Cantik, body goals, dan seksi. Itulah penilaian para cowok SMA Bakti Buana untuk seorang Mery Thevania. Kesehariannya dihukum di tengah lapangan menjadi ajang cuci mata. Keluar masuk club malam sudah seperti makanan baginya. Aldevan Kenzie Arcandra, Cowok tinggi berwajah tampan. Si ketus yang memiliki sifat dingin, cuek, dan judes. Kebanggan para guru, serta berbakat dalam hal fotografi. Hanya dua tujuan Devan selagi ia bersekolah di SMA Bakti Buana. Pertama, menghindari cewek-cewek pembuat onar seperti Mery. Kedua, lulus dengan nilai memuaskan. Namun apa yang terjadi jika Devan sendiri yang mengikat Mery masuk ke dalam kehidupannya? Mengklaim cewek itu adalah miliknya?
View More
•••
Mery Thevania
Puluhan pasang mata saat ini sedang mengarah pada tiga orang cewek yang tengah dihukum di lapangan. Terutama, untuk anak kelas 11 IPA-4 melihat teman mereka layaknya sebuah tontonan drama, umpatan serta bisikkan terdengar sepanjang koridor SMA Bakti Buana. Terik matahari kian menyengat, menerpa ketiga cewek berseragam putih abu-abu itu.
"Buset dah, body goals banget!"
"Dadanya uh putih, njir!"
"Cantik bet, anjir, auto lari mantan gue."
"Kinclong semiriwing dah!"
Setidaknya itulah pujian dari para cowok yang berada di lorong SMA Bakti Buana, mereka memanfaatkan kejadian ini sebagai ajang cuci mata.
Di sana--tepatnya di depan tiang bendera seorang cewek berambut sebahu berdebat dengan Bu Martha--guru bimbingan konselingnya. Bersama dua orang cewek di belakangnya.
"Kamu tidak mengerti apa yang ibu katakan, Mery?! Sekolah ini sudah melarang siswi untuk menyemir rambut!" gertak bu Martha.
Alih-alih ketakutan Mery justru menggeleng, berdecak sebal beberapa kali sambil menyilangkan kedua tangannya. "Ribet! Ibu banyak maunya, sih. Makanya sekolahnya banyak peraturan. Rambut-rambut saya juga, kenapa ibu yang repot? Mau saya cat kek, mau saya pilox kek mau saya--"
"MERY!!" potong Bu Martha, emosinya membeludak. Beliau sudah sangat bosan menegur kelakuan ketiga cewek di depannya. "Jangan menyela omongan saya!"
Berbeda dengan kedua temannya yang jelas menunduk takut dan mulai was-was, Mery nampak lebih santai saja. Dia maju selangkah, menatap bu Martha.
"Yaudah ye, ibu tuanya maunya apa?"
Bu Martha melotot tajam, dia meraih rambut Mery dengan kasar, sedikit menjambaknya membuat cewek itu meringis kesakitan.
"Besok, ibu mau rambut kamu sudah berwarna hitam kembali. Mengerti?!"
Mery mengerling jahil, menepis tangan bu Martha dari rambutnya, lalu menatap si guru dengan mengangkat dagu. "Saya juga."
Bu Martha mengernyit heran. Sementara Mery tertawa kecil seraya menyikut kedua temannya. Raya dan Tasya. Mery melempar telepati yang hanya kedua temannya mengerti.
"Besok, saya mau liat rambut Bu Martha hitam lagi. Bisa, 'kan, Bu?"
Tawa mulai menggema, koridor yang tadinya beratmosfir tegang menjadi penuh tawa. Murid-murid bahkan berbalik mengejek Bu Martha. Guru dengan cepol tinggi dan rambut hampir memutih semua. Wajar, guru itu sudah tua dan hampir pensiun.
"MERY, KAMU IBU SKORS SELAMA TIGA HARI!" putus Bu Martha, Mery mengerucutkan bibir, menghentakkan kaki kesal lalu pergi dari sana diikuti kedua temannya.
"Dasar guru sialan, banyak peraturan!" desis Mery. Meski melewati koridor yang penuh siswa dia tidak peduli, apalagi ketika cowok-cowok melempar godaan dan siulan genit, contohnya seperti ini.
"Cewek cantik ikut abang, yuk!"
"Phewitt, jalan sama gue aja biar ademan."
"Itu bibir menggoda banget, dek. Boleh abwang cicipin?"
"Ry, kancing lo tuh, bikin gue salah fokus."
Muak? Tidak sama sekali, Mery sudah kebal dengan pujian atau godaan nakal seperti itu. Dia tahu dirinya cantik, wajar bukan jika ada yang menggoda?
Menyusuri koridor, masih dengan rasa kesal, Mery mendapati sekumpulan siswa mengerubungi mading. Entah apa yang menarik di sana, Mery ikut penasaran, diterobosnya segorombolan orang itu. Dalam sekali kibasan, para siswa memberi jalan untuk Mery lewat.
"Minggir-minggir!"
Tatapan tidak suka pun mengarah pada Mery, sama, ia tidak peduli, yang menarik baginya saat ini hanyalah kertas putih yang tertempel di mading. Kertas itu memberitahu jika.
PENTAS SENI KEMBALI DIBUKA!
PELUANG UNTUK KAMU TAMPIL DALAM ACARA PENTAS SENI TAHUN INI. ACARA DIMULAI MALAM INI PUKUL 20.00. TEMPAT LAPANGAN SMA BAKTI BUANA. JANGAN LUPA DATANG YA!"Oh my God, pensi. Gue pengen ikutttt," pekik Raya di belakang Mery. Cewek itu menatap berbinar kedua teman-temannya. "Ayolah Ry, Sya. Setahun sekali dong acaranya. Kapan lagi kita seneng-seneng kayak gini?"
"Si Bodoh!" hardik Tasya menoyor kepala Raya. "Lo lupa apa kalau Mery lagi diskors?"
"Eh iya, hehe." Raya cengar-cengir. Lalu cemberut lagi. "Terus gimana dong? Gue pengen liat Ka Bima. Sekalian kita seneng-seneng, please, dong, Ry. Cari cara supaya kita bisa ke sana," pinta Tasya memelas, cewek itu menyatukan kedua telapak tangan.
"Nggak bisa lah, bego. Lo mau kita ketahuan kayak tahun kemaren?" pungkas Tasya, Raya mengerucutkan bibirnya.
Sementara Mery menyunggingkan senyum tipis. "Bisa, kok."
"Lah, lu yakin, Ry?" Tasya memastikan.
Mery tidak menjawab, dia hanya menggidikan bahu acuh lalu tersenyum. Karena dia adalah Mery Thevania, cewek urakan yang tidak suka dikekang, menyukai kebebasan, dan pastinya memiliki solidaritas tinggi antar teman.
Sekalipun itu adalah guru, Mery memiliki kuasa lebih dari itu.
ingga saat ini, Nayra tidak bisa meyakinkan hatinya untuk menceritakan kejadian beberapa jam lalu pada Rifdan, meski tak ada luka yang membekas, tetap saja bayangan tragedi tadi melintasi pikirannya. Nayra perlu waktu untuk melupakan semua itu.Nayra berjalan dengan tangan sedikit gemetar, setelah Nickey memberhentikannya tepat di depan pagar, ia meraih handle pintu yang tidak terkunci."Aku pulang."Tidak ada sahutan, kecuali suara detak jam yang menunjukkan pukul 10.15 malam. Lampu ruang tamu juga masih menyala dan sisa bungkus makanan berserakan dimana-mana. Kebiasaan Rifdan seperti ini sungguh membuat Nayra lelah, namun ia tak dapat menyangkal jika ayahnya berubah depresi ringan sepeninggal ibunya.Perubahan perilaku dan emosi ayahnya juga sering dirasakan Nayra.Seperti sekarang perilaku ayahnya yang terkesan kekanakan. Meracau tidak jelas saat tidur dan sesekali menangis di sela tidurnya, sangat menyayat hati Nayra.Andai ibunya
Ketika hati dibutakan oleh cinta, semuanya terasa kelu untuk diucapkan, ketika mereka baru saja bersama dalam waktu sesingkat ini. Apakah Tuhan juga akan memisahkan kurun waktu sesingkat itu juga?Mereka mendekap, saling tenggelam dalam heningnya kejadian beberapa menit lalu sampai akhirnya mereka menyadari suara langkah kaki menggema menuju ruangan yang mereka pijaki.Nayra berusaha menjauhkan tubuhnya dari Nickey saat cowok itu semakin mengeratkan pelukannya. Tangan yang melingkari bahunya terasa menegang menyesakkan dada Nayra.Nayra mendongak sambil mendorong dada bidang Nickey menjauhi dirinya."Aku pengen tau apa maksudnya, mereka bilang kamu cuma bersandiwara, Nickey." Nayra melirih meski hatinya terasa sesak, ia juga perlu penjelasan. Menjelaskan semua pertanyaan di otaknya.Nickey tercekat, lidahnya kelu berucap. Kepala yang menunduk meyakinkan Nayra mengulang lagi pertanyaannya. Namun dengan nada begitu memohon."Tolong jelasin sem
"Iya gue. Danu, penyelamat lo waktu itu."Kalimat itu terdengar untuk kedua kalinya. Nayra mengerjapkan matanya berkali-kali memastikan sosok di hadapannya.Dia yang dianggap baik hanya ilusi belaka. Meski Nayra jarang bertemu lelaki itu. Ia masih tak percaya faktanya. Memang benar, sesuatu yang baik di luar belum tentu baik di dalam. Hanya sandiwara semata.Nayra menghela dalam dan menghembuskan nafasnya perlahan. Tangan dan kakinya masih diikat sehingga ia tak bisa bergerak. Bagaimanapun nanti ia harus bisa keluar dari sini."Lepaskan aku! Emang kamu mau apa?" Nayra menggeram. "Bukannya kamu teman Friska. Kenapa kamu ngelakuin ini?"Danu mendekatkan wajahnya setelah tersenyum sinis, sedikit berjongkok dan menatap lekat-lekat kedua bola mata Nayra. Dengan tangan mencekal dagu Nayra dan mendongakkannya, Danu mencoba menakuti gadis itu."Teman? i not believe friends. Itu cuma omong kosong."Danu menghempas kasar dagu Nayra,
Cowok dengan wajah khawatir berulang kali menekan nomor yang sama. Berkali-kali pula ia memanggil nama itu. Berharap yang dipanggil akan mendengar. Dari kampus yang sepi ini ia tidak melihat siapapun.Pula, berulang kali Nickey memanggilnya. "NAYRA!!"Teriakan itu kembali terdengar di suatu lorong yang sempit. Di belakang kampus. Ia mengenyahkan ketakutannya menelusuri tiap sudut universitas itu. Berkali-kali ia mengerjapkan mata memastikan ada tidaknya keberadaan seseorang di sana.Namun harapan itu pupus ketika ia hanya melihat untaian daun kering bergelantungan diatasnya. Sekali lagi ia mencoba mencari. Tetes demi tetes keringat mengalir di pelipisnya.Nickey yakin gadis itu ada di sini saat suara hentakan dari lantai atas menusuk telinganya.Gedebug gedebugSuara boriton itu membuat Nickey menautkan kedua alisnya. Ia berlari kearah tangga sumber suara.Namun hasilnya tetap sama, ia tak menemukan apapun kecuali satpam y
"Kamu mau pesen yang mana?" Nickey menyodorkan daftar menu pada Nayra.Tidak ada alasan khusus, hanya saja ia ingin menghabiskan setidaknya sedikit waktu saja bersama Nayra. Dan kini mereka berada di salah satu kafe es krim, tidak jauh dari pertigaan jalan menuju rumah Nayra.Nayra mengerjap sekali, menatap daftar menu yang sangat asing di matanya. Yang ia tahu, rasa es krim itu hanya ada dua, coklat dan stoberi. Kolot memang."Atau mau gue pilihin?"Oleh Nickey tangan Friska ditepis, sesaat ingin menjangkau daftar menunya. "Sibuk, biar Nayra yang milih," titah Nickey.Friska mengerucutkan bibir."Apasih lo, gue sahabatnya, yajelas gue paling tau."Nickey hanya memutar bola mata, sedangkan Nayra berdecak berkali-kali."Kalian nggak bisa nggak ribut kalau sehari aja. Itu nggak baik lo kata ayah, harus akur."Senyum Nayra membuat Friska terpaksa menutup mulut rapat-rapat, sementara Nickey tertawa kecil, lalu menatap Na
Bisa dicap hari ini, hari paling berkesan bagi Nayra. Ia baru saja mendapatkan hasil kerja kerasnya, lebih tepatnya hasil dari penjualan kue yang ia buat. Ternyata benar apa kata orang, hasil tidak akan mengkhianati perjuangan. Apalagi perjuangan itu diiringi dengan niat, maka hasilnya pasti lebih sempurna.Perjuangan Nayra yang rela begadang demi membuat kue hingga larut malam. Sebab itu sekarang ia mulai menguap, rasa kantuk dan matanya terasa sangat berat untuk membuka, menemani perjalanan pulangnya dari kampus. Ia sudah lama menahan hal ini terutama saat pelajaran bu Antik, harus sepenuhnya sadar agar tidak dikenai hukuman beliau.Seperti biasa, Friska juga menemaninya sekarang. Cewek itu memainkan ponsel, meski sesekali tertinggal karena harus mengimbangi langkah Nayra yang lumayan cepat."Jalannya cepetin dikit dong Nay, kaki gue jadi pegel kalo lambat gini," keluh Friska yang berada di depan.Nayra menoleh sambil tersenyum, berusaha menyadarkan dir
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments