Share

04. Ketukan Pintu

Penulis: ime-chan
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-23 18:00:03

Tok tok tok

Suara ketukan pintu terdengar malam itu, menggema dan menyebar di dalam laboratorium yang sunyi. Ayesha saat itu tengah memeriksa kembali data hasil eksperimen pada layar komputer ketika ketukan dari arah pintu menginterupsi konsentrasinya. Mulanya, dia berpikir bahwa itu adalah ilusi semata, tetapi terbantah sudah ketika ketukan itu terdengar lagi, lebih keras dan semakin jelas. Berangkat dari separuh keraguan, Ayesha melepaskan diri dari kursi, langkah-langkah pelan dituntun menuju sumber suara. Pertanyaannya cuma satu. 

Siapa gerangan yang akan mencarinya di tempat terpencil seperti ini?

Dan faktanya hanya segelintir orang saja Ayesha yakin mengetahui keberadaan laboratorium independen kecil barunya ini.

Saat kenop pintu diputar dan pintu tertarik ke dalam, Ayesha kaget bukan kepalang menangkap sosok Daren berdiri di hadapannya. Pria yang saat ini sudah mencapai mimpinya dulu mengenakan jas gelap yang mengkilap, rambut disisir rapi ke belakang, seperti biasa menunjukkan citra dan aura sempurna untuk seorang politisi ambisius. Ayesha hampir tak mengerjap. Kali ini, Daren datang dengan sesuatu yang berbeda pada tatapan matanya — suatu kelembutan palsu yang nyaris menyembunyikan sesuatu yang lebih gelap di sana.

“Ayesha,” sebut Daren, suaranya lembut diselimuti ketegasan, “kau terlihat baik, rasanya sudah lama, ya?”

Pertanyaan mencurigakan Daren tak langsung menjawab Ayesha. Dia masih menatap pria itu dengan mata tajam, memperhitungkan lebih dulu setiap gerak-geriknya,

"Kamu mau apa disini, Daren? bagaimana caranya bisa menemukan tempat ini?"

Bibir Daren melengkung tipis, senyum yang sebelumnya sempat membuat Ayesha merasa aman, tetapi tidak lagi sekarang. Perangai itu hanya meninggalkan rasa curiga.

“Aku selalu punya cara, kurasa kau tahu itu, Aku datang hanya karena ingin bicara, itu saja, Ayesha.”

Merasa ada yang tidak beres, tangan Ayesha menyilang di dada, ia tetap berdiri di ambang pintu sama sekali tak membiarkan Daren melangkah lebih jauh,

“Kalau begitu bicarakan saja di sini, waktuku tidak untuk permainanmu,”

“Terimakasih Ayesha, aku sebenarnya tidak ingin membuat rumit keadaan, aku merasa kita perlu menyelesaikan apa yang belum selesai,”

“Selesai?” Ayesha tertawa kecil tanpa kebahagiaan, “bagiku semuanya sudah selesai, Daren, ketika kau lebih memilih seorang wanita kaya yang keluarganya mendanai ambisi politikmu dan mencampakkan aku, lalu apa lagi yang belum selesai?”

Daren menutup mulutnya sejenak, seolah sedang mencari kata-kata yang tepat untuk diluncurka,

“Aku tahu aku yang salah, aku minta maaf telah menyakitimu, tapi Ayesha, aku seperti tidak punya pilihan lain waktu itu, kau tahu bukan betapa pentingnya posisi ini untukku?”

“Kau bilang tidak punya pilihan, Daren?” nada suara Ayesha tanpa sadar semakin meninggi, matanya berkilat penuh emosi, “Apa perlu aku beritahu jika semua ini tentang pilihan, pertama, kau memilih kariermu, kedua, kekuasaan, dan ketiga kau memilih untuk menelantarkan aku, so stop saying you didn’t have choices!

Tampaknya Daren mulai terguncang, tetapi dengan segera mendapatkan kembali dirinya,

“Saat itu kau tidak mengerti dengan tekanan yang aku alami, Ayesha, semua orang berharap begitu banyak dariku, keputusan yang harus aku buat sangat sulit,”

“Keputusan yang sulit, ya? Aku itu orang yang selalu ada untukmu, Daren, di balik ide dan rencana program sosial yang kamu ajukan untuk menarik PA, aku juga yang mencarikan data riil untuk memperkuat argumenmu, pidatomu supaya apa yang keluar dari mulut politikus ini berkesan di mata orang-orang, tak sampai disitu aku bahkan mengesampingkan karierku sendiri untuk mendukung ambisimu, jadi, jangan berani lagi bicara padaku tentang keputusan sulit,” suara Ayesha bergetar, bukan masalah takut, tetapi kemarahan dan kekecewaan yang membuncah.

Dan untuk pertama kalinya, Daren terlihat kehabisan kata-kata. Kepalanya tertunduk. Dia menarik napas panjang sebelum mengangkat tatapannya kembali ke mata Ayesha,

“Aku ke sini tidak untuk memperdebatkan masa lalu, Ayesha, aku di sini karena aku butuh bantuanmu.”

Kata-kata itu hanya membuat Ayesha diam. Dia memandang Daren tanpa sorot percaya sedikitpun,

“Bantuan?” ulangnya dengan suara yang terdengar dingin, “setelah semua yang kau lakukan, sekarang kau datang untuk meminta bantuan? sepertinya kau memang batu,”

“Aku tahu, Ayesha, aku tahu aku tidak pantas untuk meminta apapun darimu,” Daren melanjutkan, “tapi kini situasinya sedang rumit, ada isu lingkungan yang mempengaruhi salah satu distrik tempatku memimpin CDC, dan aku pikir kau mungkin selalu punya solusi,”

Kening Ayesha berkerut pecah antara rasa penasaran dan kemarahan,

“Isu lingkungan? sepertinya kau terlalu bodoh sampai berpikir aku akan begitu saja membantumu, kau benar-benar tidak tahu malu, Daren,”

“Ayesha, dengar! ini bukan hanya tentang aku, melainkan tentang ribuan orang yang bergantung padaku sebagai pemimpin mereka, aku tahu betul kau adalah ilmuwan terbaik di bidang ini, apabila ada seseorang yang bisa membantu, yaitu adalah kau, Dr. Ayesha Al-Farisi,”

Perkataan Daren, meskipun terdengar tulus membuat Ayesha semakin curiga. Dia tahu, Daren terlalu pintar untuk tidak memanipulasi keadaan demi kepentingan pribadi.

“Kau hanya peduli dengan citra dan reputasi, bukan? jika aku membantu, dengan begitu kau bisa menyelamatkan wajahmu di depan para councils, maka dari itu aku tidak akan mau jatuh ke dalam jebakan, Daren.”

“Ayesha, tolonglah,” pinta Daren dengan nada memohon, sesuatu yang jarang dia tunjukkan, “Aku tahu aku tidak layak untuk mendapatkan pertolongan darimu, tapi setidaknya tolong pertimbangkan kali ini, tidak untuk aku, tetapi untuk orang-orang yang memerlukan solusi,”

Ayesha diam, memutar kata-kata Daren dalam kepalanya. Bagian dirinya yang penuh rasa dendam ingin menolak mentah-mentah, tetapi di sisi perannya sebagai scientist merasa tergelitik oleh permasalahan yang dibawa Daren. Namun, dia tidak tahu apakah masih bisa mempercayai pria ini begitu saja. Daren selalu saja punya agenda tersembunyi.

“Aku akan memikirkannya,” kata Ayesha akhirnya, suaranya datar, “tapi jangan berharap terlalu banyak,”

Daren mengangguk pelan, senyumnya kembali muncul,

"Itu sudah lebih dari cukup, Ayesha, aku betul-betul menghargainya,"

Ketika Daren berbalik hingga akhirnya pergi, Ayesha mendorong pintu dengan pelan, lalu bersandar pada dinding. Nafasnya berat, dadanya sesak akibat berbagai emosi yang campur aduk. Dia merasa seperti terjebak dalam pusaran masa lalu yang berusaha dia tinggalkan, tetapi tidak pernah benar-benar pergi.

Ayesha kembali berjalan ke meja, menatap tawon-tawon di kandang kaca. Mereka tampak gelisah, bergerak dengan energi tak biasa.

"Kalian tahu, dia tidak berubah," gumam Ayesha kepada serangga-serangga itu, hampir seperti berbicara kepada dirinya sendiri, "dia masih sama, manipulatif dan penuh tipu daya,"

Namun, di dalam hatinya, dia tahu ini belum berakhir. Daren telah menyibak tirai konflik yang lebih besar dan Ayesha bisa merasakan bahwa masa depan yang dia coba bangun akan segera terguncang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Aku, Raja Mafia dan Bayang-Bayang Kekuasaan   35. Ayesha Dibalik Layar

    Di ruangan observasi markas Alexei yang remang, cahaya dari layar-layar besar menjadi satu-satunya sumber penerangan, memantulkan kilatan biru dan merah ke dinding beton yang dingin. Suasana di dalamnya terasa seperti jantung dari sebuah sistem yang mengawasi dunia yang sedang runtuh perlahan. Layar utama menampilkan berbagai statistik real-time — angka-angka yang terus bergerak, tak pernah berhenti, seolah menggambarkan denyut nadi dari kekacauan yang sedang berlangsung.Jumlah serangan bertambah setiap menit, zona-zona yang sebelumnya aman kini berubah menjadi wilayah terkunci, ditandai dengan warna merah menyala yang menyebar seperti luka di peta digital. Di sisi lain layar, grafis yang menunjukkan tingkat kepanikan publik berdenyut pelan namun pasti, seperti gelombang yang tak henti menghantam garis pantai. Setiap lonjakan grafik bukan sekadar data — itu adalah jeritan, ketakutan, dan kehilangan yang tak terlihat.Beberapa operator duduk di depan konsol, wajah mereka tegang, mata

  • Aku, Raja Mafia dan Bayang-Bayang Kekuasaan   34. Daren dalam Tekanan

    Ruangan konferensi Balai Kota dipenuhi aura tegang saat Daren masuk dengan langkah berat, jas biru gelapnya tampak kusut karena malam tanpa tidur. Di hadapannya, barisan tim kampanye dan pejabat tinggi menunggu dengan ekspresi campuran panik dan skeptis. Lampu ruangan menyinari wajah mereka tanpa ampun, menegaskan kelelahan yang terpancar jelas. Suara Daren serak saat ia membuka rapat, seolah kelelahan dan tekanan telah mengikis ketegasannya sedikit demi sedikit. Ruangan itu sunyi, hanya denting jam dinding dan dengung pendingin ruangan yang terdengar samar. Ia berdiri di ujung meja oval panjang, tubuhnya tegak namun matanya menyimpan bayangan keraguan.“Kita sedang menghadapi krisis kepercayaan, media menuntut jawaban, oposisi membidik kita, dan warga… mereka ketakutan,” ucapnya menggema di ruangan, menyentuh setiap sudut dan setiap orang yang duduk di sana.Ia menatap satu per satu wajah di depannya — para pejabat, analis, dan kepala divisi — mencari sesuatu yang lebih dari sekadar

  • Aku, Raja Mafia dan Bayang-Bayang Kekuasaan   33. Krisis Nasional

    Peringatan status darurat sipil diumumkan tepat saat fajar menyingsing di atas Singapura. Speaker publik yang biasanya mengumumkan pembukaan sekolah pagi itu mendadak memancarkan sirine peringatan. Kepala dinas sipil muncul di layar, mengenakan jas pelindung ringan, menyampaikan dengan suara gugup,"Bandara Changi ditutup hingga pemberitahuan lebih lanjut, semua penerbangan dilayani darurat, dan warga diminta tetap di dalam rumah." Seketika, jalan menuju terminal kosong, konter tiket mati lampu, dan layar keberangkatan kosong tanpa satu jadwal pun tercantum. Seketika, suasana berubah drastis. Jalanan yang biasanya dipenuhi langkah-langkah tergesa para penumpang kini lengang, sepi tanpa satu pun jejak manusia. Terminal yang dulu riuh oleh suara koper berderak dan panggilan keberangkatan kini hanya menyisakan gema hening yang menyayat. Konter tiket berdiri bisu dalam kegelapan, lampu-lampunya padam seperti harapan yang perlahan meredup. Layar keberangkatan yang biasanya menampilkan der

  • Aku, Raja Mafia dan Bayang-Bayang Kekuasaan   32. Kekacauan di Tengah Kota

    Pagi hari setelah serangan di Bukit Merah dimulai dengan keheningan yang tak wajar. Matahari menyinari kota dengan kilau keemasan, namun tak ada yang menyambutnya seperti biasa. Jalan-jalan utama di sekitar distrik selatan terlihat kosong, dan suara kendaraan yang biasanya padat pada pukul tujuh pagi kini nyaris lenyap, digantikan bisik-bisik ketakutan yang menyebar seperti asap. Di layar-layar digital yang terpampang di berbagai sudut kota, berita utama muncul serentak ‘Serangan Tawon Misterius Hantam Bukit Merah, Puluhan Luka-Luka, Tiga Korban Jiwa’. Tayangan drone yang bocor di media sosial menunjukkan gambar yang mengerikan, seseorang tergeletak dengan wajah lebam dan tubuh bengkak, suara dengungan berat terdengar samar-samar di latar video.Bandara Changi langsung menghentikan seluruh jadwal penerbangan domestik dan internasional untuk sementara waktu, “Langkah preventif terhadap potensi penyebaran spesies agresif,” begitu penjelasan dari Departemen Pertahanan Hayati Singapura.

  • Aku, Raja Mafia dan Bayang-Bayang Kekuasaan   31. Pelepasan Pertama

    Langit di atas distrik Bukit Merah malam itu dipenuhi awan pekat yang menyelimuti lampu kota dengan kabut lembab dan suram. Udara terasa lebih dingin dari biasanya, seolah menyadari bahwa sesuatu yang tak biasa akan terjadi. Di tengah keheningan yang hanya sesekali dipecahkan oleh suara kendaraan larut malam, ada bayangan bergerak cepat di balik gedung tua yang telah lama terbengkalai. Di dalam bangunan itu, tersembunyi dari pandangan publik, Ayesha berdiri di depan sebuah kapsul transparan berbentuk bulat, dikelilingi alat kontrol feromon dan layar pemantau termal. Di dalam kapsul itu, ratusan Vespa mandarinia hasil modifikasi berdesakan dengan tubuh gemuk, sayap berdenyut pelan, dan mata yang menyala kemerahan dalam gelap. Mereka seperti mesin biologis yang tengah menunggu perintah untuk dilepas.“Target dalam radius 1.8 kilometer, populasi malam hanya 27 persen dari kapasitas siang hari, minim gangguan sipil,” ujar seorang pria berpakaian hitam lengkap dengan headset komunikasi. N

  • Aku, Raja Mafia dan Bayang-Bayang Kekuasaan   30. Momen Mengubah Segalanya

    Hujan deras mengguyur kota Singapura malam itu, menimbulkan ritme monoton yang menggema di dinding kaca markas Alexei. Langit malam menggantung kelam, menyisakan sisa-sisa hujan yang membasahi jalanan. Di dalam ruangan yang temaram, Ayesha berdiri dengan tubuh kaku, menatap pria di depannya dengan sorot mata yang sulit diartikan. Nafasnya masih sedikit tersengal setelah kejadian di luar sana—kejadian yang seharusnya tidak pernah terjadi, tetapi justru mengubah segalanya.Beberapa jam sebelumnya, Ayesha hampir kehilangan nyawanya. Dia sedang dalam perjalanan menuju laboratorium ketika sebuah mobil hitam tanpa plat nomor tiba-tiba melaju kencang ke arahnya. Tidak ada waktu untuk berpikir, hanya reaksi insting yang membawanya menghindar tepat sebelum mobil itu menabraknya.Tapi dia tidak cukup cepat—bahunya menghantam keras trotoar, membuatnya terseret beberapa meter di atas aspal yang basah. Kesakitan yang menusuk membuat kepalanya berputar, dan saat itulah dia melihat seseorang keluar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status