MasukLivyna luntang-lantung mencari dana untuk operasi bayinya yang berusia 7 bulan. Satu-satunya kelebihan yang dia miliki adalah ASI-nya yang melimpah. Berawal dari brosur mencari Ibu Susu, Livy melamar dan diterima karena hanya dia yang cocok. Sayang, sebelum kontrak ditandatangani, seorang pria menjegalnya. Kay, mantan kekasih yang dia khianati. "Aku tidak mau anakku meminum ASI dari wanita murahan!” “Kay… aku mohon! Izinkan aku. Aku butuh pekerjaan ini. Aku mohon….” Bagaimana nasib Livy dan anaknya? Apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu?
Lihat lebih banyakSetelah penantian panjang. Hari itu datang juga. Matahari bersinar lembut ketika Livy terbangun dengan rasa yang tak asing namun tetap menggetarkan, kontraksi. Namun, ia dan Kay tetap tenang. Tak ingin membuat anak-anak kepikiran dan ikut panik.Sampai mereka berangkat ke sekolah, barulah Kay memanggil Bibi Eden, dan dalam waktu singkat mereka sudah dalam perjalanan ke rumah sakit.Prosesnya tak seberat yang dulu, tapi Livy tetap memeras tenaga dan air mata untuk menghadirkan buah hati mereka ke dunia. Kay menggenggam tangannya erat, mencium keningnya berulang kali dan membisikkan dukungan. Penuh cinta. “Kita akan segera bertemu dengan putri kecil kita…”Dan akhirnya, suara tangis nyaring pecah di ruang operasi bersalin. Seorang bayi mungil dengan pipi kemerahan dan rambut hitam lebat lahir dengan sehat. Dokter mengangkatnya, menunjukkan pada Livy dan Kay yang sudah berlinang air mata. “Selamat, anak perempuannya sehat,” ucap sang dokter.Kay tersenyum lega, menatap Livy yang juga men
Kay berdiri di ambang pintu kamar matanya bertemu dengan Livy yang sedang bersandar di sandaran tempat tidur. Wajah istrinya itu tampak lelah, namun tetap bersinar. Senyuman lembut tersungging di bibirnya begitu melihat Kay muncul.“Kamu ya?” ucap Kay menggoda. “Sudah sakit, masih saja menggoda. Masih saja tersenyum.”Kay terkekeh. Dia menghampiri, duduk di sisi tempat tidur dan menggenggam tangan istrinya. “Sudah sarapan?” Tangannya mengusap pipi Livy dengan lembut. “Aku sudah pulang, ayo kita ke rumah sakit.”Livy mengangguk pelan. “Aku sudah makan, kok. Tapi… sebelum kita pergi, ada sesuatu yang ingin aku berikan ke kamu dulu.”Kay mengernyit. “Apa Sayang?” tanyanya dengan mata menyipit penuh tanya.Livy tersenyum penuh misteri. “Ambil deh sesuatu di laci nakas. Di dalam kotak obat.”Kay pun bangkit, membuka laci kecil di samping tempat tidur. Ia melihat sebuah kotak obat mungil dan mengangkatnya. Saat dia hendak bertanya lagi, Livy hanya menunjuk, menyuruhnya membuka sendiri.Deng
Waktu berjalan, hari berganti.Di suatu pagi, berbeda dari biasanya. Rumah yang biasanya dipenuhi keceriaan Livy dan langkah sibuknya menyiapkan sarapan, kini terasa sedikit hening. Livy masih terbaring di tempat tidur, tubuhnya terasa lemas sejak dini hari. Ia sempat bangun untuk memastikan anak-anaknya siap, tapi Kay memintanya untuk tetap beristirahat.“Aku akan urus semuanya,” ucap Kay seraya menyelimutinya lebih rapat. “Kalau masih belum enak badan, nanti aku bawa ke dokter.”Livy hanya mengangguk pelan. Wajahnya sedikit pucat, dan napasnya terdengar berat, meski ia terus memaksakan senyum agar tidak membuat Kay khawatir. Tapi Kay tahu—istrinya itu sedang tidak baik-baik saja.Kay pun turun ke bawah, memastikan semuanya siap. Bibi Eden sudah mengambil alih dapur dan menyajikan sarapan untuk mereka.“Bi… tolong bantu anak-anak, ya?” ucap Kay.“Bagaimana kabar Nyonya Livy, Tuan?”“Mudah-mudahan baik-baik saja. Mungkin butuh istirahat lebih,” jawab Kay.Albern yang kini duduk di kel
Kay masih tergelak, namun ia kembali mengalihkan pandangannya pada Albern. "Tapi Alice memang cantik, ya?" godanya lagi, mencoba memancing reaksi putranya. Albern hanya diam, sibuk mengunyah makanannya. Elian yang melihat kakaknya bungkam, langsung meledek. "Cieee, Kakak Albern malu-malu mau ngaku!" Livy tersenyum melihat interaksi mereka. Ia memutuskan untuk menengahi. "Berteman baik sama orang yang baik itu sangat boleh, kok. Mau laki-laki ataupun perempuan, yang penting kalian harus tetap fokus belajar, ya? Kalian masih terlalu kecil untuk cinta-cintaan." Livy memberikan nasihat dengan lembut. “Iya Ma. Nih si Dino banyak bicara!” gumam Albern menatap adiknya kesal. Elian pun hanya tertawa. Kay yang tampaknya terinspirasi dari percakapan itu, tiba-tiba melontarkan pertanyaan. "Oh ya, kalau semisal kalian punya adik perempuan, bagaimana?" Albern langsung menatap ayahnya datar, ekspresinya sulit dibaca. Sementara Elian menjawab cepat dan penuh semangat, "Mauuuu!" Albern kemudi






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Ulasan-ulasanLebih banyak