Teror Indekos Bekas Bunuh Diri

Teror Indekos Bekas Bunuh Diri

By:  HyFaa  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
10Chapters
353views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Terdapat insiden bunuh diri di indekos tempat Dinda tinggal. Kehidupan Dinda sebagai mahasiswa semester 2 yang tadinya tenang, kini harus berubah 180°. Ia menjadi saksi saat ibu pemilik indekos pun ikut tewas dengan cara yang sama meski hanya lewat indra pendengaran. Sayangnya, Dinda tidak dapat pindah karena kendala biaya. Anehnya, teror muncul dan menghampiri Dinda terus-menerus. Lantas, apakah Dinda kuat menjalani terror, atau dirinya juga akan berakhir seperti Ibu Kos dan menjadi hantu seperti mereka?

View More
Teror Indekos Bekas Bunuh Diri Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
10 Chapters
Bab 1: Penemuan Mayat
"Bagaimana kejadian yang sebenarnya? Kenapa bisa-bisanya ada kasus yang seperti ini? Kalian tidak pernah memperhatikan teman kalian sendiri, kah?" tanya Tanti, perempuan pemilik indekos yang baru saja tiba di indekos miliknya itu. Namun, saat Tanti telah tiba di indekos miliknya, sudah sangat ramai dengan banyaknya orang yang memiliki rasa keingintahuan yang sangat tinggi. Ditambah lagi, dengan adanya garis polisi yang membatasi kamar penemuan mayat. Tanpa ingin membuang waktu lebih banyak lagi, Tanti langsung menerobos masuk ke kerumunan orang-orang. "Ini, Pak yang punya indekosnya," ucap salah satu warga yang memang tengah hadir dan menyaksikan. Tanti menganggukkan kepala, memberi pertanda jika apa yang diutarakan oleh warga tersebut adalah benar. Detik itu juga Tanti langsung diinterogasi oleh pihak kepolisian, mengenai bagaimana kejadian dan juga informasi yang memang sangat dibutuhkan oleh pihak kepolisian tersebut. Sebenarnya, sangat tak bisa dipungkiri, jika saat mendapat
Read more
Bab 2: Semakin Mendekat
Tanti mengerutkan kening kembali begitu melihat pesan Dinda, salah satu mahasiswa yang berada di indekos itu. Sedari tadi, perempuan itu menceritakan jika tadi ia mendengar suara tangis dari arah kamar Lina, juga suara teriakan yang menyayat hati. Meskipun begitu, tak ada yang bisa dilakukan oleh Dinda, karena ia tidak ingin mengambil resiko jika sampai arwah dari teman indekosnya itu justru akan menghantuinya. Di akhir pesan yang dikirim juga, Dinda mengutarakan kalimat maaf, jika ia tidak bisa untuk melakukan apa-apa. Seperti menolong Tanti, karena rasa takut juga sudah sangat menyelimuti Dinda saat ini. "Bu ... tolongin Lina. Lina enggak mau kayak gini, Lina nyesel, Bu. Harusnya Lina masih hidup dan bisa ketawa-ketawa," lirih Lina tiba-tiba, hingga mengalihkan fokus Tanti secara mendadak. "Maafin Ibu Lina, tapi kita udah beda dunia dan Ibu juga takut jika harus keluar dari kamar buat ketemu sama kamu," gumam Tanti, dengan suara yang cukup pelan. Bertepatan dengan jawaban dar
Read more
Bab 3: Ada Apa?
Dinda tak ingin semakin membuang waktunya untuk tetap terus berada di indekos tersebut, dengan segera saja tangan sebelah kanannya merogoh saku celana, lalu meraih ponsel yang ia punya. Menghubungi nomor dari salah satu temannya yang memang sudah dekat.Ia berharap banyak jika temannya itu akan mau menampung dirinya untuk sementara waktu saja, Dinda sangat yakin, jika ia pasti tidak akan bisa tenang tinggal di indekos tersebut. "Halo, Mel, aku mau minta tolong sesuatu ke kamu, boleh atau enggak?" tanya Dinda, basa-basi terlebih dulu, tidak langsing ke dalam inti pembicaraan, karena memang sungguh rasanya sangat tak enak sekali. Sedikit malu dan juga merasa pasti akan sangat mengganggu. Namun, karena rasa takut dan juga khawatir akan apa yang ia alami nanti malam, dan Dinda juga tak ingin jika nasibnya akan sama sepeti Tanti. "Iya, Din, kenapa ya? Kamu mau minta tolong apa? Kok suara kamu kayak yang lagi ga tenang gitu sih?" sahut Amel, teman Dinda yang ternyata langsung peka dengan
Read more
Bab 4: Hal Janggal
"Kamu enggak kenapa-kenapa kan, Din?" Pertanyaan Amel memecah keheningan di antara mereka berdua, pasalnya memang sedari tadi Amel sudah merasa sangat penasaran. Namun, Dinda tak kunjung membuka suara, untuk dapat menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. "Alhamdulillah, aku enggak kenapa-napa kok, tapi ibu kos aku, Mel." Jawaban yang diutarakan oleh Dinda barusan menggunakan nada bicara yang sangat lemah. Hal itu tentu saja membuat Amel merasa sangat aneh, tetapi ia hanya bisa memastikan temannya itu lewat kaca spion motornya saja. Sebenarnya, ia terkejut dengan jawaban tadi, tetapi Amel memiliki inisiatif untuk tidak mengutarakan pertanyaan apa pun, sampai nanti Dinda sendiri yang bercerita. ****** "Ibu kos ... udah enggak ada. Jujur aku kaget dan enggak nyangka banget, orang yang udah aku anggap kayak orangtua aku sendiri, justru pergi dengan begitu cepet," gumam Dinda, sangat menyiratkan kesedihan sekali. Amel mendengarkan apa yang dituturkan oleh Dinda, dengan pandangan
Read more
Bab 5: Hantu
"Mel, ibu kos yang udah meninggal nelepon aku, Mel. Aku angkat enggak ya?" tutur Dinda begitu sadar dari lamunannya.Dengan cepat, ia menyerahkan ponsel miliknya dan menunjukkan layar ponsel yang terpampang sangat jelas nama pemilik indekos. "Eum ... bisa jadi itu salah satu keluarganya. Kamu terakhir ada komunikasi enggak sama ibu kosan kamu itu?" Amel memberikan rasa tenang ada Dinda, sehingga ada keberanian yang langsung muncul dan memutuskan untuk mengangkat telepon tersebut. Dinda memencet tombol berwarna hijau, yang menandakan jika panggilan tersebut ia terima. Meskipun dirinya masih ada sedikit rasa takut dan juga khawatir, tetapi sebisa mungkin ia menepis semua hal tersebut. Bukan hanya Dinda saja yang akan mendengarkan pembicaraan dari telepon tersebut, tetapi Dinda memang sangat sengaja untuk mengaktifkan loudspeaker. Tentu saja supaya Amel juga dapat mendengar apa yang akan dibahas. "Tolong ...." Suara tersebut yang pertama kali didengar, baik oleh Dinda dan juga Amel.
Read more
Bab 6: Takut
"Mana coba? Enggak ada, kan?" tanya Dinda balik. "Tapi, aku yakin banget kok sumpah, Din. Aku ngeliat sendiri ada pesan bentuknya itu voice note, tapi pas aku puter suaranya itu nyeremin. Emang kamu enggak denger apa pun? Aku dengerinnya pake suara yang full loh." Amel menjelaskan hal itu, dengan kedua mata yang menoleh kanan dan kiri, memastikan jika di dalam indekosnya tak ada hal-hal yang menakutkan lagi. Pasalnya, ia baru pertama kali ini mendapati hal-hal yang ghaib seperti itu. Tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Amel, Dinda hanya menggelengkan kepala saja. Setelah itu ia memilih untuk meletakkan ponsel miliknya begitu saja. "Jadi, ibu kos aku itu enggak ada karena hantu. Eits, tapi ini baru dugaan aku aja ya, karena yang terakhir interaksi sama ibu kos, ya hantu itu," tutur Dinda, mulai bercerita tentang apa yang menimpa Tanti. "Hantu?" "Iya, jadi ceritanya itu tadi kemarin siang ditemuin jasad perempuan cantik yang gantung diri di dalam kamarnya. Enggak jau
Read more
Bab 7: Terror
Alangkah terkejutnya, kala mereka berdua mendengar suara dari isi voice note tersebut.Karena terkejut, spontan Dinda langsung melempar ponsel miliknya ke tempat tidur. Menatap ke arah wajah Amel, yang juga sama-sama tengah ketakutan. "Amel ... aku takut," ungkap Dinda, tetapi tidak mendapat jawaban apa pun dari Amel. Beberapa menit mereka saling diam, menghabiskan waktu untuk sibuk dengan pikiran masing-masing. Tak ada yang berkata apa pun, sampai akhirnya Amel tiba-tiba saja berkata, "Apa mungkin ya, hantu itu lagi ada di sekitar sini?" "Jangan ngaco kamu, Mel, kalau ngomong! Aku sekarang lagi takut, kamu malah nambah aku makin takut aja!" Dinda kesal, karena saat ini ia benar-benar merasa takut. Ia masih ingin melanjutkan hidup, meskipun sederhana dan juga penuh akan cobaan, tetapi Dinda masih semangat. Ia tidak ingin meninggal dengan cara yang sangat tidak wajar seperti itu. Dinda menggelengkan kepala, ia ingin menepis semua pikiran buruk itu. Tak sepantasnya ia takut denga
Read more
Bab 8: Kebingungan
Amel mulai ciut, rasa takut sudah menyelimuti. Ingin rasanya ia hanya menunggu di luar saja, tetapi di luar pun tetap saja ada rasa takut."Semuanya udah milih buat pindah mungkin, Mel. Ayok lah, kita ke kamar aku aja." Dinda bergegas melangkahkan kaki untuk menuju ke kamar dan membereskan semua barang-barang miliknya. Tak ada kejanggalan apa pun, hanya hawa bangunan saja yang menjadi tak biasa. Seakan-akan bangunan indekos itu sudah lama tidak berpenghuni. Tidak begitu jauh kamar milik Dinda, sesampainya di depan kamar, segera saja membuka pintu dan masuk ke dalam kamar tersebut. Dinyalakannya lampu kamar, serta jendela pun dibuka. Hal itu bertujuan supaya ada udara yang masuk dan kamar tidak lagi pengap, tetapi alangkah terkejutnya kala pintu kamar tiba-tiba saja tertutup sendiri. Amel yang sedari tadi hanya mengamati kamar saja dan berdiri tak jauh dari arah pintu pun langsung merasa ketakutan, berlari mendekat ke arah Dinda dan memeluk sangat erat. Tak hanya Amel saja yang ta
Read more
Bab 9: Di Luar Nalar
"Tahan dulu sebentar, kita tunggu di dalam kamar sini aja sambil aku juga nyoba buat nyari bantuan," ucap Dinda, masih berusaha tetap tenang.Karena memang rasa percaya yang dimiliki oleh Dinda cukup besar, sehingga membuat perempuan tersebut memiliki keberanian yang lebih. Ia berpikir, jika sedari tadi dirinya hanya berdiri saja, itu sama saja akan membuang tenaga dengan sangat sia-sia. Sehingga, Dinda segera menuntun telapak tangan milik Amel, supaya duduk di atas tempat tidurnya. Namun, reaksi Amel justru di luar dugaan. Ia justru berkata, "Tapi, Din, aku takut kalau harus duduk di situ. Apalagi posisinya deket banget sama pintu keluar.""Amel, percaya sama aku deh, enggak bakalan ada apa-apa. Kalau pun ada sesuatu yang nanti terjadi, pasti yang bakalan kena itu aku dulu, kan dari tadi juga yang dipanggil namanya, nama aku." Dinda benar-benar berusaha untuk membuat temannya percaya dengan apa yang ia katakan. Sebenarnya sudah ada rasa tenang di dalam hati Amel, tetapi tentu saja
Read more
Bab 10: Panik
Bayu panik, ia bingung dengan apa yang harus ia lakukan saat ini. Terlebih lagi, sambungan telepon dari kekasihnya itu seketika terputus begitu saja.Tak ingin membuang waktu lebih banyak lagi, segera saja Bayu keluar dari dalam kamar tidurnya dan bersiap-siap untuk pergi menuju indekos kediaman Dinda.Perasaannya campur aduk, berharap jika saat ini kekasihnya baik-baik saja. Mengendarai kendaraan pun tanpa kendali, sebab yang ada di dalam pikirannya saat ini hanya ingin segera tiba saja."Sayang, tunggu sebentar ya, aku akan segera tiba di sana," gumam Bayu, seraya terus melafalkan lafadz Allah. Memohon perlindungan untuk sang kekasih, yang bahkan dirinya saja tidak tahu bagaimana kabarnya saat ini.Sedangkan, di tempat yang lain, Dinda dan Amel harus merasakan keadaan yang sangat mencekam. Rasa takut harus mereka berdua lawan."Tidak perlu takut dengan bangsa jin, sebab kedudukan manusia itu lebih tinggi. Terus lah ingat Allah, minta perlindungan padaNya, insyaAllah kamu akan baik-b
Read more
DMCA.com Protection Status