Share

Chap 06: Beautifull Devil

Barisan prajurit nampak berjajar, membentuk sebuah penjagaan yang ketat. Zein berdiri bersama para warga. Menyaksikan desa yang sebelumnya begitu subur berubah kering bagaikan gurun tandus. Berpetak-petak tanah dipenuhi tanaman busuk dan membuat udara dipenuhi bau tak sedap. 

Sedangkan para penduduk Yuilr hanya bisa meratapi tanaman-tanaman mereka, berkeluh kesah kepada sang tuan karena panennya gagal di musim ini.

"Kami tidak tau apa yang terjadi, tuan. Seluruh kebun kami mengering, bahkan hingga bunga yang kami tanam didepan rumahpun ikut layu. Desa Doinh yang berada disebelah kami juga mulai terdampak, tuan.." Ujar kepala desa. Wajah tuanya terlihat begitu sedih menjelaskan apa yang telah terjadi pada mereka.

Salah seorang bocah kemudian berjalan mendekat sembari membawa seekor anak domba yang tak lagi bergerak, "Dan kini ternak kamipun mulai terancam mati.." Ucap sang ayah yang mendampinginya.

Zein menatap hamparan jagung yang mengering. Semua tanaman masih utuh berdiri tanpa adanya sentuhan dari manusia ataupun hewan. Martha dan beberapa dokter yang ia tugaskanpun tidak menemukan adanya racun atau zat lain yang bisa membuat tanaman-tamanan itu mati tidak wajar.

"Semua itu jelas bukan ulah manusia." Ungkap Alexan, menatap dalam Zein.

"Apa maksudmu?" Tanya Davin, menuntut lebih lanjut.

"Jelaskan." Ucap Zein dengan serius.

"Tentunya kau tau 'tuan Zein, bila Demon mampu membuat kerusuhan dengan kekuatannya-jikalau dia memiliki power yang besar." Jelas Alexan, Zein membenarkan. Fakta yang teramat jelas, karena Alexan sendiri merupakan salah satu Demon yang pernah memporak-porandakan kota di wilayah selatan dengan angin kencang. Sebelum akhirnya tunduk dan menjadi pelayan sang tuan.

"Namun tentunya hal itu bukan tanpa alasan." Lanjut Alexan.

"Kira-kira siapa yang melakukan semua ini, dan untuk apa dia melakukan itu?" Devine bertanya sembari memangku dagunya pada jemari.

"Itulah yang harus kita cari tau." Ucap Zein, membuat mereka mengangguk setuju.

Menelusuri lahan yang terbentang, Zein memang telah menemukan tanda adanya hal yang tidak beres. Seperti pada kebun sayuran kecil di depan rumah warga yang saat ini ia pandang. Jejak kaki nampak menyebar menginjak tanaman dan membuat mereka mati.

"Apakah tuan memiliki solusi soal ini?" Tanya seorang warga.

Zein tersenyum menanggapi, "Secepatnya aku akan menyelesaikan masalah ini. Untuk sekarang kalian tidak perlu khawatir soal bahan makanan, aku akan mengirimkannya langsung hingga persoalan ini berakhir," Membuat semua warga bernafas lega.

Tentunya memberitahu mereka bahwa penyebab dari gagalnya panen ialah sesuatu diluar nalar akan membuat mereka bingung. Yang perlu ia lakukan kini adalah menenangkan dan membantu mereka selama ia mengurusi permasalahan hingga tuntas.

"Tuan, disebelah sana." Bisikan ditelinga Zein membuat ia menoleh ke arah hutan. Nampak seseorang tengah mengintip dari pepohonan, sebelum akhirnya menghilang ke dalam rimbunnya hutan.

Martin yang ikut menyadari kehadiran sosok itu melirik pada tuannya sekejap, menunggu perintah yang akan diberikan.

"Kejar."

Dan ia pun menyelinap keluar dari kerumunan.

-0-

Tungkai kurus itu terus berlari tanpa henti. Telapak kakinya yang tak dibalut dengan alas berlumur darah dan luka. Nafasnya tersengal-sengal, namun raungan sosok dibelakang  terus menerus terdengar begitu keras.

"Ahh.. Hah!"

Hingga akhirnya sebuah akar pohon membuatnya terjatuh. Perlahan tapi pasti, sosok itupun sampai dihadapannya. Monster berbentuk kuda itu menatapnya dengan mata merah menyala, tersenyuman lebar menunjukkan barisan gigi taring diseluruh mulutnya.

Ia ketakutan, namun pergelangan kakinya tak mampu ia bawa untuk berlari lagi. Monster itu terus mendekat. Tubuhnya yang kurus beringsut mundur dan membuat gaun panjangnya semakin kotor oleh tanah.

Disaat yang begitu genting, seorang lelaki datang bersama beberapa orang prajurit. Mereka berdiri mengelilingi sang monster, tanpa rasa takut sedikitpun. Ia merasa begitu lega karena terselamatkan, hingga sebuah kalimat terlontar dari bibir pria itu membuatnya terkejut. 

"Musnahkan wanita itu."

"Tidak! Kumohon, jangan!" Teriakan kuat itu memenuhi seisi hutan. Bibir sang monster yang dipenuhi liur semakin tersenyum lebar. Kakinya perlahan mendekati sang wanita.

"MARTIN!"

Sebuah panggilan tiba-tiba menghentikan kegiatan monster yang sebentar lagi akan memakan mangsanya. Semua orang menoleh ke asal suara, menemukan Martha dengan dada naik-turun berdiri murka menatap mereka. Martin dan Zein terkejut karena ternyata gadis itu mengikuti mereka ke dalam hutan. Seharusnya ia kembali ke castil bersama yang lain, namun ia menyelinap keluar tanpa sepengetahuan siapapun.

Gadis itu kemudian berlari menerobos dan menghampiri wanita yang tengah terduduk tak berdaya di bawah pohon, lalu seketika memeluknya erat.

"Apa yang kau lakukan, hah?!" Bentaknya kepada Martin, atau lebih tepatnya kepada Zein dan beberapa tentaranya juga karena mereka hanya diam saat melihat Martin hendak ngeksekusi wanita lemah ini, tanpa berniat menolongnya sama sekali.

Martin mengibaskan rambutnya, jengah. Ia lalu menepukkan ke empat kakinya untuk berbalik, meninggalkan buronan yang kini tak akan mungkin ia lahap dan berjalan menuju sang tuan. Menyerahkan seluruh urusan selanjutnya kepada Zein, termasuk menghadapi Martha.

"Kenapa kalian hanya diam saja?!" Gadis itu masih saja berapi-api, menatap seluruh orang dengan pandangan menuduh, "Tega sekali kalian membiarkan Martin menyakiti wanita selemah ini!", teriak Martha. Lengannya begitu erat melingkupi tubuh sosok di dekapannya, seakan berniat membunuh siapapun yang menyentuh wanita itu.

"Martha," Panggil Zein pelan. Namun ia tak bergeming, matanya bercucuran tangis meratapi luka-luka yang membalut wanita lemah itu.

"Tidak, aku akan melindunginya, tuan.. Aku tidak akan membiarkan kalian menyakitinya sama sekali," Ucap Martha,  tanpa menyadari sebuah senyum tergaris di bibir wanita dipelukannya.

"Martha, dia bukan manusia."

"Haha.." Seiring dengan fakta yang diucapkan sang tuan, sebuah tawa tiba-tiba terdengar lirih dari arah wanita yang tengah ia dekap. Martha terdiam seketika.

"Hahaha!" Tawanya semakin keras. Martha langsung melepaskan lengannya, irisnya terbuka lebar saat wanita itu perlahan mengeluarkan aura hitam. Hendak lari, sayangnya lengan dingin wanita itu berganti mendekapnya.

"Apa yang akan kau lakukan, Zein? Kau tidak akan bisa mengikatku seperti makhluk-makhluk bodoh itu!" Tubuhnya membesar, rupa secantik bidadari itu berubah menjadi monster wanita besar dengan wajah buruk rupa. Mewujud seperti aslinya. Martin dan para demon lain yang mendengar cemoohan itu hanya meringis. Pasalnya orang yang ia maksud sama sekali tidak bisa diremehkan.

Tepat setelah Martha mulai kehabisan nafas karena tercekik, dua buah besi besar tiba-tiba muncul dan mengikat monster itu. Membuatnya mengangkat tangan dengan paksa hingga menjepit kepalanya sendiri.

"APA INI?! LEPASKAN AKU!"

Ia terus menjerit. Sedangkan Zein masih belum beranjak dari tempatnya berdiri sama sekali. Tangan kanannya terulur perlahan, dan iris sehitam jelaga itu seketika menyala. Jari jemarinya bergerak menunjuk sang iblis wanita, menuntun ribuan bayangan hitam menusuk-nusuk tanpa memberinya kesempatan untuk bergerak lagi.

"Beritahu aku, apa yang membuatmu merusak tanaman rakyatku." Bisik Zein. Aura hitam memenuhi tubuhnya.

Ia membenci pria itu, orang yang telah mengacaukan semuanya. Namun ia hanya bisa terkunci pada iris menyala yang sama yang pernah melenyapkan demon lainnya. Sebuah bayangan tiba-tiba merupa bagai sebilah pedang di depan lehernya, hanya butuh sedikit gerakan untuk membuat dirinya menghilang dari dunia.

"Aku tidak suka kedamaian ini! Aku ingin membuat kalian mati!" Ucapnya, tiada keraguan disetiap kata. Namun itulah yang menyulut amarah sang tuan muda.

JRASSS!

Pedang hitam itu menusuk tepat di lehernya, sesaat kemudian ia melebur menjadi kepulan bayangan, dan iapun musnah. Martha yang duduk lemah diantara asap itu perlahan limbung, kesadarannya mulai terenggut ditelan takut dan bingung.

"Tidak ada yang bisa kau percayai di dunia ini, Martha. Bahkan wajah yang seelok bulanpun tidak bisa menjadi tumpuan, bila hatinya merupa bagaikan iblis."

Dan iapun jatuh tak sadarkan diri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status