Gadis ini pasti tahu banyak tentang keluarga mertuaku. Buktinya dia tahu pernikahan Mas Eko yang ke dua. Sayangnya mereka tidak mengenaliku. Andai mengenaliku mungkin mereka tidak akan menyambutku seperti ini dan tidak akan beramah-tamah kepadaku."Enggak mungkin berani bawa, takutlah. Eko itu nikah lagi istri tuanya enggak tahu," jawab ibu yang duduk di depanku.Lagi-lagi dadaku bergemuruh. Kalau aku tidak ingat ini ada di mana sudah aku cari Mas Eko dan aku hajar dia habis-habisan. Aku benar-benar tidak terima diperlakukan seperti ini. Harga diriku benar-benar diinjak-injak oleh dia dan keluarganya."Kasihan ya, padahal Eko nikah tiga kali. Pintar juga si Eko sampai istri tuanya enggak tahu," sahut yang lain.Astagfirullah apalagi ini? Menikah tiga kali? Apa Eko yang mereka maksud berbeda dengan Eko suamiku? Hanya kebetulan namanya saja yang sama. Karena Mas Eko hanya menikah dua kali denganku dan juga si Rara, ulat gatal itu.Ini tidak bisa aku terima dengan akal sehat. Otakku ras
"Oh, tidak kenapa-kenapa, Neng. Aku ikut prihatin sama Teh Oca, jadi langsung speechles gini. Apa itu beneran Teh Oca diguna-guna, Bu?" tanyaku lagi."Iya, katanya orang pintar gitu sih, Neng. Dia diguna-guna. Oca kalau sama anak kecil sayang banget dan dia sakit begitu setelah melahirkan terus anaknya meninggal," terang ibu yang duduk di depanku.Innalillahi waInnailaihiroji’uun. Kasihan sekali dia. Kalau sudah begini aku harus marah atau bagaimana?Ya Allah kenapa makin tahu malah semakin runyam begini, jadi anak Teh Oca meninggal. Pasti dia terkena baby blues dan di pikiran dia, Mas Ekolah yang bersalah."Mungkin dia rindu dengan anaknya ya, Bu," ucapku prihatin."Kalau kata Ibu juga gitu Neng. Apa sih istilahnya sekarang ini blus-blus gitu? Ditambah lagi Eko kawin sama adiknya ya, makin sakit jiwa dan raganya. Batin dia tersiksa,” ujar yang lain."Baby blues, Bu.” Jawabku. Benar kata ibu ini pasti Teh Oca banyak menderita batin."Nah, itu iya, baby blues,” sahutnya lagi."Kasih
Assalamualaikum selamat malam semua. Semoga selalu dalam keadaan sehat dan bahagia selalu. Yuk, bagi yang belum follow akuku bantu follow!Happy reading everyone!❤Aku buru-buru pergi dari sini dan kembali ke rumah sebelah untuk mengambil wudu dan salat Magrib. Aku takut ketahuan kalau terlalu lama menguping. Apa yang mereka bicarakan cukup memberi bukti untukku.Setelah salat Maghrib aku muhasabah diri. Aku termenung memikirkan semuanya. Apa salahku selama ini? Kurang cukuplah baktiku? Kurang sempurnakah aku? Padahal aku bisa menerima kekurangan Mas Eko dengan ikhlas tanpa protes sepatah kata pun. Atau aku kurang cantik? Kurasa aku lebih cantik dari pada Rara. Jauh malahan. Atau aku kurang saliha? Kurasa pun tidak karena Rara selalu memakai baju kurang paham sedangkan aku berhijab. Tega sekali Mas Eko berbuat curang di belakangku bahkan doa menjanjikan materi yang banyak untuk para maduku. Bagaimana bisa juta Mas Eko membeli perkebunan dan juga sawah di sini? Dia dapat uang da
"Ibu, Teh, nyebelin! Aku ini mau diet enggak mau makan malam, tapi masih aja dipaksa. Sudah alasan juga mau makan bareng Teteh, Ibu tetap maksa malahan marah-marah." Curhatnya. Lega kukira dia tahu siapa aku."Oh, gampang itu, kita pura-pura makan aja, kamu ambil makan dua piring, tapi dikit-dikit aja biar Teteh yang habisin," jawabku girang entah ide dari mana tiba-tiba muncul begitu saja di kepalaku. Kebetulan juga aku lapar karena belum makan sejak siang tadi. Hanya beberapa kue dan teh manis saja yang kumakan tadi di sini."Benaran, Teh?" tanyanya sumringah."Bener dong, buruan gih, ambil sana! Ingat jangan banyak-banyak, ya? Teteh tunggu di sini," kataku lagi.Aku harus kirim pesan pada Mbok Wati untuk hati-hati di rumah bersama Fia, aku sebenarnya sangat rindu meski baru sehari tidak bertemu anakku itu, tapi demi membongkar kebusukan Mas Eko aku harus sedikit berkorban.Aku makan dengan lahap, karena memang sangat lapar. Gadis ini melihatku heran dan takjub makan banyak, tapi ti
Kulirik jam ternyata sudah jam 05.15 WIB. Ya, Allah ... aku kesiangan! Aku segera lari ke kamar mandi yang ada di luar. Masih sepi bahkan tak terlihat satu orang pun. Kulongok rumah sebelah yang punya hajat banyak para bapak yang tertidur di tenda tamu di sembarang tempat. Apa mereka semua mabuk. Membayangkannya saja aku bergidik ngeri.Tepat jam enam aku selesai salat subuh dan juga zikir pagi. Di luar sudah terdengar suara beberapa orang mungkin yang bantu-bantu punya hajat sudah mulai berdatangan.Aku bangunkan gadis ini sejak tadi, tapi tidak juga mau bangun apa dia tidak salat."Neng, sudah jam enam, emang Eneng enggak sekolah?" "Neng, bangun! Sudah jam 9 lewat, tuh!” seruku berbohong, benar saja gadis ini langsung bangun dan lari ke belakang. Aku tertawa melihat tingkah konyolnya."Ah, Teteh bohong, masih jam 6 tuh!" katanya ngambek sambil menata buku sekolahnya."He he ... maaf deh! Enggak usah cemberut gitu dong, nanti enggak Teteh beliin kuota lagi, loh. Sudah sana mandi na
🌸🌸🌸🌸🌸Kutarik lengan anak ini dan gegas mengajaknya pergi dari sini.“Teh, kenapa kok, buru-buru?”“Teteh takut ketemu siapa itu si Eko. Ups!” jawabku keceplosan.“Ha ha ... iya, Teh. Emang mengerikan itu laki-laki mata keranjang. Kalau lihat aku saja enggak mau kedip. Apalagi lihat Teteh yang cantik jerit begini,” jawabnya. Untung saja anak ini enggak curigaan. Aman!“Makanya itu Teteh takut. Yuk, buruan! Itu mobil Teteh di sana!” ajakku."Baru kali ini loh, aku sekolah diantar pakai mobil, biasanya nebeng sama teman kalau Bapak enggak bisa antar," celotehnya.“Alhamdulillah semoga saja nanti Neng jadi orang sukses dan ke mana-mana naiknya mobil,” jawabku.“Aamiin ... Teh!” Kemudian dia selfie-selfie. Bisa gawat nih, kalau dia update status terus ketahuan Mas Eko dan yang lainnya.“Neng. Pemandangan di sini bagus sekali , ya?”“Iya, Teh. Kan, masih di pelosok kampung. “"Eh, iya Neng, tahu enggak kebun di sini yang mau dijual? Kayaknya kalau beli kebun di sini enak juga,"
[Bu, kata orang Bank, bapak dan ibu harus segera pulang kalau tidak maka saya terpaksa harus mengosongkan rumah ini.]Kubaca berkali-kali WA dari Mbok Wati. Kalau posisiku ada di Mbok Wati pasti aku juga akan terus mengirimi pesan untuk majikanku. Kasihan dia pasti bingung.[Iya, Mbok, tolong sampaikan kepada orang bank aku akan segera pulang mungkin kalau tidak besok ya, lusa dan akan segera datang ke bank untuk mengkonfirmasi.] Dengan tangan gemetaran aku mengetik balasan untuk Mbok Wati.[Baik, Bu!][AKu juga minta tolong Mbok, jangan beritahu pada ke dua orang tuaku. Biarlah aku yang menyelesaikan masalah ini sendiri. Kasihan mereka sudah sepuh.][Iya, Bu. Pasti Mbok akan rahasiakan ini dari orang tua Ibu.]Tak kubalas lagi Wa dari Mbok Wati. Aku harus segera tancap gas dan mencari tahu tentang perkebunan yang Mas Eko janjikan untuk teh Oca.Laki-laki itu benar-benar brengsek. Dia tak hanya cukup dengan satu wanita saja bahkan sampai tiga wanita berhasil dia bohongi. Kalau tahu j
“Ha ha ha ... kasihan banget sih, kamu. Sudahlah ditinggal nikah ini jarang dibelai dan Mas Eko memilih aku. Heh, Lisa! Yang harusnya berkaca itu kamu bukan aku nyatanya Mas Eko memilihku dari pada kamu. Asal kamu tahu aja ya, Mas Eko setiap denganku pasti dia selalu membandingkan aku dan kamu bahwa kamu itu loyo tidak bisa memanjakan suami sedangkan aku bisa. Itulah kenapa Mas Eko lebih memilihku dari pada kamu. Sudah, ya, awas kamu kirim-kirim pesan lagi Sama Mas Eko. Aku tabok mulutmu!”“Ha ha ha ... kamu mau Mas Eko? Ambil! Ambil sana! Aku sudah tidak butuh laki-laki seperti dia. Buaya buntung seperti Mas Eko memang pantas untuk aku hempaskan jauh-jauh dari hidupku. Silakan pungut sampah yang sudah aku buang. Memang sampah itu pantas dipungut oleh pemulung seperti kamu dan satu lagi kamu dan aku memang berbeda bagaikan langit dan bumi. Aku cantik, kamu jelek. Aku berkualitas kamu tidak! Yang menjadi andalan kamu hanyalah Miss V dan goyanganmu saja. Aku ditinggal Mas Eko tidak ma