Mouren Inc memang selalu sibuk. Sama seperti Amber yang sedang berusaha menyesuaikan diri dengan kesibukan Mouren Inc di meja kerjanya. Tentu saja ini adalah hari pertama Amber di kantor. Jadi dia berusaha menyelesaikan tugas-tugasnya dengan tekun. Namun, keheningan kantor seiring berjalannya waktu mulai membuatnya merasa tidak nyaman. Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, dan Amber pikir, dia bisa segera pulang untuk menjemput Victor dan Violet di daycare.
Namun, Tuan Parker, atasan Amber, tiba-tiba saja datang dan duduk di meja dekatnya dengan senyum genit. “Amber, bisakah kau menyelesaikan laporan ini sebelum pulang?”
Amber mengernyit bingung, ah, dasar atasan menyebalkan, memangnya kami sedekat itu sampai dia bisa langsung memanggil nama depanku?!
“Ta- tapi….”
Amber mengepalkan tangannya di bawah meja, tapi aku harus menjemput anak-anakku yang lucu dan imut!
“Laporan ini akan digunakan untuk meeting besok pagi. Kau tahu kan, Nona Clara, putri pemilik perusahaan yang baru kembali ke sini, akan memeriksanya pukul enam pagi.” Tuan Parker tersenyum dengan seringai yang tampak menjijikan di mata Amber.
Amber tentu tidak punya pilihan, jadi dia mengangguk singkat, “Tentu saja, Tuan Parker. Saya akan segera menyelesaikannya.”
Amber berkali-kali melihat ke arah jam dinding. Sudah hampir setengah enam sore. Ponselnya terus bergetar. Panggilan dari petugas daycare tempatnya menitipkan si kembar sudah sejak tadi berdering. Aduh, bagaimana ini? Violet dan Victor belum di jemput, dan aku terjebak di sini. Awas saja kalau mereka tidak membayar uang lemburku dengan benar! batin Amber sambil menghela napas panjang.
Amber menatap layar ponselnya dengan ekspresi cemas. Suaranya gemetar saat dia menjawab panggilan dari daycare tempat Victor dan Violet berada.
[Nyonya, ini sudah melewati jam operasional kami. Tolong segera jemput putra-putri Anda karena kami akan segera tutup.]
“Iya, maafkan saya. Saya terjebak oleh lemburan di kantor Tapi saya akan segera mengirim seseorang untuk datang dan menjemput mereka,” ucap Amber dengan penuh rasa bersalah.
Setelah menutup panggilan, dia segera menghubungi Jessie, sahabatnya yang sudah sangat baik hati, sampai bersedia menampung dirinya, Victor dan Violet. Bahkan Jessie uga bilang kalau dia tak keberatan menjaga si kembar sebentar sementara Amber bekerja. Meskipun merasa tidak enak, tapi saat ini Amber tidak punya pilihan lain selain Jessie. Amber segera memutar nomor Jessie di ponselnya.
“Jessie, maaf mengganggu. Bisakah kau menjemput Victor dan Violet di daycare? Aku terjebak di kantor, dan mereka memintaku menjemput si kembar segera,” pinta Amber, suaranya penuh kegelisahan.
Untungnya, Jessie merespons dengan ramah.
[Tentu saja, Amber. Jangan khawatir. Aku akan segera ke sana.]
Amber merasa lega mendengar jawaban Jessie. Dia tahu dia bisa mengandalkan sahabatnya itu. Namun, kekhawatirannya terhadap Victor dan Violet membuatnya tidak bisa diam. Namun tak ada pilihan. Amber harus menyelesaikan tugas yang diberikan Tuan parker sebelum pulang.
Jam terus berjalan, sekarang pukul delapan dan kantor mulai sepi. Amber fokus menyelesaikan tugasnya, tetapi tiba-tiba dia merasa ada yang mengawasinya. Dia menoleh dan melihat Tuan Parker mengamatinya dengan tatapan mengganggu.
“Tuan Parker, apakah ada yang bisa saya bantu?” tanya Amber, mencoba tetap profesional.
Tuan Parker tersenyum licik. “Oh, Amber. Kau tahu, kau terlihat sangat menarik hari ini. Apa kau mau minum wine bersama denganku setelah ini?”
Amber mencoba tersenyum sopan. “Maaf, Tuan Parker. Saya harus menyelesaikan pekerjaan ini dan segera pulang.”
“Jangan dingin begitu.” sahut Tuan Parker tidak mengerti batasan. Dia mendekati Amber dengan sikap yang semakin mengganggu. “Ah, Amber. Ayo, kita bisa meluangkan waktu bersama. Kau pasti menyukainya nanti. Punyaku keras dan panjang… kurasa kau akan mendesah dan-”
Amber merasa tidak nyaman dan langsung memotong ucapannya. “Tuan Parker, saya ingin fokus pada pekerjaan saya.”
Tetapi Tuan Parker semakin mendekat. “Kau terlalu tegang, Amber. Biarkan aku membantu merilekskanmu.”
Amber mencoba menghindar, tetapi Tuan Parker terus mendekatinya. Dia merasa terjebak dan tidak tahu harus berbuat apa.
“Tuan Parker, tolong jangan melakukan ini,” ucap Amber dengan suara gemetar.
Tetapi Tuan Parker terus mendekat. “Kau bisa menikmatinya, Amber. Jangan terlalu kaku.”
Amber merasa semakin terjepit. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Tetapi tiba-tiba, suara pintu kantor terbuka dan salah satu rekan kerjanya muncul. Dia adalah wanita berambut coklat yang memperkenalkan dirinya sebagai Charlotte tadi pagi.
“Maaf mengganggu, Amber. Tuan Parker, aku juga sedang lembur dan ingin membeli makan malam, apa kalian mau burger dan cola di resto depan?” tanya Charlotte ramah dengan senyum.
Tuan Parker langsung berbalik dan menyadari situasinya. “Oh, tentu saja Lottie… apa kau bisa pesankan dua burger keju dan cola?”
“Tentu, ayo temani aku, Amber!”
Amber merasa lega ketika rekan kerjanya masuk, dan Tuan Parker pergi dengan cepat. Dia mengambil napas dalam-dalam dan berusaha mengatasi rasa gemetarnya.
***
Sementara itu di Kingston Corporation, dengan langkah gemulai, Clara memasuki ruang kerja Julian, senyum manis terukir di bibirnya. Dia melihat Julian yang sibuk di meja kerjanya, menghadapi tumpukan dokumen dan laptop yang menyala terang.
“Julian, sayang, aku datang menemuimu,” ucap Clara dengan suara lembut, mencoba menarik perhatian Julian.
Julian mengangkat kepala, matanya bertemu dengan sosok Clara yang memesona di depannya. Dia menarik nafas dalam-dalam, merasakan sedikit gangguan karena kedatangan Clara di tengah kesibukannya.
“Clara,” sahut Julian dengan nada yang tetap tenang dan dingin meskipun dia sedang lelah. “Ada apa dengan kedatanganmu?”
Clara mendekati meja Julian dengan langkah anggunnya, merapatkan diri pada Julian yang duduk tegak di kursi. Dia memperlihatkan senyumnya yang manis, mencoba mencairkan keretakan dingin di antara mereka.
“Aku hanya ingin melihatmu, Ian. Aku merindukanmu,” ucap Clara dengan suara lembut, matanya memancarkan kilau keinginan.
Julian merasa sedikit terganggu dengan kedekatan Clara. Dia tidak terbiasa dengan ekspresi perhatian dan kasih sayang yang terlalu manis dari Clara. Namun, dia tidak menolak kehadirannya.
“Maaf, Clara. Aku sedang terlalu sibuk dengan pekerjaanku,” jawab Julian singkat, mencoba memfokuskan perhatiannya kembali pada dokumen di depannya. “Kalau tidak ada perlu, pulanglah.”
Clara menatap Julian dengan tatapan penuh harap. Dia mencintai Julian lebih dari apapun, meskipun Julian seringkali bersikap dingin dan acuh tak acuh padanya. Baginya, Julian adalah segalanya, dan dia bersedia melakukan apapun untuk menjaga hubungan itu.
“Kita akan bertunangan besok, dan seperti ini saja responmu?” Clara merajuk. “Ian, aku sudah bilang pada Dad tentang proyek yang kau minta, jadi kenapa kau masih begini?”
Julian mengangkat sebelah alisnya, dia merangkul Clara dan membawa wanita itu duduk di pangkuannya. “Jadi, apa yang dikatakan ayahmu?”
Clara langsung bungah dengan perhatian kecil itu. “Dad akan menyetujuinya.”
“Bagus, kurasa aku bisa mencintaimu kalau kau terus memberikan keuntungan bagiku.”
Clara tidak peduli, dia mengalungkan tangan di leher Julian. “Apapun, asal kau tidak meninggalkanku, Ian.”
Dalam benak Julian, dia berpikir bahwa mungkin ini memang yang terbaik. Clara adalah wanita cantik dan sepadan dengannya, dan menjalin hubungan dengan Clara mungkin akan membuat hidupnya lebih mudah. Meskipun tidak ada api yang berkobar di dalam dirinya untuk Clara, Julian menganggap ini sebagai kesempatan yang baik untuk memperkuat posisinya di dunia bisnis.
Ini yang terbaik, batin Julian mantap.
Waktu berlalu dengan cepat. Sudah beberapa bulan sejak Hector dan Hugo lahir, dan hidup Amber kini penuh dengan kesibukan. Setiap hari, dia terfokus mengurus dua bayi kembar mereka, sementara Julian mengambil alih tugas mengasuh Victor dan Violet setiap kali ada waktu. Gracey sering mampir dan kadang menginap untuk membantu Amber, memberikan sedikit kelonggaran dari tugas berat sebagai ibu baru.Suatu malam, saat mereka akhirnya bisa duduk berdua di sofa setelah anak-anak tertidur, Julian memandang Amber dengan lembut. Wajah istrinya terlihat lelah, tetapi tetap memancarkan kehangatan dan kasih sayang.“Amber,” panggil Julian pelan, membuat Amber menoleh. “Ada yang ingin aku tanyakan padamu.”“Apa itu, Sayang?” Amber bertanya sambil menyesuaikan posisi duduknya, mencoba meredakan kelelahan di tubuhnya.“Aku ingin memberikanmu sesuatu sebagai hadiah,” kata Julian dengan serius. “Hadiah yang spesial.”Amber mengerutkan kening, sedikit terkejut. “Hadiah? Untuk apa?”Julian tersenyum han
Waktu berlalu dengan cepat, dan kehamilan Amber kini sudah mencapai bulan terakhir. Setiap hari terasa penuh dengan harapan dan kegembiraan. Ketika Amber dan Julian melakukan USG beberapa minggu sebelumnya, mereka terkejut dan senang mengetahui bahwa bayi yang dikandung Amber ternyata kembar. Namun, sebagai kejutan, mereka memutuskan untuk tidak mengungkap jenis kelamin bayi tersebut, menjaga agar momen kelahiran menjadi lebih spesial.Hari yang dinantikan akhirnya tiba. Amber merasakan kontraksi yang semakin intens, dan Julian segera membawa Amber ke rumah sakit. Ketegangan dan kegembiraan memenuhi udara saat mereka memasuki ruang bersalin. Julian menggenggam tangan Amber erat, memberikan dukungan dan cinta yang tak terbatas.“Grandma, sebentar lagi adik bayi akan lahir, ya?” tanya Violet dengan wajah polosnya.Gracey yang ikut ke rumah sakit mengangguk pelan, “iya sayang. Mommy akan melahirkan adik bayi untuk kalian.”“Apa prosesnya cepat?” tanya Victor dengan wajah khawatir, “bany
Pagi itu, Amber merasa tidak enak badan. Sudah beberapa hari terakhir tubuhnya lemah, disertai pusing dan mual yang semakin parah. Namun, hari ini, saat mereka mengunjungi rumah orang tua Julian, Gracey dan James, mual itu terasa lebih kuat. Amber dan Julian sengaja membawa si kembar, Victor dan Violet, untuk bermain di rumah kakek dan nenek mereka. Namun, suasana hangat yang biasanya menyelimuti mereka saat berkumpul kali ini terasa berbeda.Julian duduk di sebelah Amber di ruang tamu, matanya penuh kekhawatiran. “Sayang, kau terlihat pucat. Ada apa? Kau sakit?” tanyanya lembut.Amber mengerutkan kening, tangannya memegang perutnya. “Aku merasa pusing dan mual, tapi tidak demam.”Julian semakin cemas. “Ini sudah beberapa hari. Mungkin kita perlu ke dokter.”Sebelum Amber sempat menjawab, rasa mual itu datang lebih kuat. “Hoeekk!” Amber menahan muntah, lalu melambaikan tangan ke arah Julian. “Julian, tolong... menjauh sebentar,” pintanya dengan lemah.Julian mundur dengan bingung. Ini
Setahun telah berlalu sejak Amber dan Julian mengikat janji suci dalam pernikahan mereka. Kehidupan mereka yang damai penuh dengan cinta, kebahagiaan, dan tawa anak-anak yang mengisi rumah mereka. Namun, di balik senyum Amber yang selalu cerah, ada kegelisahan yang tak kunjung hilang. Meskipun pernikahan mereka telah memasuki usia setahun, Amber belum juga hamil lagi. Rasa cemas dan bersalah mulai menghantui pikirannya, terutama karena Julian dan anak-anak pernah sangat menginginkan kehadiran adik bayi untuk Victor dan Violet.Hari itu, setelah mengantar Victor dan Violet ke taman kanak-kanak, Amber memutuskan untuk duduk sejenak di taman sekolah, menikmati ketenangan pagi. Saat dia duduk, Amber melihat seorang wanita di bangku lain yang tampak kelelahan dan sedih. Merasa iba, Amber menghampirinya.“Hai, kau baik-baik saja?” Amber menyapa dengan lembut.Wanita itu, yang terlihat terkejut dengan perhatian Amber, tersenyum kecil meski kesedihan masih terpancar di wajahnya. “Oh, hai… Iy
Sepulang dari bulan madu yang indah dan penuh kenangan di Eropa, Amber dan Julian kembali ke rumah mereka dengan hati yang hangat. Namun, kehangatan itu segera terganggu oleh dua sosok kecil yang sudah tak sabar menunggu di depan pintu.“Mommy! Daddy!” teriak Victor dan Violet serempak, wajah mereka bersinar-sinar penuh antusiasme.Gracey mengikuti dibelakang mereka. Kemudian memeluk Amber dengan hangat. “Bagaimana? Kalian menghabiskan waktu dengan baik di sana, kan?”“Sangat menyenangkan, Mom,” Amber mengurai pelukan, dia memberikan bingkisan yang terpisah pada Gracey. “Ini hadiah yang khusus aku bawakan dari setiap negara yang kami kunjungi.”“Tidak perlu repot-repot, Sayang.” Gracey menerima bingkisan itu, “tapi karena ini dari menantu kesayanganku, akan aku terima dengan senang hati.”“Mommy, Mommy!” Violet membentangkan tangannya, “peluk Vio! Aku sangat rindu pada Mommy!”Victor ikut membentangkan tangan, “jangan lupa aku juga anak kalian.” Ucapnya dengan malu-malu.Julian berde
Segera setelah pesta pernikahan selesai, Julian membawa Amber pergi berbulan madu. Meninggalkan Victor dan Violet dibawah pengawasan Gracey dan James. Perjalanan mereka dimulai dari Paris, kota yang tak pernah kehilangan pesonanya sebagai tujuan romantis. Mereka tiba di Paris pada malam hari, disambut oleh gemerlapnya lampu kota dan Menara Eiffel yang menjulang megah, seakan mengucapkan selamat datang kepada mereka. Julian telah merencanakan segalanya dengan cermat. Dia memilih hotel yang elegan dengan pemandangan langsung ke Menara Eiffel.Malam pertama mereka di Paris dihabiskan dengan makan malam romantis di sebuah restoran mewah di tepi Sungai Seine. Di bawah sinar lilin yang redup dan dengan latar belakang Menara Eiffel yang berkilauan, mereka menikmati hidangan Prancis yang lezat, ditemani oleh alunan musik lembut yang dimainkan oleh musisi lokal.“Kita akhirnya di sini,” kata Julian sambil menggenggam tangan Amber di atas meja. “Ini adalah awal dari kehidupan baru kita, dan ak