Damien Curtis harus merelakan pernikahannya kandas di tengah jalan, karena istrinya—Cacha Brigitte Egmont memilih pria lain dan menggugat cerai Damien. Padahal pernikahan mereka baru berjalan satu tahun. Hal tersebut membuat Damien terpuruk dan mengalami depresi. Bailey Curtis—ayah Damien meminta bantuan pada salah satu dokter psikologis yang ia kenal bernama Dyandta Geoffroi, untuk menyembuhkan depresi Damien. Bagaimana nasib Damien selanjutnya? Akankah ia sembuh dari depresi dan menemukan pasangan baru? Atau justru sebaliknya? Copyright by Wii
View MoreDamien Curtis berjalan memasuki salah satu hotel yang ada di Perancis untuk menemui klien barunya. Kebetulan kliennya sedang menginap di hotel tersebut. Rencananya, mereka akan membahas salah satu proyek peluncuran produk terbaru yang dibuat oleh perusahaan Damien. Pria berusia 30 tahun itu berharap, kliennya akan menyetujui proyek ini agar lebih memajukan perusahaannya. Meskipun sudah terbilang konglomerat, Damien tak melunturkan semangatnya untuk terus berkembang. Itu sebabnya para karyawan merasa kagum dan bangga pada Damien.
Saat ini, Damien tengah menunggu kliennya di lobi. Sesekali ia terlihat membaca beberapa dokumen penting yang dibawanya serta membaca beberapa materi yang sudah ia siapkan di Macbook. Semuanya sempurna dan tidak ada kesalahan sedikitpun. Asisten pribadinya benar-benar bekerja keras dalam mengerjakan proyek baru ini. Mungkin nanti ia akan menaikkan gajinya setelah sang klien menandatangani kontrak dengan perusahaannya.
Damien mencoba menghubungi kliennya, karena tak kunjung terlihat sejak 5 menit ia sampai di hotel. Sambil menunggu panggilannya di jawab, ia pun melihat ke sekitar hotel. Barangkali kliennya sudah muncul, namun hasilnya nihil.
“Halo!”
Damien terkejut sesaat, lalu menjawab sapaan itu, “Halo, Tuan! Saya sudah menunggu di lobi hotel sejak 5 menit lalu.”
“Ah, maaf sudah membuat anda menunggu.”
Damien terdiam lalu melihat layar ponselnya. Ternyata masih tersambung. Saat ia kembali mendekatkan ponselnya ke telinga, tiba-tiba saja suara desahan wanita mengganggu pendengarannya.
“Astaga! Dia sedang apa?” batin Damien.
“Maaf, Tuan. Bisakah anda ke kamar saya sekarang?”
Damien menggerutu kesal. Baru kali ini ia mendapatkan seorang klien yang sangat tidak profesional pada pekerjaannya. Yang benar saja? Untuk apa dia ke kamar klien itu, sementara mereka masih melakukan hal yang tak pantas untuk dilihat? Ah, memalukan.
“Ah, lain waktu saja pertemuannya dilanjutkan, Tuan. Mungkin anda sedang sibuk saat ini. Saya kembali saja ke kantor,” ujar Damien akhirnya.
“Tidak. Aku tidak sibuk.”
Tidak sibuk apanya? Jelas-jelas Damien masih mendengar suara wanita itu mendesah tidak karuan. Entah apa jadinya jika ia menyetujui tawaran kliennya itu. “Maaf, lain waktu saja. Nanti bicarakan kembali jadwal pastinya pada asisten saya, Tuan.”
Damien langsung mematikan sambungan telepon dan bergegas kembali ke kantornya. Perasaannya benar-benar kacau saat ini. Ini klien pertama yang sangat-sangat mengecewakan baginya. Padahal, seluruh timnya sudah bekerja keras untuk menyelesaikan produk yang diminta, tapi apa balasan yang didapat? Hanya membuang-buang waktu saja.
Beberapa staf dan karyawan merasa bingung dengan Damien yang baru saja tiba di kantor. Wajahnya terlihat kusut, tidak seperti biasanya. Biasanya mereka akan melihat wajah ceria Damien dan mendapatkan kabar gembira. Tapi tidak untuk hari ini.
“Ada masalah, Tuan?” tanya asisten pribadi Damien—Elsa.
Damien menghela napas lalu mengangguk. “Klien kita kali ini sangat mengecewakan.”
“Mengecewakan bagaimana, Tuan?” tanya Elsa penasaran.
“Ah, ya ampun! Dia itu ternyata klien yg sangat mesum, Elsa!” ujar Damien kesal sambil melonggarkan sedikit dasinya. “Dia meminta saya untuk datang tepat waktu, karena dia tidak suka keterlambatan. Tapi setelah saya tiba tepat waktu, dia justru enak-enakan dengan wanita di kamarnya.”
Elsa terkejut. Begitu juga dengan yang lainnya. “Astaga. Itu benar-benar menjengkelkan, Tuan,” ujar Elsa.
“Ya, sangat menjengkelkan,” kata Damien dan memberi tekanan pada kata ‘menjengkelkan’. “Dan yang lebih menjengkelkannya lagi, dia meminta saya untuk datang ke kamarnya. Apa dia sudah gila?”
“Itu keterlaluan, Tuan. Apa kita harus membatalkan rencana kerjasama ini dengannya?” tanya Elsa.
“Saya rasa memang harus. Tapi, saya harus menanyakan keputusan ini pada divisi yang lain,” kata Damien. “Siapkan berkas-berkas dan kita akan rapat sekarang.”
“Baik, Tuan.”
“Jangan lupa untuk memberitahukan hal ini pada semua divisi ya,” ucap Damien sebelum pergi pada Elsa.
Elsa mengangguk patuh. Damien pun bergegas pergi ke ruang rapat untuk membahas masalah ini. Selama mengurus perusahaan dan proyek, belum pernah Damien mengalami masalah seperti ini. Mungkin terkesan berlebihan, tapi pria satu ini selalu mengutamakan profesionalisme dalam pekerjaan. Ada saatnya bercinta dengan pasangan, dan ada saatnya untuk fokus bekerja. Klien tadi benar-benar tidak layak dijadikan rekan bisnis Damien kali ini.
***
Sore hari, Damien sudah tiba di rumah. Ia melihat keadaan rumahnya yang begitu sepi. Damien baru menyadari jika istrinya tidak ada di rumah. Ia pun menghela napas lelah sambil menaiki tangga, menuju lantai dua. Damien membuka pintu kamar dan terkejut melihat kondisi kamar yang berantakan seperti kapal pecah.
Damien memutuskan untuk mandi, menghilangkan rasa lengket di tubuhnya karena keringat. Seharian ini, banyak proyek yang harus ia urus di luar bersama beberapa rekan lamanya. Dia benar-benar sangat lelah sampai tertidur sesaat di dalam bathup.
Setelah beberapa menit, Damien keluar dari kamar mandi. Ia mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk sambil membersihkan kamarnya. Benar-benar berantakan. Selanjutnya, Damien duduk di tepian kasur sambil mengecek ponselnya. Tidak ada satupun notifikasi dari istrinya itu.
Damien menghela napas berat. Mencoba menghubungi sang istri, namun tidak tersambung. Damien heran dengan perubahan sikap istrinya semenjak 6 bulan terakhir ini. Sudah setahun pernikahan mereka berjalan dan manisnya hanya 6 bulan pertama saja. Setelah itu, sikap istrinya berubah total. Jarang di rumah dan selalu pulang tengah malam. Setiap kali Damien bertanya, istrinya selalu marah dan memilih pergi dari rumah selama semalam. Akan kembali besok paginya dalam kondisi mabuk berat.
Beberapa hari lalu mereka juga baru bertengkar hebat dengan alasan yang sama setiap minggunya. Terkadang, Damien merasa lelah dan ingin berbagi cerita pada orang tuanya. Tapi ia tak tega membebani kedua orang tuanya karena masalah rumah tangganya.
“Halo, Nak! Apa kabar?”
Damien tersenyum lembut dan merasa tenang saat mendengar suara lembut ibunya—Airin Beatrice. “Halo, Bu. Kabarku baik. Bagaimana kabar ibu dan ayah?” tanya Damien sambil merebahkan diri di atas kasur.
“Kami baik, Nak. Kapan kau akan kemari? Ibu sangat rindu padamu.”
“Mungkin minggu depan, Bu. Aku sedang sibuk mengurus beberapa proyek minggu ini. Jadi, aku belum bisa datang mengunjungi ibu dan ayah,” jawab Damien.
“Ya, ibu tahu itu. Tidak masalah. Selesaikan saja dulu pekerjaanmu ya.”
Airin memang selalu mengerti Damien dari segi apapun. Ia tak pernah mengeluh jika putranya tak datang ke rumah. Airin juga tidak pernah ikut campur dalam urusan rumah tangga Damien. Itu sebabnya Damien sangat menyayangi dan menghargai Airin.
“Bu, apa istriku tidak berkunjung ke sana tadi?” tanya Damien.
“Istrimu? Tidak, Nak. Memangnya kenapa?”
Damien menggeleng sendiri. “Ah, tidak ada apa-apa, Bu. Ibu jaga kesehatan di sana ya. Bilang juga pada ayah.”
“Iya, Nak. Kau juga jaga kesehatan. Jangan terlalu kelelahan. Ibu tidak ingin putra semata wayang ibu jadi sakit.”
“Baik, Ibu. Aku tutup dulu ya.”
“Iya, Nak.”
Damien meletakkan ponselnya di atas nakas. Pikirannya menerawang entah kemana. Ia begitu merindukan istrinya yang dulu. Yang selalu memperhatikannya dan menyiapkan segala keperluannya. Damien benar-benar rindu.
“Dimana kau, Istriku? Pulanglah. Aku merindukanmu,” gumam Damien sambil memejamkan kedua matanya.
TBC~Satu tahun kemudian, George dan Dyandta melangsungkan pernikahan sederhana di salah satu gereja. Disaksikan oleh keluarga besar George, pegawai Lunar's Cafe, para perawat di rumah sakit Dyandta, serta Cacha yang datang bersama Albert.Sebulan yang lalu, Albert akhirnya menemui Cacha dan mengaku masih mencintai Cacha. Albert mengajak Cacha untuk rujuk kembali dan ajakan itu pun diterima dengan senang hati oleh Cacha. Kabar baik itu langsung disebarkan oleh Cacha. Dan kini, Cacha menghadiri pernikahan dua sahabatnya bersama Albert.Lalu, bagaimana dengan Damien?Sejak diceraikan oleh Dyandta, Damien kembali mengalami depresi. Perusahaannya mengalami kebangkrutan dan proyek besar itu berhasil diambil alih oleh Willy dan kasus Malvis sudah ditutup karena pelakunya sudah tewas dalam kecelakaan tunggal. Damien pun dikirim ke rumah sakit, tempat Dyandta membuka praktek. Bailey dan Airin memang memberikan rumah sakit itu pada Dyandta dan tidak mengambilnya kembali.Selama ini, Dyandta masih m
Dyandta terbangun dari tidurnya pukul 02.00 dini hari. Ia melenguh sakit di kepala dan tangannya. Dyandta mencoba menormalkan pandangannya untuk melihat ke sekitar ruangan. Itu bukanlah kamarnya.Wanita itu mencoba mengingat apa yang sudah terjadi. Hingga ingatan akan kecelakaan itu langsung muncul. Dyandta langsung meraba perutnya."Anakku," gumamnya lirih.Dyandta melihat seseorang sedang tertidur di samping kirinya. Seseorang itu adalah George. Dia menemani Dyandta sejak tadi. Dyandta dipindahkan ke kamar perawatan pada pukul 12.00 dini hari tadi. Dan kini, Dyandta sudah sadar."George," panggil Dyandta lirih.George yang mendengar suara itu pun segera membuka mata dan menatap ke arah Dyandta. Pria itu tersenyum meskipun kesadarannya belum pulih sepenuhnya."Ah, kau sudah sadar. Aku panggilkan Dokter dulu ya," ucap George."Bagaimana dengan anakku?"Pertanyaan Dyandta membuat tubuh George kaku. Ia menatap Dyandta dalam diam. Sedangkan Dyandta menunggu jawaban dari George. "Katakan,
"....Jasadnya belum ditemukan sampai sekarang."Mendengar pengakuan Malvis, air mata Dyandta langsung menetes. Belum sempat ia meminta maaf pada orang tuanya, Tuhan sudah mengambil mereka darinya. Seketika tangis Dyandta pecah sambil memanggil kedua orang tuanya. Malvis menenangkan sambil mengusap pundak Dyandta."Aku ingin mengajakmu pergi karena aku tahu, kau tidak bahagia dengannya," lanjut Malvis.Dyandta menggeleng perlahan. "Tidak, Malvis. Aku harus menyelesaikan masalahku dengannya. Kau juga begitu. Jangan mencoba untuk lari sebelum masalah selesai.""Tidak!" Malvis menolak dengan tegas. "Aku tidak sudi bertemu dengannya. Dia sudah menghancurkanku. Bahkan secara tidak langsung, dia juga membunuh orang tuamu.""Jangan menuduh sembarangan, Malvis!" bentak Dyandta.Malvis menyalakan mesin mobil lalu melanjutkan perjalanan. Mengabaikan perintah Dyandta untuk berhenti. Sampai akhirnya, mereka saling berebut setir bundar itu. Hingga membuat mobil oleng ke kanan dan ke kiri. Tidak ada
"Sekarang, katakan apa yang sedang terjadi? Kenapa kau menangis?"Dyandta masih diam. Belum menjawab pertanyaan George. Ia masih berusaha menguatkan diri untuk menceritakan kejadian buruk itu. Untungnya George sabar menunggu dan berusaha memahami perasaan Dyandta.George menggenggam tangan Dyandta yang berada di atas meja, setelah piring bekas makan itu disingkirkan oleh George."It's okay, jika kau belum siap untuk cerita. Aku akan menunggu. Tenangkan dirimu," ucap George tenang. "Sekarang, ikuti aku. Tarik napas dalam-dalam, lalu buang perlahan."Dyandta langsung mengikuti apa yang disuruh George. "Iya, seperti itu. Bagus sekali. Lakukan terus sampai kau bisa tenang kembali," lanjut George memberi semangat.Wanita itu melakukannya secara berulang, lalu berhenti setelah dirinya merasa lebih tenang. Setelah itu, ia memulai ceritanya dari awal hingga akhir. George menjadi pendengar yang baik, meskipun hatinya sedang dongkol saat tahu Dyandta menangis karena Damien. Tapi George tetap me
Seminggu sejak kejadian ruang arsip terbakar, akhirnya polisi mengetahui identitas si pelaku. Pelaku tersebut adalah Malvis. Masih ingat dengan Malvis? Ya. Dia Malvis. Pria yang dikenal oleh Dyandta dan Damien. Pria yang selalu dianggap Dyandta sebagai saudara, justru berniat menghancurkan kehidupan Damien.Sampai saat ini, polisi masih memburu Malvis yang mendadak kabur entah kemana. Polisi sudah mendatangi alamat keluarga Malvis. Tapi Malvis tidak ada di sana.Entah sejak kapan pria itu berada di New York. Bahkan Dyandta sama sekali tidak tahu Malvis berada di kota yang sama dengannya.Damien menggebrak meja dengan kesal. Ia jadi teringat kejadian dulu, sebelum dirinya menikah dengan Dyandta. Karena kedekatan Dyandta dengan Malvis, Damien sempat berprasangka buruk pada Dyandta. Tapi Dyandta berusaha meyakinkannya bahwa Malvis hanya sekadar teman yang sudah dianggap seperti saudara. Damien berusaha menerima alasan itu setelah menikah dengan Dyandta.Tapi nyatanya, pria itu pula yang
"Tuan."Panggilan Pablo membuat Damien sedikit terkejut. Sejak tadi, Damien memang sedang melamun. Pikirannya terus tertuju pada seseorang yang ciri-cirinya disebutkan oleh Pablo. Sekuat tenaga Damien mengingatnya, namun tak kunjung menemukan titik terang."Apa anda yakin mengenal orang itu?" tanya Pablo.Damien mengangguk. "Saya yakin sekali, Pablo. Tapi saya masih belum bisa mengingat siapa namanya dan kapan terakhir bertemu dengannya.""Ah, pantas saja anda melamun. Ternyata anda sedang memikirkan itu," terka Pablo."Iya. Saya hanya penasaran, apa motifnya sampai membakar ruang arsip perusahaan."Pablo menghela napas panjang, kemudian memberikan opininya, "Saya rasa, dia sedang mencari berkas proyek itu, Tuan. Saya akui, proyek itu memang besar dan kita termasuk orang beruntung yang bisa mendapatkannya. Karena menurut informasi, ada banyak perusahaan yang mencoba menembus dinding pertahanan si pemilik proyek itu. Tapi selalu gagal dan pada akhirnya jatuh ke tangan kita, Tuan.""Hhh
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments