Share

Bab 8. Hukuman Bagi Ribby

Begitu tiba di dalam gedung Panti Asuhan Rumah Berwarna, Haldis dan empat orang Familia berbadan besar menyambut kedatangan mereka. Haldis tersenyum lebar pada Davira.

 “Bagus. Lagi-lagi kau melaksanakan tugasmu dengan baik, Davira,” puji Haldis tampak puas. 

 Gadis itu hanya menarik sedikit ujung bibirnya. “Apa masih ada tugas untukku, Pak?” tanya Davira. Matanya melirik jarum suntik berukuran cukup besar di genggaman Haldis. Ia tahu bagaimana nasib Ribby selanjutnya.

“Kau boleh kembali ke ruanganmu atau memeriksa isi rekeningmu. Silakan pesta belanja, Nona.” Haldis tergelak hingga wajahnya memerah. 

Di belakang Davira, Ribby mulai meronta dalam cengkeraman ke empat pria itu.

“Kumohon beri aku kesempatan sekali lagi. Aku akan lebih banyak menghasilkan Spesies dan lebih hati-hati,” lelaki itu mengiba.

“Kesalahanmu fatal. Kau tak tahu sudah berhadapan dengan siapa tadi.  Sungguh tak berguna.” Tawa Haldis lenyap dan wajahnya mendadak bengis. Ia mendekat pada Ribby lalu menghujamkan jarum suntik itu ke leher Ribby. Ribby berkelojotan sesaat lalu tubuhnya tak berkutik lagi.

Davira mendengarkan itu semua tanpa menoleh. Kemudian ia melangkah dengan tenang meninggalkan ruangan depan dan terdengar suara gesekan tumit Ribby pada lantai menandakan lelaki itu diseret pergi. 

 Sampai di kamar, gadis itu meletakkan semua senjata dan peralatan elektronik yang melekat di tubuhnya dan bergegas ke kamar mandi. Ia mengatur pemanas air lebih tinggi dari biasanya dan membiarkan air itu membasahi tubuhnya yang masih berpakaian lengkap.

 Siluet Ribby menari di benaknya. Ia ragu masih bisa melihat kembali lelaki berwajah bulat itu.

                               ***

 “Penerima donor dengan Rhesus positif bisa menerima darah pendonor dengan Rhesus positif ataupun negatif. Tetapi penerima donor dengan Rhesus negatif tidak bisa menerima donor darah dari pendonor dengan Rhesus positif. Apa yang terjadi jika kondisi itu terjadi?” Dokter Shara menatap seluruh wajah di ruangan kelas. Alvaro memilih menghindar dengan menunduk, memperhatikan buku di hadapannya.

 “Akan terjadi komplikasi yang berbahaya,” jawab Ferro setelah mengangkat tangan kanannya.

 “Apa contohnya?” tanya Dokter Shara kembali.

 Ferro menoleh pada Alvaro. “Alvaro yang akan menjawab, Bu. Kulihat dia banyak membaca referensi tentang itu di perpustakaan.”

 Alvaro terkesiap. Dia tak menyangka Ferro menunjuk dirinya. 

 “Bagaimana, Alvaro?” kejar Dokter Shara.

 Alvaro melirik kesal pada Ferro. “Salah satunya akan terjadi hemolitik imun akut.” Kemudian tanpa sadar Alvaro menjelaskan tentang jwabannya itu secara panjang lebar dan lancar hingga Dokter Shara terkesan.

Lalu bel berbunyi. Alvaro merapikan buku dan memasukkannya ke tas dengan cepat. Ia mengabaikan saat mengetahui bahwa Ferro mengikutinya. Sampai di dekat anak tangga yang sepi, Alvaro secepat kilat menyambar tubuh Ferro dan mendorongnya ke dinding. Sikunya menekan tenggorokan Ferro.

 “Berhenti megikutiku dan jangan menunjuk diriku di kelas. Kau ini sangat menjengkelkan.” Tatapan Alvaro seperti hendak menerkam lelaki itu. Ferro tersengal dan mendorong tubuh Alvaro ketika terdengar ada langkah di tangga.

 “Aku ingin kau menunjukkan seperti apa dirimu di kelas, di kampus. Kenapa tidak menjadi dirimu sendiri. Tunjukkan bahwa kau secerdas itu dan sepemarah ini. Rasakan betapa leganya hati kita setelah itu.” Masih dengan tersengal, Ferro berusaha menjelaskan.

 “Berikan nasehatmu itu pada dirimu sendiri. Lihatlah dirimu, kau yakin jati dirimu adalah lelaki pengecut yang selalu menghindar dari para perundung? Semenyedihkan itukah dirimu?” ejek Alvaro.

 Ferro bergeming. Menatap Alvaro dengan sendu. Saat itulah Raes, kepala perundung di kelas mereka lewat di antara mahasiswa lain.

 “Hai Raes!” teriak Ferro secara tiba-tiba. Lelaki bertubuh besar itu menoleh. “Aku tak takut dengan tubuh besarmu yang hanya berisi gumpalan lemak,” sambungnya. Tubuhnya berdiri tegak dengan lutut sedikit bergetar. 

Para mahasiswa terperangah. Alvaro ternganga. Raes disertai beberapa temannya mendekat. Lalu sekali hantam pada perut Ferro, lelaki itu terjengkang. Merosot di bawah kaki Raes. 

Raes menyeringai. “Ini bukan gumpalan lemak, bodoh. Ini kumpulan otot.” Raes menunjukkan tinjunya pada Ferro lalu berbalik pergi diiringi dengan tawa kecil teman-temannya.

“Lihat, Alvaro. Aku sudah menunjukkan siapa diriku sebenarnya. Sekarang giliranmu.” Ferro berusaha bangkit dengan susah payah.

Alvaro menggembungkan pipinya. “Aku baru tahu ternyata kamu gila.”

  

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status