Polisi berkerumun di tempat kejadian perkara. Gerald yang mengetahui Edrich berasa disana pun menyusul. Mendapati pemuda itu tengah dirawat di sebuah tenda milik kepolisian.
"Edrich." Gerald memanggil. Namun rekannya itu tidak merespon sama sekali. Ia duduk terdiam di sisi ranjang. Melamunkan sesuatu yang Gerald tidak ketahui. Menurut keterangan polisi, Edrich ditemukan tak sadarkan diri di dekat pusat kejadian. Tidak ada yang tahu apa penyebabnya, warga yang diintrogasi pun mengaku bila pemuda itu sempat membantu mereka mengejar nenek pencuri. Namun tiba-tiba berpisah saat eksekusi dan malah ditemukan pingsan sendirian.
Gerald menghela nafas, kemudian memilih menemani Edrich di sampingnya tanpa bicara.
Namun tiba-tiba bibir Edrich bersuara. "Aku..." Gerald langsung menoleh padanya. Menyimak pria itu berucap tanpa bertanya.
"Ak
Remang hari menghambur bersama langit mendung yang sebentar lagi memuntahkan hujannya. Membawa suasana sunyi dengan tepukan sepatu kuda yang menginjak aspal hitam. Davine menemani sang tuan pergi ke wilayah bagian Terrant untuk membicarakan tentang bantuan logistik bersama pemerintah yang memegang kewenangan disana. Sembari menunggu siapa yang akan ditemui sang tuan untuk mengurus penangkapan Odien, tuannya itu membawanya turun menengok seorang saksi kejadian besar yang menimpa wilayah ini.Sepanjang perjalanan, Davine sebenarnya menahan banyak pertanyaan. Pikirannya dipenuhi oleh sosok yang akhir-akhir ini menyita perhatian sang tuan. Yaitu pria berkuncir yang Zein temui pada Festival Woods beberapa waktu lalu. Ia merasa dia tidaklah terlalu penting karena kedudukannya bahkan berada sangat jauh di bawah Zein. Kemampuannya hanya seujung jari dibandingkan sang tuan muda, sungguh bukanlah ancaman yang perlu ditakutkan. Namun meski
Lenyap, kini jejak bahkan desing angin tak terkecap oleh demon, hantu, maupun manusia yang ditugaskan oleh Sand untuk berjaga. Hantu yang berdaulat di dimensi lain itu kebungungan karena tuan muda Elmardillo yang menjadi tonggak informasi sekarang malah mengangkat tangannya ke udara, membiarkan Odien berkeliaran bebas di luar sana.“Zein, aku tidak mengerti dengan apa yang sedang kau lakukan,” Sand bertandang tiba-tiba membawa kecemasan luar biasa. Rambutnya yang dibalut seutas kain menyembul tak beraturan, diterpa panik dan beban pikiran. “Dua hari masih tersisa, tetapi kau sudah melepaskan Odien dan sekarang dia tak dalam pengawasan. Aku semakin tak tenang, Zein!” berseru penuh rasa tertekan, surai berantakan itu kembali digaruk dengan kasar.Martin yang selama ini ditugaskan untuk mendampingi Sand kemanapun ia pergi menguap lebar, langsung merebahkan tubuh dan segera tidur setelah beberapa hari in
“Terimakasih banyak atas bantuan yang anda berikan, Dokter Jorah. Aku tidaklah bisa berdiri saat ini jika bukan karena perawatanmu,” Edrich menunduk pada wanita berambut panjang di hadapannya. Kemudian membopong tas besar yang dibawa Gerald saat ia masih dirawat. Sedangkan pria berambut acak itu tak henti mematung sembari memperhatikan wajah cantik sang Dokter yang akan jarang ia temui sekarang.“Hey, Gerald.” Edrich memanggil sang rekan, “apa kau ingin bergantian saja denganku dirawat disini?”Gerald berdecak kesal, sifat menyebalkan Edrich sudah kembali seperti semula. “Kalau begitu, aku dan Edrich permisi. Sekali lagi, terimakasih atas bantuanmu. Untuk selanjutnya, mungkin kami akan mengunjungimu lagi ketika kepolisian memanggil untuk penyelidikan.”“Terimakasih kembali, tuan Edrich. Dan aku akan menunggunya, Gerald. Semoga perjalanan kalian berjalan lanc
“Gerald, kemana dia pergi sekarang?” Leher pria berkuncir itu tak bisa berhenti meliuk ke sana kemari, berjalan ke segala arah sembari memegangi kepalanya seakan bagian tubuh itu akan hilang bila dilepaskan. “Kenapa kau diam saja? Bantu aku mencarinya, Gerald!”Sedangkan pria berambut acak yang sedari tadi memperhatikannya menghela nafas lelah, “Bagaimana caraku membantu, Edrich? Aku bahkan tidak bisa melihatnya sama sekali.”Edrich spontan menepuk jidat. “Ah, aku lupa soal itu.”Disini mereka sekarang. Berdiri diantara hutan pinus yang mulai dipenuhi salju yang berguguran, memutihkan dedaunan. Setelah mengikuti langkah Edrich yang tak menentu, akhirnya kini mereka tersesat di hutan dengan subjek yang menghilang dari kejaran. Jalanan terlihat mulai licin, suhu dingin membuat nafas Gerald berembun di udara. Ditambah mereka yang hanya mengenakan mantel dan jas yang tidak cukup tebal, tak bisa menghalau tubuh Ger
Alexan melesat. Membawa Edrich bersama dirinya, sengaja membuat Odien terpancing. Sedangkan pemilik hadiah festival itu mulai beranjak dari tempatnya berdiri, mengumpulkan semua kekuatannya untuk mengucapkan mantra sekali lagi meskipun ia tau usahanya tak akan berhasil."Padamu pemilik kekuatan ini, berikan kuasa padaku untuk menjadikan Demon itu menjadi pemujaku.. Berikan aku, berikanlah padaku..!Gemercik cahaya sekilas memenuhi udara. Riuh suara bergema, senyum Odien terkembang perlahan. Namun sekejap kemudian sinar itu menghilang. Dan lagi-lagi pemberian yang telah ia dapat tak berfungsi pada Alexan. Permintaannya selalu ditolak dan ia tak mampu menjadikan Demon milik Zein itu menjadi miliknya."Ck, kurang ajar!" Menggerutu, ia mau tak mau harus bergerak dengan kakinya sendiri saat ini. Edrich, pemuda itu merupakan ancaman besar baginya. Zein sudah cukup membuatnya kewalahan, dan dua hari waktu yang tersi
Padang lapang itu hening. Debu dan asap bekas pertempuran masih beterbangan, terbawa angin bersama hilangnya semua makhluk yang ada. Hanya ada Gerald disana, dengan Edrich yang berdiri lemas di atas kakinya sendiri. Kesadarannya mungkin terambil tadi. Tapi bukan berarti dia tidak menyadari adanya keanehan sesaat sebelum pria yang menyanggah tubuhnya ini sempat bertatap mata dengan pemimpin Elmardillo.‘Apakah mereka saling mengenal?’ Kalimat itu hanya berdenyar di lubuk hatinya sendiri. Nyatanya semua tidak akan masuk akal jika Edrich berusaha memikirkannya. Tubuhnya terlalu letih, bahunya terasa sangat berat dan matanya masih saja memburam. Sehingga ia hanya bisa mengikuti arahan Gerald untuk melangkah pergi.Mereka terus berjalan dalam diam. Entah Gerald yang terbungkam karena sudah cukup menelan segala peristiwa yang dihadapinya tadi, atau Edrich yang belum mau membica
"Semua masalah sudah berhasil teratasi, Zein. Terimakasih telah mau membantu kami." Sosok bertubuh besar dengan ujung kaki mengerucut itu menunduk pada Zein. Tampilannya yang menyeramkan dengan kepala ribuan menempel ditubuhnya, membuat prajurit-prajurit yang berjaga disana bergidik ngeri. "Dan akan kupastikan, pertandingan berikutnya tak akan dipegang oleh makhluk ceroboh lagi." Sand beringsut menunduk lebih dalam ketika mata-mata tajam itu melirik dirinya, ia yang sudah terpojok oleh kekuasaan Zein semakin terpinggirkan setelah menyadari kesalahannya. "M-maafkan aku, aku tidak akan memberikan hadiah semena-mena tanpa anda lagi, tuan Zein." Lebih tepatnya dia tak akan memberikan hadiah berupa kekuatan lagi kepada manusia, karena sungguh. Tidak ada yang bisa menebak apa yang akan dilakukan mereka, yang bahkan bisa bertindak melebihi iblis. Sayang
Martha sudah mendapatkan kesembuhan. Kini dirinya enggan menyentuh Nierin dan membiarkan Ginna mengurus hantu berbadan kecil itu. Kejadian ini membuat ingatan buruk pada peristiwa di hutan waktu lalu kembali terungkit. Dia menyerah soal ini. "Derl.." Elusan jemari Ginna pada rambut Nierin terhenti saat gadis kecil itu berlari menghampiri anak lelaki di depan pintu. Derl menatap datar tanpa ucapan. Pasalnya hari ini dia cukup dibuat bungkam oleh rekannya sendiri. "Anak pungut, hah?" "Ah, jadi kau siswa baru yang diberikan sekolah cuma-cuma ya?" "Padahal hanya diberi kemurahan hati sedikit, sudah sombong sekali." Puluhan tamparan kata dari anak-anak manusia di tempat bernama sekolah itu harusnya menjadi undangan kematian. Tapi wajah Vinz yang tersenyum saat ini membuatnya keheranan. Apalagi saat tawarannya untuk melenyapkan anak-anak itu dito