelisah dan gusar."Ada apa?""Ada yang perlu kubicarakan," ujarnya pelan."Oh, iya. Aku lupa. Baiklah. Abang duluan saja turun. Sebentar lagi kususul."Bang Leon mengangguk pelan, lalu berbalik dan pergi. Sesaat sebelum menuruni tangga, dia kembali menoleh. Memandang dengan tatapan yang sulit kuartikan, lalu kembali melanjutkan langkahnya."Ayo, Sayang! Kita turun dulu temui papamu." Aku menggendong Alva yang sedang bermain di atas ranjang dengan bola-bola kecil
Baca selengkapnya
Part 9–Terakhir Kali
Alva merengek melihatku terisak sembari menggendongnya. Kubaringkan dia perlahan dan segera menyusuinya. Aku sudah mencoba mengontrol perasaan, tapi air mata ini tidak bisa diajak kompromi.Aku pernah mendambakan keluarga yang harmonis seperti Ibu dan Ayah. Mereka tetap setia sampai maut memisahkan, tapi aku? Aku gagal meraih impian itu. Alva harus kehilangan papanya di usia yang masih hitungan bulan."Maafin mama, Nak." Kukecup kepalanya lembut. "Bukan mama enggak sayang, tapi mama ingin merawat dan menjagamu dengan penuh senyuman, bukan tangisan. Mama akan terus terluka jika bertahan," lirihku seraya mengucek mata yang buram karena air mata."Saat kamu besar nanti, kuharap kamu bisa mengerti keputusan mama ini. Belajarlah dari kesalahan papamu, Nak. Belajarlah untuk memahami bahwa kesetiaan itu penting."Aku menyeka air mata saat menyadari ponsel bergetar. Nanny memanggil.Dia memang sahabat terbaik. Selalu tahu saat-saat di mana aku butuh sandaran."Assalamu'alaikum," sapanya setel
Baca selengkapnya
Part 10–Emang Enak!
Setelah memasangkan tulisan 'rumah dijual' di gerbang, aku kembali ke dalam. Memasang iklan online supaya rumah ini bisa segera terjual. Setelah uangnya ada, aku bisa mencari rumah ukuran kecil yang lebih murah, atau bisa menyewa dulu jika rumah baru belum ada.Aku mengambil foto bersama Alva. Mempostingnya dengan caption 'sekuat apa pun kita menjaga dan menggenggam, yang harusnya pergi akan tetap pergi. Selamat datang masa depan!'Banyak komentar dari teman yang tak jarang bertegur sapa di komen. Terkadang, membaca komen mereka bisa memberikan semangat tersendiri.Bang Leon sendiri tak tahu kalau aku masih memiliki akun facebook. Dulu, dia memintaku menghapus akun karena tak suka saat banyak teman pria yang ikut berkomentar jika memposting foto dan status.Kini, aku jadi punya banyak waktu santai. Aku hanya membantu mengepel dan menyapu saja karena Alva sering bermain di lantai. Untuk pekerjaan lain, biarkan saja Mira yang mengerjakan nanti. Meskipun, sebenarnya mata dan tangan ini g
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status