Dendam Sang Bintang

Dendam Sang Bintang

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-10
Oleh:  Yully Kawasa On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
7.5
2 Peringkat. 2 Ulasan-ulasan
121Bab
4.6KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Pria lemah itu, ternyata seorang pimpinan dunia bawah tanah >>> Bintang Morales kembali dari kematiannya, setelah lima belas tahun menghilang. Dia kembali untuk membalaskan dendam kematian orangtuanya. Menerima tawaran menjadi pimpinan Fierce Spider yang kejam. Hanya untuk menemukan informasi pelaku pembunuh orangtuanya. "Siapa pimpinan baru Fierce Spider? Aku ingin membayar mahal untuk menghancurkan hidup Bintang Morales, sama seperti dia membunuh mental sekaligus keuangan Damian Marley! Benar-benar amazing." 'Bagaimana mungkin? Orang yang ingin dihancurkan dan dikagumi Ekaputra adalah orang yang sama Bintang Morales!' batin Rivaldo gemetar. Bintang juga terjebak ke dalam pernikahan dengan gadis manja dan ceroboh, parahnya usia gadis itu baru 17 tahun. Tanpa Bintang sadari, Fierce Spider, keluarga Lee istrinya, semuanya saling terhubung.

Lihat lebih banyak

Bab 1

1. Pembunuhan

SLEP!!! SLEP!!! SLEP!!!

Auw ….

Jeritan memiluhkan terdengar, ketika pisau badik menancap berulang kali di tubuh pasangan suami istri yang kini tidak berdaya. Darah segar mengalir menghiasi kamar hotel 212.

Bintang Morales mengintip dari balik cela kecil. Tangan kanannya membungkam mulut sang adik yang masih berusia lima tahun.

Sedangkan kedua kaki Bintang saling menyilang rapi, agar adiknya tidak bisa bergerak. Dia hanya memastikan adiknya bisa bernafas.

“Apa kamu yakin kedua anak Morales sudah meninggal?” tanya seorang lelaki tampan, usianya sekitar tigapuluh tahun.

“Sudah, Bos.”

Lelaki tampan itu menatap sosok yang berdiri didepannya dan bertanya, “Seyakin itukah, kamu? Apa kamu pikir keluarga Morales bisa dihancurkan dengan mudah? Tidak, brengsek!”

“Keluarga Morales hanya memiliki dua orang anak, kalau bukan anak keluarga Morales yang meninggal, terus siapa? Bukankah sudah jelas korban kebakaran itu menelan sepuluh korban jiwa? Korban yang termuda berusia sekitar lima tahun, sedangkan kedua termuda berusia sekitar Sepuluh tahun!”

Untuk memastikan kematian pasutri itu, lelaki tampan kembali menembak.

DOR!!! DOR!!! DOR!!!

Bintang langsung saja menutup kedua mata adiknya dengan menggunakan telapak tangannya.

Tidak ada sebutir airmata pun yang keluar dari pelupuk mata Bintang, dia diam membisu, hatinya seperti ikut mati bersama orangtuanya.

Kedua lelaki itu melemparkan pistol dan pisau badik ke samping jenazah. Mereka seakan tidak pernah takut dengan yang namanya hukum.

Begitu kedua pembunuh itu pergi, sesosok laki-laki masuk ke dalam kamar hotel 212, “Bintang keluarlah! Aku tahu, kamu dan adikmu bersembunyi dibalik plafon!”

Bintang terkejut mendengar suara lelaki itu. Namun, dia tetap diam.

“Keluarlah, Bintang! Aku tahu betul ayah dan ibumu membuka plafon disudut kanan agar kamu dan adikmu bisa bersembunyi di sana! Keluarlah, aku akan merawat kalian berdua, sampai kalian benar-benar siap membalaskan dendam atas kematian orangtuamu!”

Bintang tidak punya pilihan, berlahan dia membuka cela dan mendorong plafon itu.

Dengan bantuan lelaki itu, Bintang dan Mentari turun dari tempat persembunyiannya.

Melihat orangtuanya bersimbah darah, Mentari menangis sesunggukan, dia mengoncang tubuh pasutri itu dan berteriak, “papi, mami, bangun! Kenapa diam saja?! Apa mami dan papi bermain tembak-tembakkan lagi? Tapi kenapa mami dan papi tidak bangun seperti biasa?”

Mendengar teriakan sang adik, hati sang kakak seperti ikut tertusuk pisau badik, hingga mengeluarkan darah yang tak terlihat. Namun, rasanya menembus sampai ke tulang-tulang, bahkan organ tubuh yang lainnya.

Disaat mereka akan meninggalkan kamar hotel 212, tiba-tiba ….

DOR!!! DOR!!! DOR!!!

Bintang langsung menarik Mentari, kemudian mengunci pintu kamar hotel.

“Om bangun! Bangun!” Bintang menepuk kedua pipi lelaki yang juga ikut tertembak dengan orang yang tidak dikenal.

“Keluar dari sini, cepat! Jangan pedulikan, om!”

“Tapi, Om!” bisik Bintang ragu.

“Jangan biarkan pengorbanan orangtuamu sia-sia. Pergi dan bawa adikmu keluar dari sini! Om yakin, kamu pasti bisa,” bisik lelaki itu pelan sebelum menghembuskan nafas terakhirnya.

“Adik, lihat kakak!” kata Bintang menatap mata Mentari tanpa berkedip, “Mami dan Papi berpesan, kita keluar dari sini dan bertemu mereka diluar. Kita main lagi, ya? Tapi kali ini berbeda, kamu yang ikutin perintah kakak. Mengerti?”

Mentari hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

Bintang membantu Mentari menaiki lemari, dan masuk ke dalam cela yang dibuat oleh orangtuanya.

Setelah memastikan plafon sudah tertutup kembali dengan rapi, Bintang memberi isyarat kepada sang adik untuk mengikuti dibelakangnya.

‘Aku harus bisa membawa adikku keluar dari hotel ini hidup-hidup, tapi bagaimana caranya? Pasti penjahat itu sudah mengepung tempat ini!’ batin Bintang, bingung.

Setelah berpikir matang-matang, Bintang sadar satu-satunya jalan untuknya dan sang adik keluar hanya melalui terowongan kecil yang merupakan jalur kabel listrik.

Biasanya terowongan itu digunakan untuk memeriksa listrik hotel secara rutin. Untuk lewat terowongan itu, maka Bintang dan Mentari harus merangkak secara bergiliran.

Walaupun dia tahu itu sangat berbahaya, tapi tidak ada pilihan lain. Bagi Bintang sudah kepalang tanggung, kalaupun mereka hanya diam di sana sudah pasti penjahat itu akan menemukan dan menghabisi mereka.

Bintang menatap mata sang adik dan berkata, “Jika ingin bertemu papi dan mami diluar, Mentari harus ikuti semua perintah kakak. Biar kita berdua menang, bukan mami dan papi, ya? Mentari mau kan kalau kita menang?”

Kembali gadis cilik itu menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

“Bagus, sekarang ikuti kakak. Ingat jangan menyentuh apapun tanpa perintah kakak.”

“Siap, kakak bos.”

Jawaban Mentari membuat nafas Bintang terasa sesak, hatinya sakit. Namun, dia harus bisa menyelamatkan adiknya.

Berlahan namun pasti, Bintang mulai merayap diikuti oleh sang adik, tepat dibelakangnya. Sesekali Bintang memanggil nama sang adik dan mengingatkan agar jangan menyentuh apapun.

Bintang dapat bernafas lega ketika sampai dibagian ujung. Namun, kembali dia menatap sekelilingnya dan jemari tangannya membuka dan menutup.

“Kakak kenapa? Kok main hitung-hitungan jari? Apa sekolah kakak, sama kayak sekolahku ya? Belajar hitung-hitung pakai jari?” tanya Mentari dengan polosnya.

Bintang hanya mengacak rambut sang adik dan tersenyum, “Kakak lagi menghitung, bagaimana agar kita keluar dari sini dengan aman.”

Kening Mentari penuh kerutan-kerutan, dia bingung dengan jawaban sang kakak. Namun, keinginannya lebih kuat untuk memenangkan pertandingan dari mami dan papinya lebih besar, sehingga dia memilih diam dan mendengarkan setiap perkataan sang kakak.

Ya! Mentari pikir itu hanyalah sebuah permainan.

“Dik, pada hitungan ketiga, kita turun lewat tiang ini. Kamu masih ingat kan, saat kakak ngajarin cara nurunin tiang hingga mendarat dengan aman? Tapi kali ini dibawah tidak ada matras seperti biasa. Jadi harus hati-hati, jangan sampai kakinya patah.” Kata Bintang sambil memotong kabel disampingnya dengan menggunakan gunting yang sejak awal dibawanya.

“Iya, kak. Lho kabel itu untuk apa, kak?” tanya Mentari bingung melihat sang kakak menjatuhkan kabel hingga setengah tiang.

“Kamu turun duluan, Dik.”

Mentari tidak menjawab, dia langsung memeluk tiang dengan erat dan menyilangkan kakinya kemudian meluncur turun. Bintang dapat bernafas lega ketika melihat sang adik dapat mendarat dengan selamat.

Bintang melakukan hal yang sama, seperti yang dilakukan Mentari. Namun, Bintang berhenti tepat di ujung kabel dan membatin, ‘Maaf, aku harus melakukan ini. Suatu saat aku akan kembali dan mengganti semua kerugian hotel. Aku yakin, penghuni hotel akan segera keluar.’

Berlahan Bintang menyalahkan korek api dan meluncur dengan cepat, kemudian menarik pergelangan tangan sang adik dan berlari keluar dari ruangan itu menuju kamar mandi.

Bintang langsung saja menguyur Mentari dengan air, begitupun dengan badannya.

Kembali Bintang menarik pergelangan tangan Mentari dan keluar lewat sisi kiri. Bintang menutup telinga Mentari dengan erat.

BOM!!! BOM!!! BOM!!!

BRANG!!! PRANG!!!

Bunyi ledakan disertai api langsung menarik perhatian warga. Namun, bukannya menelepon pemadam kebakaran atau membantu memadamkannya, mereka justru sibuk dengan merekam adegan kebakaran mendadak itu.

“Kak, mainnya kok serem, kenapa pakai api segala?”

Bintang hanya diam, namun dia tahu persis kebakaran itu tidak akan membuat seisi hotel ikut terbakar.

Lima belas menit sebelum kebakaran terjadi, Bintang sudah menelepon pihak pemadam kebakaran. Disamping itu, Bintang memotong arus listrik yang menghubungkan seluruh lantai.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Yully Kawasa
Novel yang ini sudah tamat, ya. Terima kasih buat pembaca setia.
2025-03-10 10:08:36
0
user avatar
Munir Singoz
alur ceritanya bagus, cuma anehnya kaga ada ending ceritanya gimana
2024-12-24 20:15:28
0
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status