Share

XXIII

llmu hitamku kini semakin kuat. Jika saja bukan karena dia—yang aku agungkan—aku tak mungkin bisa seperti sekarang ini.

Hari itu, saat Ki Prana meregang nyawa dengan cara mengenaskan, aku sempat kebingungan karena ilmuku otomatis menghilang. Namun, aku teringat suatu tempat, di mana aku bisa meminta ilmu.

Dengan hanya berbekal pakaian yang melekat di tubuh, juga uang seadanya, aku pergi ke sana. Pantai Selatan.

Dipayungi sinar purnama kutatap ombak yang menggulung besar disertai semilir aroma bunga melati. Kugelar ritual pemanggilan lengkap dengan dupa dan sesajen.

Sangat kuat hawa magis di sini. Samar-samar terdengar suara gamelan dan kereta kencana. Dia sudah tiba. Namun, di luar dugaan, yang datang ternyata bukan Kanjeng Ratu, melainkan sang panglima komandan.

“Pergilah ke gua besar di atas bukit!” perintahnya.

Aku mengangguk patuh.

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status