Bukan Sekadar Figuran

Bukan Sekadar Figuran

last updateLast Updated : 2025-06-01
By:  Yani AsmahariniUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 rating. 1 review
18Chapters
177views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Satu tahun terakhir, Dika Narendra Hasan CEO HSNMega Publisher mengencani Bella, putri sahabat ayahnya, pemilik Perusahaan Percetakan. Demi memperkuat kerjasama, keduanya akan menikah. Namun, dua pekan menuju hari bahagia, Narendra dikabarkan mengalami kecelakaan. Dia divonis lumpuh oleh dokter yang menanganinya. Tidak ingin terjebak dengan laki-laki cacat seperti Narendra, Bella memilih pergi di hari seharusnya dia menikah. Narendra meminta pengganti Bella, dan Sheilla lah yang ditunjuknya. Orangtua Bella yang tidak ingin menanggung aib sekaligus kehilangan berlian seperti Narendra pun membujuk keponakan mereka. Bersediakah Sheilla memenuhi permintaan om dan tantenya sebagai balas budi? Dan mengapa Narendra dengan mudah melabuhkan pilihan pada sosok Sheilla di tengah keadaan-dimana seharusnya dia bersedih karena Bella? Seiring berjalannya waktu, misteri tentang kecelakaan orangtua Sheilla; serta hilangnya seorang penulis yang pernah menerbitkan banyak buku di perusahaan Narendra, perlahan terkuak. Siapa dalang di balik semua kejadian itu?

View More

Chapter 1

Pengganti

“Apa, Tan? Aku? Aku yang nikah sama Kak Naren?” Masih dalam suasana menegangkan pasca diketahui, Bella sang mempelai wanita tak ditemukan di kamarnya. Jangankan Sheilla yang masih speecless mendengar perkataan tantenya barusan, seluruh penghuni rumah tidak ada yang tahu ke mana perginya Bella.

“Iya! Kamu gak salah dengar. Gantikan Bella demi tante, Sayang. Mau, ya?” Wanita paruh baya itu memegang kedua tangan Sheilla, seraya mengangguk meyakinkan keponakannya. “Cuma kamu yang bisa, Shei. Kamu sayang sama keluarga ini, kan? kamu gak mau, kan, kalau om sama tante harus menanggung malu karena ulah kakakmu, Bella?”

Sheilla masih mematung. Bibirnya bergetar tak kuasa untuk berucap. Keringat dingin mulai mengucur di pelipis, bahkan juga tangannya yang digenggam Alma—sang tante. Entah ini permintaan atau perintah, sebab sejak Sheilla tinggal dan diurus di rumah ini, Alma tidak pernah bicara selembut sekarang. Mata Alma yang mulai berkaca-kaca membuat Sheilla semakin bimbang.

“Om ….”

“Kamu gak punya kekasih, kan, Shei? Bisa penuhi permintaan tante kamu?” potong pria berkaca mata yang berdiri menghadap jendela itu.

Tidak disangka-sangka oleh Sheilla, jika om-nya juga mengharapkan hal yang sama darinya. Tarikan napas Sheilla semakin cepat. Dia menahan tangis, tidak menyangka sedikitpun alasan dia dibawa ke ruang make-up ternyata untuk hal seperti ini? Gadis itu memejamkan mata, mengumpulkan keberanian ‘tuk berbicara.

“A-aku … Om … She-Sheilla gak bisa, Om. Maaf,” lirihnya.

“Kenapa, sih, Shei?! Susah banget buat kamu bantu tante.” Alma mulai terlihat emosional. “Kamu itu kami yang urus dari kecil, seenggaknya lakukan ini untuk balas budi, bisa, kan?”

Benar kata orang, utang uang bisa dibayar, tapi utang budi … sakit rasanya bila diungkit. “Sheilla bisa lakukan apa pun untuk Om dan Tante. Tapi, tidak untuk menikah. Sheilla masih belum menyelesaikan kuliah, dan lagi, Kak Naren itu, kan ….”

“Kenapa Naren, Shei? Bukannya kamu juga sudah sangat mengenal pemuda itu. Setiap dia datang ke sini, kamu pun tampak akrab.”

“Itu karena dia tunangan Kak Bella, calon suami anak Om dan Tante. Sheilla menganggapnya sebagai kakak sendiri. Mana mungkin Sheilla menikah dengannya.”

“Kamu gak lihat, kan, di mana Bella?! Anak kurang ajar itu pergi dan sekarang tidak bisa dihubungi. Dia sudah melumuri kotoran di wajah keluarga ini.”

“Papa ….” Alma menyela. Bagaimana pun sebagai seorang ibu, dia tidak rela jika sang anak dikutuk untuk kesalahan ini. Alma yakin, Bella punya alasan kenapa memilih pergi dari pernikahan yang tinggal beberapa menit lagi akan dilangsungkan.

“Memang kenyataannya begitu, kan, Ma?” Om Wira mulai tersulut emosi. “Gara-gara mama terlalu sering memanjakan, anak itu jadi ngelunjak.”

“Udah, dong, Om, Tante. Kenapa kalian malah jadi berantem, sih?” Sheilla frustasi. Dia mengusap wajah yang sudah berpoles riasan tipis. Baju kebaya berwarna cream melekat di tubuhnya, sesuai dresscode yang disiapkan di acara pernikahan sang kakak sepupu.

“Karena itu kamu harus setuju, kalau kamu gak mau ada perdebatan di sini.” Kembali Alma menegaskan. Kata ‘harus’ bagai belati yang menusuk jantung Sheilla saat ini. Rasanya dia ingin mati saja.

“Kamu gak boleh nolak, apalagi hanya karena kamu masih kuliah. Lagi pula, toh, yang biayaain kamu sekolah tinggi itu kami-kami juga,” lanjut Alma.

Lagi-lagi, Sheilla menghela napas. “Kasih Sheilla waktu untuk pikirin ini dulu, ya, Tan. Sebentar aja,” mohon Sheilla.

“Ok. Jangan lama-lama! Keluarga Naren menunggu keputusanmu.”

Alma beranjak meninggalkan ruangan lebih dulu. Wira menyusul setelahnya. Ayah Bella itu mengusap puncak kepala Sheilla sebelum pergi. “Maaf kalau Om, terutama tante kamu terkesan memaksa,” ucap Wira.

Sheilla menghela napas kasar. Degup jantungnya seakan berhenti saat itu juga. Tidak pernah dia membayangkan jika semua ini akan terjadi pada dirinya. Tangan Sheilla yang masih gemetar merogoh ponsel di dalam saku. Mengetikkan pesan pada laman chatting.

Sepuluh menit dia menunggu balasan dari pesannya. Centang sudah berwarna biru, tapi pemuda yang merupakan kekasihnya itu tidak membalas. Lebih membingungkan lagi ketika Sheilla berusaha menelepon, nomor itu sudah tidak aktif.

“Kamu di mana, sih, Jef?” gumam Sheilla. Pintu kembali terbuka, gadis itu menoleh. Sheilla tahu ini sudah waktunya dia memberi jawaban.

“Gimana, Shei? Mau, ya, Nak?” Alma menatap Sheilla lekat.

Tatapan penuh harap itu tak kuasa Sheilla tolak. “Demi Om dan Tante … hanya demi reputasi kalian. Sheilla mungkin tidak bisa mengembalikan apa yang sudah Sheilla terima dari keluarga ini.”

Serta-merta Alma memeluk keponakan suaminya itu. “Terima kasih, Sayang. Tante janji setelah ini, tante akan bicara pada Naren supaya membiarkanmu tetap melanjutkan kuliah.”

Sheilla mengangguk seraya mengulas senyum tipis. Kemudian setelah itu, sang tante memintanya untuk segera bersiap-siap. Dua orang penata rias membawa Sheilla ke tempat duduk yang sudah disediakan.

“Bisa kita mulai?” tanya salah satu dari mereka.

“Saya minta waktu sebentar,” jawab Sheilla. Dia melangkah menuju bilik toilet. Kembali, Sheilla menghubungi nomor Jefri. Lagi-lagi tidak ada jawaban. Gadis itu memutuskan untuk mengirim pesan.

‘Kamu harus tau apa yang terjadi sama aku, Jef. Kak Bella kabur dari rumah dan sekarang aku diminta menggantikannya di pelaminan. Kalau kamu benar sayang sama aku … tolong datang secepatnya ke rumah om-ku.’

***

Alarm berbunyi nyaring, mengusik ketenangan tidur Jefri. Dia lantas terjaga. Buru-buru mengambil jam wekernya dan mematikan bunyi alarm yang bising itu. Pukul 08.30, Jefri melotot. Siapa yang menyetel waktu alarm di jam segini, pikirnya. Dia menoleh ke samping tempat tidur. Pemuda 24 tahun tersebut menepuk dahi.

Lupa, Jefri tidak sedang berada di kamarnya, melainkan di kamar apartemen milik Priska. Wanita malang itu bahkan masih tertidur pulas dengan tubuh nyaris tanpa busana.

"Pris ... ah!" Jefri menyingkap selimut. "Gue jadi terlambat gara-gara lo," umpatnya.

Priska menggeliat. Bibirnya menyunggingkan senyum smirk. "Kenapa, sih, Sayang. Heum ... minta tambah? Ayo!"

"Gila apa! Gue ada janji. Hari ini, hari pernikahan sepupunya Sheilla. Gue udah bilang ke dia bakal hadir. Coba lihat! Jam berapa ini? Bego banget lo nyetel alarm jam segini," oceh Jefri. Tangannya sibuk mengaitkan satu persatu kancing kemeja.

Selesai berpakaian, Jefri tak lupa meraih benda pipih miliknya di atas meja. Senyap, tidak satupun notifikasi. "Aneh, biasanya Sheilla bakal terus neleponin kalo telat. Ini, kok, nggak?" Curiga, Jefri memeriksa ponselnya. "Kok, mati? Gak mungkin lowbat, kan? Perasaan semalem sebelum tidur di-cas sampe full. Aduh, Sheilla gak bakal ngampunin gue kalo gini ceritanya."

"Ck! Sheilla, Sheilla, Sheilla terus yang ada di kepala lo. Lo lupa apa yang udah kita lewatin semalam, hah?! Atau jangan-jangan lo main sambil bayangin kalo gue ini Sheilla, iya, Jef?" sewot Priska. Wanita itu sudah berdiri dengan tubuh berbalut selimut.

"Kalaupun iya, apa masalah lo. Yang penting lo puas, kan?!" ketus Jefri. Dia sejenak terdiam merasai pening di kepalanya akibat efek alkohol semalam belum sepenuhnya hilang. Sambil berusaha menyalakan ponsel, Jefri bergegas membasuh wajah. Air kran mengalir yang dia gunakan membuat keadaannya sedikit lebih baik.

"Chat dari Sheilla udah dibaca?" Seketika Jefri kembali menghampiri Priska. "Ini perbuatan lo, iya, kan?!" bentaknya.

"Apa, sih!" Priska masih pura-pura tidak mengerti. Dia asyik menikmati sebatang nikotin tanpa peduli amarah di mata Jefri.

"Lo baca pesan dari Sheilla, lo juga matiin ponsel. Sheilla nelepon gue berkali-kali."

"Santai aja lagi. Sepupunya, kan, yang nikah, bukan si Sheilla lo itu. Telat dikit wajar lah namanya juga tamu undangan takut banget gak kebagian makanan perasmanan." Priska mulai ikut tersulut seperti sebatang rokok yang terselip di antara dua jemarinya. Benda bulat yang baru separuh habis itu dia letakkan di atas asbak.

"Itu dia masalahnya," lirih Jefri. "Ah, gak guna ngomong sama lo!"

Jefri berlalu setelah membentak Priska. Namun, belum sampai memegang gagang pintu, Priska memanggilnya.

"Tuh, ambil. Butuh, kan, lo buat beli bensin. Asal lo tau, kalo lo sama Sheilla, lo gak bakal dapet semua itu. Uang dan juga kenikmatan. Pacaran berapa lama lo sama Sheilla, pernah gak dia ngajak lo kayak gue ngajak lo begini? Gak pernah, kan?! Dah, pergi sana! Kejar cewek lo yang gak berguna itu. Jangan sampe lo balik lagi ke sini mohon-mohon ke gue."

Hilang harga diri, Jefri sudah mengakui hal itu sejak lama. Tepatnya sejak mengenal wanita bernama Priska yang tak lain bosnya sendiri. Sekarang, bukan waktunya memikirkan nasib sialnya yang harus terjebak dengan buaya betina di hadapannya itu. Masalahnya, Sheilla dipaksa menikah. "Apa dia itu lagi ngerjain gue kali, ya? Gara-gara gue gak datang-datang plus susah dihubungi?" Batin Jefri. Dia sudah berada di baseman apartemen. Merogoh kantung celana dan mengambil kunci motornya. Tak lupa sebelum pergi, Jefri memindahkan uang yang diberikan Priska, dari saku ke dalam dompet.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Yani Asmaharini
Semoga suka sama ceritaku, ya. Jangan lupa komen dan kasih bintang.......
2025-03-22 05:51:50
1
18 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status