Akira Carrasco adalah satu-satunya pria keturunan Jepang yang tinggal didaratan eropa. Di tahun 1960, ayahnya yang seorang pelaut membawa Akira untuk tinggal ditempat asalnya. Akira harus hidup seorang diri, kehidupan yang sangat sulit untuk dijalani. Apalagi karena wajahnya yang sedikit berbeda dengan orang disekitar tempat tinggalnya, membuat dia sulit untuk mendapatkan teman. Menemui jalan buntu. Ketakutan. Hingga rasa sakit hati. Pada suatu ketika Akira bertemu dengan sorang pria aneh. Pria itu berjanji akan mewujudkan apapun yang Akira inginkan. Namun untuk itu ia memberikan syarat. Mendapat bantuan dari pria tersebut Akira menjelajahi ruang waktu untuk mendapatkan keinginannya. Tidak mudah untuk itu dia bahkan harus menjalani banyak misi yang di berikan juga disisi lain dia harus menyelamatkan banyak orang yang ia sayangi. Hingga harus terlibat dengan banyak orang jahat. Editor Visual ads_aspera foto by; https//www.pexels.com/id-id/foto/orang-yang-mengenakan-jaket-hitam-dan-
Lihat lebih banyakDi sebuah sore awan menggantung, langit diluar mendung. Kabut merangkak menyelimuti sekeliling kota. Petir mulai menggemuruh terdengar, kilatannya sampai masuk kedalam ruangan. Gelap perlahan menghalangi pandangan, ada sekat yang tiba-tiba menyumbat.
"Tik tok tik tok,” jarum jam menunjukan pukul lima sore, pengunjung satu persatu nampak berdatangan untuk berkunjung. Sekarang aku sedang membersihkan meja yang baru saja ditinggalkan pengunjung disebuah bar tempat aku bekerja. Dengan rasa letih yang menggunung, punggungku terasa pegal dan pinggang rasanya mau copot. Yak, aku bekerja sebagai pelayan disebuah bar tidak jauh dari tempatku tinggal.
Namaku Akira Carrasco, mungkin aku adalah pria keturunan jepang satu-satunya didaratan eropa ini, sekarang umurku sudah 27 tahun. Beberapa tahun yang lalu ayahku yang bekerja sebagai pelaut membawaku kekota ini, setelah ayahku meninggal aku harus melakukan pekerjaan apapun untuk menyambung hidup. Karena aku tidak mempunyai satu pun sanak saudara ditempatku tinggal sekarang ini.
Kalau ditanya soal ibuku, aku pun tidak tahu dia masih hidup atau sudah meninggalkan dunia ini, satu-satunya yang aku ingat adalah sebuah pertengkaran yang hebat terjadi dimasalalu. Hingga membuatku dipaksa berpisah dengan ibuku waktu itu.
Pengunjung malam itu semakin ramai, bar tempatku bekerja ini memang selalu ramai diminati banyak orang dikota tersebut. Bar yang berasitektur elegan dengan kursi yang begitu teratur dan meja yang sedemikian pas ditata agar setiap tamu bisa santai menikmati suasana sambil menikmati minuman dan makanan yang tersedia.
Suara musik jazz sangat merdu terdengar ditelinga. Aku selalu seperti ini di sela-sela pekerjaanku ternganga karena melihat seorang wanita yang begitu cantik. Kulitnya berwarna putih, dengan bola matanya yang berwarna kecoklatan. Senyumnya seperti bunga mawar yang sedang mekar, kakinya yang jenjang begitu gemulai, postur tubuhnya yang semampai begitu menambah keindahan dirinya. Sejak pertama kali melihatnya aku sudah jatuh cinta dengan wanita ini.
Namanya Belinda Paz Sastre, seorang wanita muda, yang dianugerahi suara merdu, primadona dikota tempatku tinggal, ia amat terkenal karena pekerjaannya sebagai penyanyi yang mengisi acara-acara saudagar kaya dikota ini. Terkadang kalau ada acara ditempat sadaugar kaya seperti itu aku pun bekerja sebagai pelayan, hanya sekedar untuk melihatnya setiap waktu dan penampilannya ketika bernyanyi, juga untuk sekalian menambah-nambah penghasilanku.
Bar tempatku bekerja ini juga selalu ramai karena banyak pria dikota ini yang mengagumi dirinya. Namun aku sadar, diriku bukanlah apa-apa untuk mendapatkan cintanya, aku pun hanya bisa mengaguminya saja. Terlebih lagi yang aku tahu dia sudah memiliki seorang kekasih, anak dari seorang pengusaha yang paling kaya dikota ini.
Ia yang menjetikkan rokok di bawah meja bar, dan menenggak sebotol bir berukuran besar. Ia yang duduk di meja depan panggung itu yang telah menjadi tempat favoritnya, Bernardo Casas seorang pria yang memiliki sifat angkuh dan sombong. Kalau harus dibandingkan dengan kekayaannya, aku sangat jauh dibawahnya.
Tiba-tiba aku tersentak lalu tersadar dari lamunan, karena suara dan tepukan tangan seseorang dipundakanku.
"Hei Akira! kenapa kamu hanya berdiam saja disini, tolong bantu aku membawakan makanan dan minuman kemeja nomor dua." seru Mario Rubio dia adalah satu-satunya teman yang aku miliki, dia bekerja sebagai pelayan juga bersamaku ditempat ini. Karena sedikit berbeda dan terlalu miskin. Aku jadi terasingkan dan sulit untuk mendapatkan teman dikota ini."Oh.. maafkan aku, segera akan aku kerjakan." kataku beranjak pergi untuk mengambil pesanan dari pengunjung yang memesannya.
Makanan dan Minuman telah siap, aku membawa beberapa minuman disusul dengan makanan menuju kemeja nomor dua, yang agak terpisah dan berada didekat jendela. Aku menghela nafas sesaat karena sudah lelah, sebab pekerjaan malam ini cukup banyak juga.
Aku selalu memikirkan mungkinkah ini awal yang mesti ku jalani, atau mungkin akhir dari segalanya. Entahlah,aku sangat takut meraba –raba masa depan. Aku selalu berdoa dimalam ketika semua orang tak bisa mendengarnya. Berharap masih ada kesempatan untuk memupuk kembali masa depan yang semestinya, mungkin setidaknya untuk bisa bertemu lagi dengan ibuku.
Malam ini begitu penat, tepat pukul 22.00, aku baru selesai bekerja digantikan oleh karyawan yang lain. Malam semakin sunyi dan udara dingin terasa semakin menusuk. Sejak tadi juga tidak ada satu orang pun yang melewati jalan ini. Namun aku tetap melangkahkan kedua kakiku di tengah-tengah keheningan yang semakin mencekam bersama Mario, tidak sering aku pulang bersama dirinya karena rumah kami yang berdekatan dan satu arah juga.
"Hei, Akira aku sering sekali memperhatiaknmu melamun melihat Belinda saat sedang bekerja, apa kamu menyukai dirinya?" tanya Mario.
"Apa maksutmu? siapa pun dikota ini pasti menyukai Belinda karena parasnya yang cantik." elak Aku menjawab pertanyaan Mario yang membuatku jadi salah tingkah.
"Aku hanya bertanya saja, dan mengingatkan kita ini bukan siapa-siapa! jadi untuk mendapatkan wanita seperti dia itu sangat tidak mungkin." kata Mario menasehati.
Aku pun sebenarnya sadar dengan ucapan Mario, tetapi karena rasa suka yang berlebihan, aku jadi sulit mengendalikan diriku sendiri saat melihat Belinda yang begitu cantik ketika bernyanyi.
"Aku tau itu, tidak perlu mengingatkan. Aku memang tidak pantas untuknya." bela aku."Baguslah kalau kamu sadar, jadi lebih baik kamu mencari uang saja yang banyak. Agar tidak kelaparan." ujarnya.
"Tenang saja, memang hanya itu yang aku lakukan saat ini!" kataku.
"Oh, iya nanti akan ada acara besar dari seorang saudagar kaya dikota ini, lumayan untuk menambah penghasilan kita nanti." katanya.
"Benarkah! terimakasih atas infonya, aku pasti akan melakukan pekerjaan itu." kataku.
"Iya, nanti kita akan bekerja disana bersama, kalau gitu aku pulang duluan. Kamu hati-hati dijalan." kata Mario kami berpisah disebuah persimpangan dekat rumahnya, lalu aku melanjutkan perjalanan.
Tetapi saat dalam perjalanan tiba-tiba saja aku merasa lapar, untung saja masih ada stand makanan pinggir jalan yang masih menjajakan dagangannya. Kemudian aku berhenti sejenak untuk membeli Taco, mengganjal perutku dan membeli secangkir kopi, sesaat aku makan dan menyesap kopi yang kubeli.
Suaraku benar-benar terkunci karena menikmati makanan dan kopi yang baru saja kubeli. Setelah beberapa saat aku melihat keujung jalan, kepada seseorang yang sedang berdiri disana tidak begitu jelas, orang itu seperti terus menatap lurus kedepan, kearah tempatku berada sekarang. Dikejauhan aku melihat tampak sapuan cahaya lampu kota diatas kepala orang tersebut, papan-papan iklan menjulang tinggi, serta pabrik. Tapi yang kurasa disekelilingku seketika malam ini hening menyelimuti, teramat sepi sehingga jangkrik begitu nyaring mengerik. Didekat kakiku batu-batu sebesar kepalan tangan berserakan dari keramaian yang sudah berlalu. "Siapa orang disana itu, menatap aneh seperti itu?" gumam aku dalam hati.
Karena sudah terlanjur melihatnya dan penasaran maka aku menghampirinya, mencoba memberanikan diri dan mengalahkan rasa takutku.
Ketika aku menoleh kiri dan kanan untuk mengawasi situasi, kalau-kalau orang itu ingin melakukan perbuatan jahat denganku paling tidak aku bisa meminta tolong kepada orang lain. Tetapi apa yang terjadi aneh sekali? orang itu lenyap dari tempatnya begitu cepat, aku tidak melihatnya disekitar situ. "Sialan! sebenarnya siapa orang tadi itu, atau mungkin dia bukan orang?" bergumam aku memikirkan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan oleh nalar.
Barangkali itu adalah seorang gelandangan yang baru saja melintas, atau seorang buruh pabrik sehabis kerja lembur. Sebab jalan itu aksesnya dekat dengan pabrik. Sangat memungkinkan akan bertemu seseorang, pikirku. Karena aku pikir orang itu sudah tidak ada, masa bodo denganya! aku melanjutkan perjalananku kembali kerumahku.
Di depan kami samar-samar sudah terlihat gerbang barat sebuah desa, sesampainya di gerbang kami sangat terkejut, beberapa bagian benteng sudah rusak dan ada banyak bekas pertempuran. Terlihat penjaga gerbang berlari ke dalam desa, sepertinya akan memberitahu warga yang lain kalau kami akan datang. Kami segera berjalan menuju ke tengah desa. Alvar menuju ke papan pengumuman di dekat pohon beringin besar di tengah desa. Kami berjalan dengan ekspresi muka penuh tanda tanya. Sebenarnya apa yang terjadi?"Wahai saudara-saudaraku, apa yang terjadi di desa kalian ini?” tanya Alvar keras kepada para warga yang menyambut kedatangankami."Desa ini telah diserang banyak kawanan hewan buas. Kami sudah berusaha semampu kami untuk melawan dan mempertahankan desa ini, namum mereka sepertinya sudah sulit untuk bisa di kendalikan.” jawab seorang penjaga gerbang mewakili warga."Hewan-hewan itu bermata merah, mereka seperti diperintah oleh suatu kekuatan.”
Malam sedang membawaku berjalan di atas roda mimpi yang berputar kala tidur lelapku. Ya, berjalan, bukan berlari. Karena aku ingin menikmati setiap alunan khayalan yang melintas di depanku. Sekelilingku putih, sangat putih tak berujung. Aku terus berjalan dan berjalan hingga putih di sekitarku semakin lama semakin redup ditelan kegelapan. Kemudian aku mendengar bunyi “Tik..tok..tik..tok..” Seperti suara mesin jam yang sedang mengayun jarum detiknya.Aku juga melihat seperti ada sinar dari luar yang menembus ke dalam duniaku. Bola mataku bergerak ke kiri dan ke kanan. Tempat ini sepertinya tidak asing. Aku teliti lagi dan mencoba mengingat tempat ini. Lalu aku merasakan getaran pada pergelangan tanganku seiring dengan suara yang juga tidak asing."Akira! Kau dimana!?" ternyata itu suara profesor Javier, "Prof.." sebelum aku menjawab pertanyaannya tiba-tiba saja suara itu lenyap seketika.Jalanan sangat sepi, bulan masih tersenyum cerah. Lampu jalan masi
Tanganku meraba-raba sekitar. Basah. Perlahan, aku menyadari aroma yang menguar dari tempatku berada. Daun. Kelopak mataku terbuka. Pupil mataku mulai menyesuaikan diri dengan cahaya sang surya yang hampir kembali keperaduannya. Setelah terbuka sepenuhnya, aku terduduk dan menatap sekitar. Padang rumput. Aku bangkit berdiri dan mulai berjalan mengikuti ke mana pun kakiku melangkah. Sebulir peluh menetes melewati rahangku. Jantungku berpacu cepat, berlomba-lomba dengan adrenalin yang mengalir deras melalui pembuluh darahku. Tak sedetik pun aku memelankan langkah, berzig-zag di antara pepohonan, melompati akar-akar yang menyembul dari dalam tanah. Menjemput maut yang siap menyambut kematianku. Tubuhku telah bermandi keringat. Kali ini aku semakin merajalela. Menanggalkan alas kakiku, berlari dan terus berlari, tanpa mempedulikan cabang dan ranting pohon yang mengoyak pakaianku, menggores kulitku, dan meninggalkan rasa perih yang menusuk. Aku bisa saja berhenti. M
Aku percaya tiap kehidupan -baik yang dulu, sekarang, maupun di masa depan kelak- memiliki tujuannya masing-masing. Aku memalingkan wajahku ke arah seorang pemuda yang tegap berdiri di tengah-tengah cekungan bekas dari pertarungan.Berkali-kali aku menarik napas dengan cepat hingga menimbulkan suara dengusan yang bisa terdengar oleh orang yang ada di sekitarku.Angin sore menerpa permukaan kulit memberikan perasaan kering yang tak biasa. Perasaan kosong itu begitu menggangguku, "Akira jangan kau pikirkan apa yang di ucapkannya, dia hanya ingin membuatmu lupa akan dirimu sendiri.. Dia berusaha menyinggung tentang masa lalumu itu." ucap Alvar."Apa kau tidak percaya Akira!? raja kegelapan bisa menghidupkan orang yang telah mati untuk dijadikan pengikutnya. Dengan kata lain temanmu itu sudah di jadikan boneka oleh raja kegelapan untuk menjalani ke inginannya." ujar Cahir."Sudah cukup Cahir, kau terlalu banyak berbual. Apa tujuanmu datang kesini hanya untuk
Sementara itu saat ini suasana semakin mencekam, aku bisa melihat aura kemarahan antara Alvar dan Jugo. Mereka sudah siap menyerang dengan senjatanya masing-masing. "Sebaiknya kita selesaikan saja masalah ini, dari pada kau terus menghalangi perjalanan kami saat ini." tantang Alvar."Kalau itu maumu, aku akan menerimanya. Tapi hari ini aku hanya ingin bertarung dengan Akira, menurutku kau sangat mudah untuk di kalahkan. Sekarang aku ingin menjajal kekuatan dari seorang yang sudah lama di ramalkan untuk menyelamatkan negeri ini." ucap Jugo seakan merendahkan Alvar saat itu.Alvar pun tidak terima karena Jugo sudah meremehkannya saat itu, "Kau jangan banyak bicara Jugo. Kekuatanmu tak sebanding dengan Akira, bahkan kupastikan untuk mengalahkanku pun kau tidak akan sanggup sekarang!" geram Alvar."Aku tidak sepertimu Alvar, kekuatanku sudah terlatih selama ini. Negeri ini bahkan bergantung pada diriku!" ucap Jugo yang semakin congkak."Kalau begitu kau akan
Tetesan air langit kini tiada lagi berhamburan ke bumi. Sang raja cahaya kini mulai menampakkan dirinya yang tersipu malu, terhalang oleh mega. Di balik celah-celah batuan terjal kaki gunung melesat kilatan-kilatan cahaya teduh dan cerah. Menghapus warna hitam di langit saat ini. Pagi telah menyambutku.Suara napasku yang beradu cepat bersama langkah kakiku yang sedang berlari. Ku lewati pohon-pohon besar di depanku. Aku sudah tak peduli bagaimana penampilanku sekarang, yang aku pikirkan adalah bagaimana aku bisa sampai di tujuanku dengan cepat dan selamat."Sebuah danau!" ujar Alvar.Aku dan Alvar menghentikan langkah sementara ketika kami sampai di sebuah sungai di hadapan kami sekarang, kami yang kehausan karena sepanjang hari sudah berlari dan bertarung dengan beberapa musuh di perjalanan pun meminum air dari sungai tersebut, dan menyimpannya sedikit untuk bekal melanjutkan perjalanan."Kita akan beristirahat sebentar disini Alvar!" ujar aku.
Kami mencoba mengobati kekhawatiran dengan menggumamkan beberapa bait lagu tentang musim panen sambil berjalan diantara pohon-pohon ek yang besar dan berlumut. Matahari sudah terbenam sekitar satu jam yang lalu, kegelapan total mulai turun dan bulan muda belum terbit. Kami melihat sekeliling, memasang telinga untuk gerakan atau suara apapun yang tampak berbahaya.Kami tak mendengar apapun selain suara burung hantu dan jangkrik, kami juga tak melihat apapun selain deretan pepohonan dan semak belukar di sekitar tempat itu. kami kembali menggumamkan lagu sampai telinga ini mendengar suara kemeresak tepat di belakang.Secepat kilat kami berbalik, mencabut busur dan sedetik kemudian sebuah anak panah sudah terpasang. Mata kami mengarah tajam kearah belukar dibelakang, darah ini mengalir lebih cepat dalam nadinya, suara degup jantung terdengar bertalu-talu ditelinga sendiri.Perlahan kami mendekati sumber suara dan tiba-tiba belukar itu bergoyang. Kami terlonjak, mena
"Jarak antara tempat ini ke Haven sekitar dua bulan perjalanan jika ditempuh dengan berjalan kaki,” kata Alvar, “Kau tak akan sampai ke Haven tepat waktu tanpa kuda.”Temannya itu tertawa pahit sambil membalik kelinci panggang yang dijerangnya di atas api.“Beruntungnya aku karena kuda yang kubawa dari Yelow Gate terluka parah dan akhirnya mati ketika aku diserang segerombolan Dargo di dekat Creek Hollow,” Bale menggeram dan meludahkan kata Dargo seperti kutukan, “Aku sangat beruntung berhasil membantai sebagian besar dari mereka tanpa terluka. Kuku-kuku mereka seperti dilumuri racun.”Wajah Alvar menjadi semakin suram setelah mendengar cerita rekannya itu. Dargo memang suka membuat onar dan menyerang para pelancong yang melintas di dekat sarang mereka. Namun seingat Alvar jalan besar di Creek Hollow berjarak puluhan league dari Pegunungan Berbatu, dimana gua-gua Dargo berada."Bawalah kepingan uang ini bersamamu, mun
Ketika sudah semakin larut malam, kami memutuskan untuk berhenti dan beristirahat. Karena keadaan di sekitar tempat kami berpijak sekarang tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan dikarenakan kabut asap yang semakin tebal, padangan kami benar-benar di butakan karena hal itu. Kami tidak tahu kondisi yang kami lewati di depan bagaimana, tapi melihat kejadian yang terjadi pada Alvar tadi, kemungkinan masih banyak jalan yang berbahaya untuk kami lewati.Aku terperanjat bangun dari tidur setelah mendengar suara lolongan serigala di kejauhan, begitu juga Alvar karena terkejut yang mendengar aku bangun secara tiba-tiba. Kami segera bangkit duduk dari alas tidur dan melingkarkan jari-jari ini di gagang pedang yang tak pernah jauh dari tubuh kami untuk berjaga-jaga. "Ada apa Akira!?" tanya Alvar."Tidak apa, perasaanku tidak enak. Aku kira ada yang memperhatikan kita sekarang." jawab aku.Aku tak pernah menyukai serigala. Terlalu banyak pengalaman buruk tentang me
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen