Damien dan Dyandta tiba di parkiran rumah sakit, tempat Dyandta membuka praktek. Mereka diantar oleh Tommy karena Damien masih trauma untuk menyetir sendiri. Tapi Dyandta sudah memberikan obat khusus agar trauma suaminya berangsur menghilang dan ini masih dalam proses penyembuhan.Pasangan pasutri itu berjalan masuk setelah turun dari mobil. Sementara Tommy pamit untuk ke kafe di sekitar rumah sakit sambil menunggu majikannya tersebut.Damien menggandeng mesra tangan Dyandta. Tidak peduli dengan beberapa perawat yang memperhatikan keharmonisan mereka. Langkah mereka terlihat santai, sampai akhirnya mereka masuk ke dalam ruang kerja Dyandta."Duduklah di sana," ujar Dyandta sambil menunjuk ke arah sofa yang dikhususkan sebagai tempatnya beristirahat. "Aku harus segera menerima pasien.""Baiklah. Semangat!"Dyandta tertawa ringan saat suaminya mengucapkan kata 'semangat' dengan wajah ceria. "Terima kasih, Suamiku. Aku akan mengambilkan minuman dingin untukmu.""Tidak perlu, Sayang. Aku
Velice menyimpan gunting itu di dalam tasnya. Ia akan menunggu waktu yang tepat untuk merobek bagian tubuh Dyandta. Tak peduli apa resiko yang akan diterimanya nanti. Yang jelas, Velice bisa melampiaskan amarah dan rasa kesalnya pada Dyandta, karena wanita itu adalah penghalang besar baginya untuk mendapatkan Damien.Sedangkan di luar ruang penyimpanan itu, Velice tidak sadar dengan kehadiran seseorang. Seseorang itu tak lain adalah Deborah, saudara kembarnya. Bukan bermaksud untuk mengikuti. Hanya saja, kebetulan sekali Deborah ingin masuk ke ruangan itu dan tidak sengaja mendengar ucapan kesal Velice, sebelum dirinya membuka pintu tersebut."Aku harus memberitahu Dokter Dyandta tentang hal ini. Aku tidak ingin Dokter baik itu mendapat perlakuan buruk dari adikku. Kurang ajar kau, Velice. Tidak akan kubiarkan kau menyakiti siapapun, termasuk Dokter Dyandta dan suaminya," gumam Deborah dan langsung menjauh dari ruangan itu.Langkah Deborah tampak tergesa-gesa. Ia memutuskan untuk perg
Malam ini, Dyandta tengah mengemas beberapa pakaian dan peralatan mandi di dalam koper. Sedangkan Damien sedang sibuk memesan tiket pesawat dan booking hotel untuk menginap. Damien duduk di bawah sambil menemani istrinya mengemas pakaian dan lain sebagainya."Sayang, tiket pesawat sudah kupesan. Kita mendapat penerbangan pagi. Hotel juga sudah aku pesan dan kita mendapat hotel yang bagus," ujar Damien setelah meletakkan ponselnya di atas kasur.Dyandta melirik sekilas ke arah suaminya sambil tetap menyusun pakaian di koper. "Kita mau pergi kemana?""Santorini."Dyandta terkejut mendengar jawaban suaminya. Santorini, tempat yang paling indah di Yunani. Ia memang sangat suka tempat itu. Bahkan pernah berharap dirinya bisa sampai di sana bersama orang yang ia cintai. Dan harapan itu terkabul. Padahal Dyandta tidak pernah bercerita tentang keinginannya itu pada Damien."Kenapa, Sayang? Kau tidak suka?" tanya Damien cemas."Suka. Aku sangat suka," Dyandta langsung menjawab dengan wajah sum
Dyandta berdiri di balkon kamar setelah selesai berenang dan berganti pakaian. Hari semakin gelap dan pemandangan pun semakin indah. Suasana indah di Oia, Santorini, membuat Dyandta tidak berhenti tersenyum.Wanita itu mengambil ponsel di saku celana, membuka kamera dan merekam pemandangan indah itu dari balkon kamar. Ia tidak menyadari, ada Damien di belakang yang sedang memperhatikannya.Damien juga mengarahkan kamera ponsel ke arah Dyandta. Mengambil potretnya lalu mempostingnya ke salah satu akun media sosialnya. Tak lupa ia menandai nama akun sang istri di postingan tersebut.Terdengar bunyi notifikasi dari ponsel Dyandta. Sontak Dyandta terkejut setelah melihatnya. Ia menoleh ke belakang lalu berkata, "Kenapa memotretku?""Kenapa?" tanya Damien, menghampiri sang istri yang sedikit cemberut."Posisinya tidak bagus.""Kata siapa?""Kataku," jawab Dyandta dengan nada ketus.Damien terkekeh lalu mengusap kepala Dyandta. "Sayang, fotomu itu bagus. Apalagi pemandangannya sangat menduk
Tak terasa sudah tiga hari Damien dan Dyandta berlibur di Santorini. Di hari ketiga, mereka berniat untuk berjalan-jalan, mencari souvenir sebagai oleh-oleh. Ada berbagai macam souvenir yang mereka beli di sana.Selain souvenir, mereka juga menikmati jajanan khas Santorini. Mereka sangat menyukai Santorini. Beberapa foto dan rekaman video mereka ambil di berbagai tempat. Tak hanya itu. Mereka juga sempat berfoto dengan beberapa turis asing yang berlibur di sana."Aku rasa ini sudah cukup," ujar Dyandta saat melihat barang belanjaannya."Kau yakin?""Ya. Kita harus bersiap untuk ke bandara sore ini."Damien melirik jam tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul dua siang. Jadwal keberangkatan mereka dua jam lagi. "Kau benar, Sayang. Kita kembali ke hotel sekarang ya.""Ayo."Dyandta menggandeng tangan Damien dan mereka berjalan beriringan menuju hotel. Mereka sudah cukup bahagia selama tiga hari berada di Santorini dan bersiap untuk kembali menjalani aktivitas seperti biasa di New York.
Kepulangan Damien dan Dyandta disambut hangat oleh Bailey dan Airin. Sudah 15 menit Bailey dan Airin menunggu kepulangan kedua anaknya di bandara. Mereka saling berpelukan setelah bertemu dan berjalan bersama menuju mobil sedan yang terparkir di depan bandara.Sepanjang perjalanan menuju rumah, Damien dan Dyandta menceritakan keseruan mereka selama berada di Santorini. Dyandta juga memberikan dua buah bingkisan untuk Bailey dan Airin.Tak hanya Damien dan Dyandta saja yang berbagi pengalaman selama liburan. Bailey dan Airin juga melakukan hal yang sama. Memang mereka masih berada di sekitar Amerika Serikat, namun berbeda kota. Tapi mereka juga memiliki cerita seru dan Airin menunjukkan beberapa foto mereka selama berada di Kota Whitefish."Lain kali, kita pergi berlibur bersama ya. Ibu ingin sekali berlibur bersama kalian. Selama ini, kalian selalu sibuk dan tidak ada waktu untuk berlibur," ujar Airin."Nanti akan kita jadwalkan ulang semuanya, Bu. Aku juga berencana ingin berlibur be
Setelah bertemu dengan Velice, wajah Damien tampak murung. Penawaran itu benae-benar mengganggu pikirannya. Bahkan untuk sekadar makan pun tak bisa. Nasi yang sudah masuk ke mulut, sulit untuk ditelan. Tapi ia harus bersikap biasa di depan keluarganya, meskipun hati dan pikirannya sudah sangat kacau.Rumit. Semuanya terasa rumit setelah Damien mengenal wanita busuk itu. Cover bagus tidak menjamin isinya akan bagus. Dan perumpamaan itu cocok disematkan pada Velice. Wanita yang Damien anggap baik, ternyata memiliki tujuan lain saat mendekatinya. Berbeda sekali dengan Deborah yang memang tulus membantunya untuk sembuh. Pantas saja, sejak awal pertemuan dengan Deborah dan Velice, istrinya lebih nyaman berbincang dengan Deborah dibanding Velice.Bahkan setelah kejadian itu, Deborah lebih memihak Dyandta daripada adiknya sendiri. Deborah berusaha mengingatkan Dyandta untuk tetap waspada. Damien sudah membaca isi pesan Deborah saat dirinya masih di Santorini."Damien."Sebuah tepukan pelan b
Malam ini, Damien berniat untuk menemui Velice di salah satu bar kecil di tengah kota. Ia sudah membuat keputusan untuk menyelamatkan nyawa sang istri. Tujuannya kali ini ingin menerima tawaran Velice, namun Velice harus menandatangani surat perjanjian tertulis di atas kertas. Damien tidak ingin usahanya sia-sia tanpa bukti tertulis.Damien beralasan pada Dyandta ingin menemui teman lamanya yang baru tiba di New York siang tadi. Padahal itu hanyalah sebuah alasan kosong dan Dyandta percaya begitu saja."Tom, kita berhenti di sini saja," ucap Damien setelah tiba di tempat tujuan. Jaraknya sekitar 10 kilometer dari kediamannya."Tuan, kenapa kita ke sini?" tanya Tommy heran."Aku ingin bertemu dengan wanita itu."Damien melangkah masuk ke dalam bar, diikuti Tommy dari belakang. "Apa Tuan berbohong pada Nona Dyandta?" tanya Tommy lagi."Aku terpaksa melakukannya. Jika dia tahu, sudah pasti aku tidak akan diizinkan untuk menemui wanita itu.""Tapi ini tidak baik, Tuan."Damien menghentika